• Wednesday, 25 July 2018
  • Junarsih
  • 0

Hidup bahagia pasti diinginkan oleh semua manusia. Baik bahagia karena memiliki pasangan, anak, kekayaan, maupun bahagia karena menolong orang lain. Adapula orang-orang yang bahagia karena melepas. Ya, itulah kehidupan bahagia yang sesungguhnya, dengan “melepas”.

Begitu pula dengan kegiatan Pabajja Samanera dan Atthasilani yang berlangsung sejak (8-23/7) di Mendut. Peserta samanera berjumlah 43 dan peserta atthasilani berjumlah 34. Para peserta datang pada Rabu (4/7) untuk registrasi, dan mulai berlatih atthasila hingga penahbisan pada Minggu (8/7).

Proses penahbisan dengan Upajjhaya Bhante Pannyavaro dan Bhante Jotidhammo, serta beberapa bhikkhu pendamping lainnya. “Praktik melepas semaksimal mungkin,” tegas Bhante Pannyavaro dalam Anusasana pertamanya (8/7).

“Tentu caranya tidak harus memakai jubah kuning dan putih, tapi mentalnya, pikirannya. Apa gunanya kalau pikirannya mengembara ke mana-mana?” sambung Bhante Pannyavaro.

Beliau juga menyatakan bahwa latihan Pabajja Samanera dan Atthasilani ini harus memerhatikan diri sendiri, “Saya dengan tegas mengatakan, memerhatikan dirinya sendiri, bukan orang lain.” Pesan Bhante Pannyavaro bermaksud agar para peserta dapat menjalankan latihannya dengan baik, menjaga ketenangan agar latihan peserta yang lain tidak terganggu.

Baca juga: Bhikkhu Sri Pannyavaro: Cinta Kasih Mengajarkan Kita Menerima Perbedaan

“Para peserta yang mengikuti program ini tidak hanya belajar, tetapi praktik meditasi dan melepas. Memang sulit, tapi kalau sudah menjadi kebiasaan, pasti tidak sulit. Mulai dari hal-hal sederhana, kalau ada lampu yang menyala padahal sudah siang, ya dimatikan, bukan saya menyalahkan. Kamar mandi dengan pintu terbuka juga ditutup. Pesan ini disampaikan agar para peserta terbiasa melakukan hal-hal sederhana yang bermanfaat.

Latihan pabajja di Mendut ini juga terjadwal dengan rapi, para peserta dapat melihat jadwal kegiatan sehari-hari di papan pengumuman. Agar kegiatan berjalan dengan lancar, para peserta harus mematuhi dan mengikuti jadwal yang ada. “Tidak usah banyak angan-angan atau ekspektasi, saya jadi samanera akan tenang meditasi, mencapai arahat.

“Tapi setelah dijalani kok kayak gini? Saya nggak dapat apa-apa? Keajaiban nggak ada? Kok gini ya? Dalam bahasa Jawa yaitu pangarep-arep (keinginan). Supaya tidak kecewa, yaitu ikuti saja jadwal. Jadwal meditasi ya meditasi, setelah makan cuci sendiri alat makannya. Malam selesai belajar, jangan begadang, nanti ketika waktunya bangun,  tidak bisa bangun. Meditasi ya meditasi. Belajar ya belajar.”

Pada akhir anusasana, bhante menyampaikan, “Apa yang dilakukan para atthasilani dan samanera akan dilihat oleh keluarganya, tetangga, anak-anaknya. Mulai dari mematikan listrik, menelungkupkan gayung, dan menutup pintu kamar mandi. Apalagi kalau tempat tidur teman kita ikut dibereskan. Dimulai dari diri sendiri, kalau tidak keras, tidak disiplin, bagaimana mau membimbing orang lain?”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *