Borobudur yang dijelaskan secara menyeluruh oleh Salim Lee pada “Webinar Borobudur: Dulu, Kini, dan Akan Datang”, Sabtu – Minggu (20-21/6) mengundang kekaguman banyak kalangan. Penjelasan yang detail, dengan perspektif nilai membuat Borobudur seolah menjadi hidup. Kedalaman ajaran Borobudur yang dibabar dengan sederhana oleh Om Salim juga mampu ditangkap, dan mejadi tuntunan dalam menjalani hidup sehari-hari.
Seperti yang disampaikan oleh Elizabeth D. Inandiak, seorang penyair, wartawan, dan penulis buku. “Om Salim lewat Borobudur Kawedhar memberi kesadaran kita tentang dalamnya ajaran yang terukir di Borobudur. Tetapi kedalamnya menjadi keakraban, bukan ajaran penuh teori-teori rumit tetapi nasehat yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti buku panduan penuh keindahan yang mengantar kita dengan bersuka cita sampai ke kesadaran terluas yang merangkul dengan hati hangat semua mahkluk,” tulis Elizabeth kepada BuddhaZine, Minggu (21/6) melalui pesan wa.
Elizabeth mengikuti webinar dari Dharamsala, India sejak hari pertama, meskipun di hari kedua tidak mengikuti penuh karena kendala internet. “Mendengar penjelasan Om Salim saya sendiri jadi berfikir, kenapa harus belajar dharma begitu jauh, sampai ke India.
Padahal di Indonesia saya tinggal hanya sekitar 30 menit dari Borobudur yang begitu kaya pengetahuan, dan kebajikan. Harta karun selalu dicari jauh-jauh padahal berada di dekat kita. Seperti Tathagatagharba (Buddha Nature) berada dalam diri setiap mahkluk hidup tetapi selalu dicari keluar,” tutur perempuan itu.
Selain itu, menurut perempuan berkewarganegaraan Perancis itu, kelas Om Salim mengungkap begitu pinternya masyarakat nusantara zaman dulu, karena pendidikan yang diutamakan lewat universitas besar seperti di Muara Jambi.
Tapi kurikulum pendidikan tersebut tidak mendidik hanya otaknya tetapi juga hati/batin. “Persatuan ilmu otak, dan ilmu batin yang seharusnya dikembangkan di Indonesia masa kini dengan ambil contoh dengan jaman emasnya nusantara dulu,” harapnya.
Komentar kagum juga disampaikan oleh Sutrisno. Doktor lulusan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang kini menjadi wakil ketua I STAB Nalanda. “Dari sisi pendengar (audiens), webinar ini mampu memantik keingintahuan yang luas dari berbagai kalangan. Terbukti selama dua hari pesertanya selalu menembus angka 300an peserta.
Mereka mengikuti hingga seminar usai bahkan hadir dengan pertanyaan yang berlimpah. Dari sisi pendengar, saya banyak mendengar mereka kagum dan puas dengan pemaparan Om Salim. Bahkan sepertinya mereka ingin ada sesi lanjutan. Dalam konteks itu, webinar ini sukses besar,” tulis Sutrisno.
Mendengarkan penjelasan Borobudur yang disampaikan dengan perspektif nilai menurut Sutrisno, membuat Borobudur lebih hidup. Borobudur muncul sebagai tuntunan hidup yang mengagumkan dari sekedar artefak bebatuan. Lebih dari itu Borobudur ditampilkan sebagai bukti kejeniusan nenek moyang bangsa Indonesia.
“Bahkan relief-relief yang dijelaskan Om Salim menandaskan kuatnya penyerapan Dhamma dalam bahasa lokal, seperti ‘ngunduh wohing pakarti’, ‘migunani tumprap ing liyan’, ‘memayu hayuning bawana’. Om Salim seakan mengatakan Borobudur adalah bukti dan buah kreatif pembumian Dhamma di Nusantara.
“Dari sisi pembicara (narasumber), Om Salim menjelaskan Borobudur dengan detail, antusias dan penuh penghayatan. Sangat mumpuni. Gaya empatik seperti ini jarang dimiliki para peneliti Borobudur lainnya. Beliau layak disebut sebagai pencerah, edukator dan motivator Borobudur,” tutur Sutrisno kagum.
Kesan mendalam juga disampaikan oleh Jo Priastana setelah mengikuti webinar Borobudur Kawedar selama dua hari berturut-turut. Cendekiawan buddhis yang produktif menulis buku itu menyampaikan kekagumannya dengan kedalaman Om Salim dalam mempelajari Borobudur.
“Menikmati gambaran Candi Borobudur secara detil dengan menyertai suasana kehidupan semasanya seakan menjadikan diri berada pada keberadaaan Borobudur dahulu kala. Bangkitnya imaji ke dalam lorong waktu masa lalu ini dimungkinkan karena mumpuninya sang juru cerita membabarkan pengetahuannya tentang Borobudur baik secara sinkronis maupun diakronis.
“Sinkronis berdasarkan rentang waktu, kronologis, dan diakronis, melintasi waktu memasuki segi-segi yang bersifat kualitatif, seperti nilai etik-spiritual yang membangkitkan imajinasi dan visi, namun sekaligus tugas dan tanggung jawab, membangkitkan dari tidur dan mimpi dalam pesona.
Kita semua layaknya anak-anak borobudur yang hadir di masa kini, yang duduk berhadapan dengan sang mpu juru cerita mendengarkan tuturan dan babarannya sambil berimajinasi, terpesona dan menenggelamkan diri ke masa kecemerlangan peradaban masa lalu,” tulis dosen senior STAB Nalanda itu.
Memang perlu nafas panjang dalam mendengarkan pembabaran Om Salim Lee karena begitu luasnya bahan-bahan yang diceritakannya. Dari rentang waktu yang panjang dalam tilaman sejarah, maupun khasanah pengetahuan dharma yang digali dari sumber-sumber, dan teks-teks suci.
“Om Salim Lee telah hadir dalam dunia literasi tentang Borobudur dan Buddha dharma. Kehadirannya yang kerap selalu tunggal ini yang layaknya bagai sang Guru berdiri dihadapan siswa-siswanya, namun sesungguhnya dalam keterpelajaran, ketekunan, intensitas, dedikasi beliau menggeluti, dan menggali sejarah agama Buddha dan Buddha dharma jauh melampaui satu kesebelasan dari para dosen sejarah agama Buddha maupun khasanah pustaka sejarah yang berada, dan ada di stab-stab,” lanjut Pak Jo.
“Dan tentunya, bila pada Candi Borobudur, budaya buddhis nusantara yang cemerlang ini kita tidak hanya sebatas pada keterpesonaan, namun juga sepantasnya mengemban tanggung jawab sebagai pewaris.
Begitu pula terhadap sosok Om Salim Lee, kita tidak hanya belajar banyak dari pengetahuan yang dibabarkannya namun juga terlebih belajar dari sosok keterpelajaran dan ketekunannya sebagai seorang otodidak yang fenomenal,” pungkas Pak Jo penuh harap.
Webinar Borobudur Kawedhar: Dulu, Kini, dan Akan datang digelar atas kerjasama APTABI dan Yayasan Dharmega Bumi Borobudur. Acara yang digelar selama dua hari itu diikuti dengan antusias oleh banyak kalangan. Mulai dari arkeolog, akademisi, para bhikkhu dan bhikkhuni, dan masyarakat sekitar dari berbagai belahan dunia.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara