Pekan lalu, Sabtu (25/1), BuddhaZine secara khusus mengikuti Goenawan A. Sambodo – seorang arkeolog yang juga ahli sastra Jawa Kuno – membaca prasasti Kamtan. Prasasti itu disimpan oleh seorang warga Kota Salatiga. Menurut warga tersebut, prasasti itu diperoleh dari orang tuanya.
“Ini dulu dari suwargi (mendiang) Bapak. Kalau dari cerita Bapak, beliau dapat dari seseorang katanya disuruh memilih salah satu dari tiga barang, nah Bapak memilih ini, mungkin ada maknanya gitu. Jadi sampai sekarang saya simpan,” tutur warga tersebut.
Prasasti Kamtan tertulis dalam lempeng tembaga berukuran panjang 340 mm, lebar 100 mm dengan ketebalan 3 mm. Menurut Mbah Gun – sapaan akrab Goenawan A. Sambodo – Prasasti Kampan ditulis pada era pertengahan Majapahit.
“Ini aksara Jawa Kuna (Bahasa Kawi), berdasarkan tulisannya kemungkinan besar ditulis pada era Majapahit,” kata Mbah Gun. Namun sedikit disayangkan, menurut Mbah Gun, prasasti itu adalah lempeng nomor dua. “Harusnya ada yang nomor satu, perkiraan minimal 3 – 4 lempeng prasasti,” lanjutnya.
Dalam prasasti itu terdapat 10 baris tulisan, dengan masing-masing lima baris setiap bagiannya. Setelah diterjemahkan, prasasti itu berbunyi sebagai berikut;
II.A.
1. Hyaŋ padĕmapuy, manimpiki, pamaṇikan, limus, galuḥ, paṅinaṅin, pakatimaŋ, sukun, halu warak.
2. Kutak, maniga, tan katamana wuluḥ panawi, paturus, pahapitan, maresamgĕt, paṅuraŋ, paranakan,
3. pakaliṅkiŋ, wadihati, parmmasan, maŋribci, °akudur, sinagiha, pawur, tapahai, bdar haji, parumban, lablab, ku
4. kap, tṛpan kula, paṅkur, paraŋ, wiji kawaḍ, sikpan, pacadaran, kula pamgĕt, suṅgiŋ, suṅsuṅ, paṅuri, katan
5. daṇḍa kudaṇḍa, maṇḍihalādi, paṅtu waṅi, suŋsuŋ nāyaka, wilaŋ wanda, manī, salwi, śaluit, sahulun śrī ma
II.B.
1. hārāja tan tama irikaŋ wanua i kamtan, muaŋ kawinayasa wargga kabeh. °aŋ wanua masa magri 7, 8. waluḥ ru
2. mambat iŋ natar, waṅke kabunan, tan knana mayang tanpa wwaḥ, °amijilakĕn wuryyaniŋ kikir, ludan, tudan,
3. °amuk amuŋpaŋ, tan capala, °aṅśa pratyaṅśa, hasta capala, hidu kasirat, duhilatĕn, tan tama irikaŋ wanua
4. i kamtan sawargga gumanti tekaŋ rāma manadhaḥ saŋ hyañja haji riŋ muhara, juru kakibatan, buyut
5. kakilagoyaŋ, °amiŋkiga si copet, °amiŋpat si cadar, °agurit si lumale, °añjuŋ°añjuŋ
“Inti dari isi prasasti ini adalah semua semua pelayan śrī maharaja tidak diperbolehkan masuk ke desa Kamtan. Nama jabatan para pelayan itu adalah seperti yang tertulis dari lempeng A baris 1 hingga akhir baris 5.
“Lempeng B, berisi tentang hukum yang tidak boleh dilanggar seperti, membiarkan mayat berada di halaman tanpa diketahui sebabnya, menuduh tanpa bukti, memperluas batas halaman tanpa bukti, mengeluarkan senjata tajam dan lain-lain,” jelas Mbah Gun.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara