Tembang Macapat adalah salah satu tembang dari Jawa yang sangat akrab bagi masyarakatnya. Dalam tembang mengandung makna hidup seorang manusia sejak lahir hingga pulang ke bumi kembali.
Kini melalui tembang Macapat, Dharma–ajaran agung dari Buddha Gautama akan disebarkan. Keluarga Buddhis Theravada Indonesia (KBTI) bekerja sama dengan STAB Syailendra dan sanggar Omah Sewu Sirah melakukan pembuatan album macapat buddhis bernama “Sekar Dhamma 1”.
Album ini berisi enam tembang yang liriknya diambil dari paritta avamangala yang digubah oleh Alm. Upa. Dhammaviro Sardono Mloyowibagso. Tidak hanya lirik yang digubah, laras, dan pelog lagu gubahan ini dibedakan dari tembang Macapat yang asli.
Enam tembang ini yakni,
1. Vandana (Maskumambang Buminatan Slendro Sanga), tentang cara menyiapkan sarana puja untuk dipersembahkan kepada Guru Agung Buddha.
2. Tisarana (Maskumambang Natakusuman Pelog Barang), tentang keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha.
3. Pabbatopamagatha (Sinom Logondhang Pelog Barang), tentang ketidakkelan hidup bahwa manusia akan mengalami kelahiran dan kematian.
4. Ariyadhana Gatha (Pocung Linduran Slendro Sanga), tentang keyakinan dan perilaku yang bajik.
5. Dhammaniyama Sutta (Pangkur Dhudhakasmaran Slendro Sanga Miring), tentang dukkha.
6. Pattidana (Megatruh Tunjungseta Pelog Nem), tentang kebajikan yang dilakukan seorang anak melalui pattidana untuk mendoakan orang tua yang telah tiada.
Album tembang Macapat buddhis yang dinyanyikan oleh Wilis Rengganiasih dan Bayu Nugroho ini diluncurkan melalui kanal youtube KBTI Jawa Tengah pada Senin (16/5) lalu bertepatan dengan peringatan Trisuci Waisak 2566 BE/2022 TB. Acara ini berlangsung via aplikasi Zoom dan disaksikan oleh umat di berbagai wihara di Jawa Tengah.
[youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=k575z9tfvMI” width=”560″ height=”315″]
“Seni tidak hanya sarana menghibur, tapi sarana edukasi tentang kehidupan yang luhur sesuai Dhamma, ajaran Buddha,” ujar Wilis.
Wilis Rengganiasih sebagai penggiat kesenian buddhis menuturkan pentingnya menyebarkan nilai luhur Dhamma melalui Macapat.
Menurutnya Dharma adalah ajaran yang indah pada awal, tengah, dan akhir. Sehingga seni adalah media yang tepat untuk bisa menjembatani perbedaan, bisa merukunkan perpecahan dari berbagai latar belakang.
Terlebih seni adalah kepribadian banga Indonesia yang harus dihargai dan dilestarikan.
“Mari mengolah seni tidak hanya kalau mau ada even. tapi setelah even selesai, seni itu harus berkelanjutan, berproses melatih ketekunan, kesabaran, dan ketelitian, sehingga tidak waton tayang,” lanjutnya.
Wilis juga mengungkapkan agar umat Buddha dapat mempelajari tembang Macapat dengan sabar dan sungguh-sungguh, supaya ketika ada suatu acara seperti Waisak misalnya, para umat bisa menampilkan kesenian indah untuk menyebarkan Dhamma.
Di lain sisi, tembang Macapat terkesan kuno bagi anak muda yang kurang memahami bahasa Jawa terutama Jawa Inggil (bahasa Jawa untuk bertutur dengan yang lebih tua).
Untuk mengatasi tembang Macapat kurang disenangi oleh anak muda buddhis, Wilis menyarankan kepada orang tua agar mengenalkan bahasa Jawa dan tembang Macapat kepada anak melalui keluarga. Hal ini dapat memicu anak-anak bisa mencintai dan melestarikan tembang Macapat.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara