• Saturday, 6 May 2023
  • Surahman Ana
  • 0

Umat Buddha dari berbagai vihara se-Jawa Tengah yang berada di bawah naungan Sangha Theravada Indonesia (STI) mengikuti pembukaan atthasila Sebulan Pendalaman Dhamma (SPD) pada Kamis (4/5). Acara digelar secara online melalui zoom dan live streaming di channel youtube Media KBTI Jateng. Pembukaan atthasila serentak ini dibimbing langsung oleh Bhante Upasanto, Upa-Padesanāyaka Sulawesi Barat.

SPD merupakan salah satu program tahunan Sangha Theravada Indonesia yaitu belajar dan praktek Dhamma secara lebih khusyuk selama sebulan penuh untuk menyambut perayaan Hari Raya Waisak, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 4 Juni mendatang. Selama pelaksanaan SPD umat dihimbau untuk menjalankan atthasila dan mengikuti Dhammadesana online bersama Bhikkhu Sangha. 

Di samping itu umat juga menjalankan berbagai kegiatan lain seperti pembacaan paritta manggala, meditasi, dan vihara gita. Di hari terakhir pelaksanaan SPD, umat melakukan pembacaan paritta tanpa henti pada malam menjelang hari H Waisak. Biasanya pembacaan dilakukan mulai pukul 20.00 hingga pukul 06.00 pagi hari. 

Saat sesi pembukaan yang dimulai pukul 5.30 pagi hari, umat melaksanakan permohonan delapan sila (atthasila) kepada bhikkhu Sangha sebagai tanda dimulainya SPD. Pembukaan diawali dengan puja bakti permohonan sila dilanjutkan dengan meditasi dan diakhiri ceramah oleh Bhante Upasanto.

Bhante Upasanto menjelaskan bahwa atthasila adalah bentuk puasa umat Buddha dengan menjalankan delapan aturan moral. 

“Delapan aturan kemoralan dalam bahasa umum di masyarakat adalah berlatih puasa, berlatih mengendalikan diri. Puasa secara jasmani dan batin atau pikiran atau mental. Puasa secara jasmani yiatu dengan tidak makan makanan padat setelah tengah hari. Latihan kemoralan Buddhis ini untuk mengendalikan nafsu keserakahan, agar keserakahan tidak sampai berkobar-kobar menguasai pikiran kita,” jelas bhante.

Selain mengendalikan keserakahan, bhante melanjutkan, atthasila juga latihan untuk mengikis atau mengendalikan kebencian yang muncul di dalam pikiran. Menurut bhante keserakahan dan kebencian harus dikendalikan karena menjadi sumber ketidakbahagiaan.

 “Kenapa keserakahan dan kebencian harus dikendalikan? Karena ketika pikiran diliputi keserakahan dan kebencian akan menimbulkan ketidaktenangan, kita menjadi tidak bisa damai, timbul ketidakbahagiaan, batin penuh penderitaan. Maka dari itu agar bahagia kita harus mengendalikan kebencian dan keserakahan.” 

“Dari rasa lapar kita belajar untuk mengendalikan keserakahan dan kebencian ini. Bagi yang tidak terbiasa menahan lapar maka ketika rasa lapar muncul bisa memunculkan pula kebencian di dalam diri. Begitu juga ketika kita menjumpai kondisi lain yang memicu munculnya kebencian, kita harus bisa mengendalikan.”

Bhante menambahkan bahwa atthasila juga menjadi sarana untuk mengembangkan toleransi kepada orang lain. Dengan atthasila seseorang bisa berlatih untuk evaluasi dan memperbaiki diri baik secara pikiran, ucapan, maupun perbuatan jasmani.

“Atthasila juga menjadi sarana bagi kita untuk melatih toleransi ketika orang lain berlaku yang kurang menyenangkan. Kita juga belajar menghormati orang lain yang tidak menjalankan atthasila. Kesempatan ini juga untuk memperbaiki diri kita dari segala ucapan, pikiran, dan perbuatan kita. Kita berlatih atthasila bukan untuk mendapat pujian, tapi untuk mengurangi ego atau keakuan di dalam diri,” bhante menambahkan. 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *