• Saturday, 12 September 2015
  • Ngasiran
  • 0

Sabtu, 12 September 2015, lebih dari 2000 umat Buddha dari seluruh Jawa Tengah berduyun-duyun datang ke Vihara Vidya Sasana, di Dusun Candi, Desa Candi Garon, Kec. Sumowono, Kabuparen Semarang, Jawa Tengah. Bukan hanya umat dari daerah Semarang, Asadha Puja dan juga peletakan batu pertama pembangunan candi di vihara ini juga dihadiri oleh umat Buddha dari Temanggung, Jepara, Pati, Pekalongan, dan juga beberapa donatur dari Jakarta dan Bekasi.

Acara ini dihadiri oleh delapan bhikkhu dari Sangha Theravada Indonesia, yaitu Bhikkhu Dhammasubho, Bhikkhu Dhammakaro, Bhikkhu Cattamano, Bhikkhu Sujano, Bhikkhu Khemadiro, Bhikkhu Dhammamito, Bhikkhu Guptadhammo, dan Bhikkhu Suratano.

Dalam ceramah Dhammanya, Bhikkhu Dhammasubho lebih banyak berbicara tentang puja dalam agama Buddha. “Di sebelah kanan saya sudah ada hasil bumi, yaitu buah-buahan, jagung, dan padi yang kalau dijumlah ada 108 jenis hasil bumi. Ini adalah puja dalam agama Buddha,” ujar Bhikkhu Dhammasubho.

“Dari mana angka 108 itu? 108 itu sama dengan apabila Anda membacakan Buddhanusati, Dhammanusati dan Sanghanusati kalau dijumlah itu sebanyak 108 kata. Oleh sebab itu digunakan dalam puja apabila ada acara-acara besar, yaitu masa panen, tutup tahun, tahun baru, dan mengadakan kirab, dengan membawa buah-buahan hasil bumi dan dipilih yang terbaik.”

Bhikkhu Dhammasubho mengajak, dalam mengadakan puja, harus disertai dengan niat yang baik dan dengan dibacakan paritta-paritta suci ajaran Buddha. “Para dewa dan makhluk-makhluk hidup yang tidak kelihatan selalu merindukan ajaran Buddha. Oleh sebab itu apabila kita membacakan paritta-paritta dan mengulang kembali ajaran Buddha, para dewa menjadi senang. Sebab itulah tempat-tempat yang sering dibacakan paritta suasananya tenang-tentram dan terasa damai,” jelasnya.

Asadha merupakan salah satu dari empat hari raya agama Buddha, yaitu Waisak, Magha, Asadha, dan Kathina. Hari Asadha sendiri adalah hari pertama kalinya Buddha mengajarkan Dhamma (Ajaran) Dhammacakkapavatana Sutta, dan untuk pertama kalinya sangha dibentuk sehingga Triratna menjadi lengkap.

Selain perayaan Asadha, sebagai rangkaian acara juga akan dilakukan peletakan batu pertama pembangunan candi. “Di sini akan dibangun candi dengan model stupa seperti di Vihara Mendut,” ujar Bhikkhu Khemadiro yang merupakan putra daerah Candi Garon.

“Pada tahun 2011 vihara ini sudah jadi dan cukup megah, tetapi baru Dhammasala saja. Kemarin sudah dibangun kuti, dan kali ini baru mau dibangun candi, dapur, wisma tamu laki-laki dan perempuan, dengan harapan ke depannya akan dijadikan tempat puja bakti bulan purnama, pelatihan atthasila, retret, dan kegiatan-kegiatan Buddhis lainnya,” tambah Bhikkhu Khemadiro.

“Perkembangan umat vihara sini cukup bagus. Saat ini ada 90 kepala keluarga yang beragama Buddha, dan setelah dibangunnya vihara ini, mereka setiap hari ada kebaktian. Itu dilakukan setiap sore,” jelasnya.

20150912 Sebuah Candi Dibangun di Desa Para Pembuat Candi Borobudur_2

Sementara itu Bhikkhu Dhammasubho sebelum melakukan peletakan batu untuk yang pertama kalinya menyatakan bahwa desa ini dulunya adalah tempat para pembuat candi. “Ini adalah Dusun Candi, Desa Candi Garon. Kenapa desa ini diberi nama Candi? Karena pada zaman dahulu, desa ini adalah tempat tinggal para pemahat dan pembuat Candi Borobudur,” jelas Bhikkhu Dhammasubho.

“Karena ini adalah Dusun Candi, maka pada hari perayaan Asadha ini sekaligus akan dimulai pembangunan candi,” pungkasnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *