• Wednesday, 3 October 2018
  • Ngasiran
  • 0

Bumi Indonesia kembali diguncang gempa. Kali ini gempa bumi berkali-kali mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018). Akun twitter resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menginformasikan bahwa salah satu gempa terbesar berkekuatan Magnitudo 7,7.

Gempa Magnitudo 7,7 terjadi pada pukul 17:02:44 WIB. Lokasi pusat gempat ada di kedalaman 10 km dan posisinya di arah 27 km Timur Laut Donggala. BMKG mengumumkan peringatan dini tsunami setelah gempa Magnitudo 7,7 itu terjadi. Peringatan tsunami itu diakhiri oleh BMKG pada sekitar pukul 17.40 WIB.

Baca juga: Vihara Veluvanna Merupakan Salah Satu Vihara yang Masih Berdiri Pasca Gempa

Gempa mengakibatkan korban jiwa, data terbaru BNPB menunjukkan, korban tewas sudah mencapai setidaknya 1347 orang, termasuk 34 pelajar yang ditemukan meninggal dunia di bawah reruntuhan gereja di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, pada Selasa (1/10).

Jumlah korban tewas terus meningkat, dan kini mencapai 1374, dalam data yang tercatat BNPB hingga Selasa (2/10) pukul 17:00. Hal ini diungkapkan Kepala BNPB Willem Rampangile, dalam jumpa pers di posko penanganan bencana, Palu.

Vihara Karunadipa

Rumah ibadah pun tak luput dari gempa, salah satunya adalah Vihara Karunadipa yang terletak di Jl. Sungai Lariang No. 74, Palu, Sulawesi Tengah. Menurut informasi dari Bhante Cittavaro yang berada di lokasi vihara ini mengalami kerusakan di beberapa tempat.

“Pondasi ruang Dhammasala retak bagian bawah memutar hampir setengah gedung. Plafon ruang Dhammasala rontok sebagian, dinding juga mengalami keretakan. Ruang serbaguna plafonnya juga rontok termasuk kuti para bhikkhu,” jelas bhante melalui pesan singkat pada BuddhaZine.

Saat gempa, Bhante Cittavaro bersama Bhante Candakaro sedang berada di vihara. Mereka sedang melatih umat Buddha yang sedang mempersiapkan diri untuk lomba di Jakarta pada (8/10) mendatang. “Tiba-tiba bumi bergoncang, spontan saya berdiri dan rasanya nggak bisa lari, kepala pening saat bumi berguncang,” tulis bhante menggambarkan situasi saat kejadian.


Pembacaan paritta bertempat di halaman Vihara Karuna Dipa, Palu.

Sehari paska gempa, Vihara Karunadipa langsung membuka posko pengungsian. Terdapat sekitar 100 orang yang berada di pengungsian vihara ini. “Di hari pertama pasca gempa, yang mengungsi di sini berkisar 90 sampai 100 orang, berangsur-angsur menurun, karena pengungsi yang awalnya berada di vihara, sebagian lari keluar kota, ada yang menggunakan mobil menuju Toli-toli, Gorontalo, Manado, Mamuju, Makassar, ada juga yang menyewa pesawat menuju ke Balikpapan.”

Sejak hari pertama, posko Vihara Karunadipa tidak kekurangan makanan. Hanya saja, saat mendatangkan logistik dari luar kota seperti Mamuju maupun Manado harus dikawal TNI karena situasi masih tidak aman.


Bhante Cittavaro bekerjasama dengan umat Buddha Vihara Karuna Dipa menyerahkan sembako.

“Umat Vihara Karunadipa tidak kekurangan makan, tapi kami menampung dan menerima dana bantuan umat Buddha yang peduli dengan korban Gempa. Begitu ada dana bantuan masuk sesegera mungkin kami salurkan kembali. Sudah beberapa pihak yang menerima dana bantuan, termasuk sore tadi membantu dua masjid. Sampai malam hari ini, tim masih bekerja membantu korban gempa,” terang bhante.

Umat Vihara Karunadipa berjumlah kurang lebih sekitar 500 orang. Kejadian gempa membuat mereka trauma, banyak toko-toko umat Buddha yang dibongkar paksa dan dijarah massa. Kondisi ini mengakibatkan banyak umat Buddha yang ketakutan dan lari meninggalkan Kota Palu.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *