• Saturday, 29 May 2021
  • Yulia
  • 0

Pecahnya tindak kekerasan antara Israel dan Palestina mengundang suara dan komentar dari seluruh dunia. “Israel punya hak untuk membela diri” Ungkap Presiden AS Joe Biden, merupakan ungkapan dengan nada yang sama dari presiden AS terdahulu. Negara yang baru terbentuk modern ini, Mei 1948, Negara dan komunitas Global Yahudi terbentuk selalu menjadi topik diskusi hangat, demikian Palestina selalu menjadi anak tiri dalam diskusi akan hal ini.

Sekali seseorang atau kelompok tertentu menjadi tak berkarakter, mereka akan dengan mudah dan cepat di kukuhkan sebagai penjahat. Ini diakui oleh seorang akademisi Palestina Edward Said mengungkapkan: “Semua orang juga tau kalau mencoba mengeluarkan pendapat di Media strategis AS atau Israel benar-benar sulit; sebaliknya, jika mengungkapkan pelecehan kepada Arab baik itu orangnya atau budayanya, atau Islam sebagai sebuah agama, merupakan sebuah hal mudah. ” (Slate)

Ini ada sejarahnya. Pembahasan dunia Barat akan Israel dan kekuatan negaranya sebagai sebuah tempat aman akan hasil pengorbanan mereka-mereka telah bertahan dalam menghadapi periode mengerikan dalam kemanusiaan, Sudah atau Holocaust. Nyatanya, orang-orang Yahudi telah lama didiskriminasi dan menjadi target kekerasan. Ini merupakan sebuah sejarah yang tidak bisa dilupakan, karena sisa-sisa kekerasan tersisa dan harus dilawan ketika itu muncul.

Namun diskusi ini masih menyisakan orang yang hidupnya sangat terimbas akan terbentuknya Israel dan hidupnya terombang-ambing setiap hari oleh militer Israel : orang Palestina.

Sekarang, lebih dari 135 negara yang terdaftar di PBB mengakui Palestina sebagai sebuah kedaulatan yang berdiri sendiri, yang sebagian besarnya diduduki oleh Israel tanpa adanya Legalitas yang jelas, menurut dalam Penyelesaian keamanan PBB 2334. Namun, Israel dan beberapa negara lainnya termasuk AS tidak mengakui kedaulatan Palestina. Ini memperpanjang daftar tutup mulut dan menghapus orang-orang yang hidup dalam bayangan bahaya nuklir dan di daerah yang penuh konflik.

Kami sebagai masyarakat global sangat kecewa akan apa yang terjadi dengan manusia yang terimbas oleh apa yang terjadi. “Israel punya hak untuk membela diri mereka sendiri. ” Betul. Namun dari siapa? Dan sampai bagaimana? Sewaktu tulisan ini dibuat, serangan udara Israel sudah membunuh setidaknya 227 orang, termasuk 64 anak-anak Palestina. Mereka sudah merusak 1,000 rumah dan mengakibatkan 75,000 orang tak berumah dan terkocar-kacir. Air bersih susah didapati di beberapa tempat dan makanan juga agak sulit di dapatkan. Israel tidak punya hak untuk membunuh anak-anak. Negara manapun tidak punya hak.

Kita harus melihat orang Palestina apa adanya: Manusia yang layak mendapatkan keamanan, perawatan dan kesempatan. Seperti umat Buddha dimanapun di dunia, kita bisa lihat Israel dan Palestina sebagai tetangga kita. Laurie Zoloth, seorang religius dan bioethicist dari Universitas Chicago Divinity School mengingatkan kita: “Kita punya kewajiban untuk tetangga kita. Bukan karena kepentingan kita, namun karena itu hal yang benar di lakukan, hal yang etis untuk dilakukan. “

Jika ada yang membunuh anak Israel, kita akan protes, menuntut mereka untuk berhenti. Dan sekarang, saat ada yang membunuh anak Palestina, kita tidak bisa diam. Sarah Brammer-Shlay, seorang murid feminis rabbinical menuliskan:

Hallo teman-teman Yahudi. Jika kamu menolak bersuara akan penindasan yang dilakukan Israel kepada Palestina itu karena kamu takut akan penolakan sosial, karena kamu tidak bersuara dan jujur ketika ketidakadilan akan merugikan mu di waktu panjang… ketika kita tidak jujur, kita sudah mematikan rasa kemanusiaan di atas kematian orang Palestina. Kamu tidak sendiri sebagai seorang Yahudi melihat kekerasan itu ini. Ada ribuan orang Yahudi lainnya yang mendukungmu. (Twitter)

Hallo teman-teman Yahudi. Jika alasan mu tidak bersuara akan penindasan kepada Palestina adalah karena kamu takut di jauhi, tapi kalau kamu terus diam kamu akan lebih menderita di masa depan.
-Sarah Brammer-Shlay

Di sini sampai ke dimensi konflik, dimana kita hanya mendengar: banyak orang Yahudi terganggu dengan perlakuan Israel kepada tetangga mereka orang-orang Palestina. Percakapan sering terkotak ke orang Yahudi melawan Palestina atau Yahudi melawan Muslim atau Arab. Semua ini problematis untuk beberapa alasan, namun Israel sebagai negara bukan orang Yahudi yang hidup di jajaran pandangan politik dan juga praktik beragama serta kepercayaannya.

Semakin kita bisa melihat kekaburan dari batasan dan peningkatan kompleksitas, semakin mudah kita bisa melihat kemanusiaan dan manusia hidup dari yang terlibat. Guru Anglo-Irish Buddhis Thanissara berkata ini dalam perenungannya pada tahun 2016:

Dinamika Israel-Palestina panas, terpecah belah, dan penuh dengan masalah, terlalu banyak untuk disebut apalagi untuk bernegosiasi. Kebanyakan orang tidak mempedulikannya dan lebih memilih untuk menyelesaikan kubus rubik dengan mata tertutup daripada mencoba untuk menyelesaikan konflik di Timur Tengah dalam harmoni dan kolaborasi. Namun semua konflik cenderung mengerucut ke sebuah hal umum, yang kenapa, solusi ideal terlihat semu, jalan tengah bisa di dapatkan melalui pengakuan akan penderitaan manusia dan aspirasi yang sama. (Thanissara Dharma)

Jalan tengah di sini membutuhkan kita untuk melepas pandangan lama dan identitas kaku, untuk mengakui kompleksitas hidup manusia di wilayah ini dan adanya perbedaan kekuatan yang besar di konflik ini. Seperti yang sudah di lihat di AS pada belakangan ini, perlu kekuatan besar untuk usaha melihat bahwa orang kulit hitam penting dan disitu, sebagai sebuah masyarakat, orang Amerika harus mengakui ketidak setaraan ini, Israel juga harus menelaah perlakuan tidak adilnya kepada Palestina, dan begitu pula dengan grup dominan dalam masyarakat di dunia.

Ada penderitaan. Ada pekerjaan yang perlu di lakukan. Semoga kita menjadi yang melakukan itu.

Dengan adanya sejarah dari tindakkan (karma), nampaknya solusi apapun tidak akan ada yang cepat atau menyelesaikan dengan penuh. Seperti kontributor reguler Buddhistdoor Sensei Alex Kakuyo bilang, akan baik jika kita bisa menjaga harapan yang realistis.

[youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=YPIIrpd_xwM” width=”560″ height=”315″]

Terjemahan dari: Buddhistdoor Global

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *