Asadha adalah salah satu hari raya umat Buddha untuk memperingati pembabaran Dhamma dari Buddha, atau bisa disebut dengan Dhammacakkapavatannasutta.
Sama halnya dengan Asadha di Vihara Dhammapala, Deplongan, Wates, Getasan, Kab. Semarang pada Kamis (9/8). Asadha ini dihadiri oleh Bhante Cattamano, Bhante Dhammamitto, Samanera Sacca, Atthasilani Cittakalyani, Atthasilani Metta Nurcahya, dan umat Buddha Dusun Deplongan dan juga mahasiswa STAB Syailendra.
Kebaktian kali ini terlihat rapi dan khidmat. Setelah pembacaan paritta suci dilanjutkan Dhammadesana oleh Bhante Cattamano.
Baca juga: Umat Buddha Rayakan Asadha di Candi Borobudur
“Kalau Buddha tidak membabarkan Dhamma pada bulan Asadha, kita tidak akan bertemu dengan agama Buddha,” uraian tersebut mengawali Dhammadesana Bhante malam itu.
“Ada tiga hal yang menjadi peringatan Asadha, pertama pemutaran roda Dhamma, terbentuknya Sangha, dan lengkapnya Tiratana,” tegas Bhante.
“Apa yang diajarkan Buddha kala itu kepada lima bhikkhu? Buddha membabarkan persoalan yang dialami umat manusia di dunia ini. Kesunyataan yang diajarkan Buddha akan tetap dialami. Pertama, hidup tidak akan lepas dari dukkha penderitaan, jangan memaknai dengan sempit artinya.
“Buddha menyampaikan bahwa kelahiran itu penderitaan. Kita dapat merenungkan ketika ada bayi lahir langsung menangis. Hal itu menandakan bahwa dia hidup. Kalau tidak menangis maka dokter dan bidan yang stres. Mereka memasukkan bayi ke air hangat lalu ke air dingin supaya bayi kaget lalu menangis. Itu menandakan bahwa hidup adalah penderitaan.
“Kedua, ada banyak faktor yang menyebabkan manusia mengalami penderitaan, di antaranya karena perubahan, batin serta jasmani yang tidak ada inti yang sebenarnya, dan yang paling inti adalah karena nafsu keinginan dan kemelekatan.
“Kita beruntung dapat lahir sebagai manusia, dapat mengerti Dhamma. Tapi tidak terlepas dari penderitaan, tidak lepas dari penyakit, usia tua, dan sakit. Semua bisa mengalami sakit, tidak hanya umat Buddha saja.
“Ketiga, lenyapnya penderitaan adalah dengan menghilangkan kotoran batin yang meliputi keserakahan, kebencian, dan iri hati.
“Keempat, jalan menuju lenyapnya penderitaan atau biasa disebut jalan arya berunsur delapan yang diawali dengan pandangan benar (menyadari hukum kesunyataan, sadar bahwa hidup tidak kekal, dan semua hal pasti ada akibatnya); pikiran benar (bebas dari iri hati, kebencian, dan keserakahan); ucapan benar (ucapannya baik); usaha benar; mata pencaharian benar; daya upaya benar; konsentrasi benar; dan samadhi benar (meditasi),” pungkas bhante mengakhiri Dhammadesananya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara