• Wednesday, 17 October 2018
  • Ngasiran
  • 0

Memiliki karir cemerlang, harta melimpah, tinggal di tempat mewah dengan keluarga “sempurna” bukan jaminan memiliki hidup bahagia. Anjasmara, Avi Basuki, dan Dipha Barus adalah tiga contoh nyata para pesohor tanah air yang pernah merasakan tidak bahagia, meski menurut takaran masyarakat mereka adalah contoh orang yang sukses!

“Pada tahun 2000’an saya mendapat cobaan terindah dalam hidup saya. Saya punya segalanya, istri cantik, punya karir yang baik, bahkan banyak yang mengatakan Anjasmara adalah yang terbaik dengan berbagai penghargaan. Tetapi di saat seperti itu, saya merasa ada sesuatu yang kurang, ‘kok saya tidak beneran happy ya? lalu apa arti hidup saya? syuting, terima honor, belanja-belanja kemudian untuk apa?” kata suami Dian Nitami ini dalam acara mindful project pada Minggu (14/10) di XXI Lounge, Ciputra World, Surabaya.

Di saat kegelisahannya memuncak, berbagai pertanyaan kemudian muncul dalam batinnya. “Sebenarnya tugas saya apa di dunia ini?” Dari pertanyaan introspektif tersebut, Anjasmara mulai mengenal dunia meditasi. Berbagai metode meditasi pernah dijalaninya, tetapi yang benar-benar cocok baginya adalah meditasi Buddhis.

“Saat itu saya menghabiskan hidup di luar rumah untuk syuting. Ketika ada waktu senggang saya pergi ke toko buku, saya mendapat buku panduan meditasi Buddhis. Setelah saya praktikkan ternyata bekerja, saya mendapat pencerahan di dalam diri, saya merasakan sesuatu yang luar biasa,” jelasnya.


Anjasmara

Anjasmara sebagai seorang artis yang dituntut untuk memiliki penampilan yang bagus kemudian memadukan meditasi dengan olahraga. “Saya berpikir bagaimana caranya badan saya tetap bagus dan pernapasan saya semakin baik tapi pikiran saya juga tenang. Setelah melakukan penelitian, yoga adalah jawabanya, yoga dan meditasi ini membuat saya dapat menikmati hidup,” pungkasnya.

Anjasmara adalah satu dari sembilan narasumber acara konferensi yang membahas kebahagiaan hidup. Mereka adalah Ven. Guo Jun Fa Shi, Reza Gunawan, Dipha Barus, Avi Basuki, Nayra Dharma, Helga Angelina, Mouly Surya, dan Yasa P. Singgih.


Avi Basuki

Kisah yang hampir sama juga dialami oleh Avi Basuki. Model terkenal pada era 80’an hingga tahun 90’an ini pernah tinggal selama 18 tahun di Milan, Italia. “Kehidupan saya oke sih, hidup di kota besar, kota yang sangat indah, saya juga sangat menyukai Eropa, tetapi saya merasa masih ada yang kurang. Hanya seperti menjalani; ke kantor, kerja, bayar tagihan, saya besarkan anak saya. Setelah beberapa tahun saya baru merasa ini bukan hidup yang sebenarnya,” katanya.

Untuk merubah hidupnya Avi kemudian pindah ke Bali. “Ternyata di Bali juga tidak mudah, apalagi setelah saya bilang mau berubah. Bayangan-bayangan saya, debu-debu yang selama ini saya umpetin di Milan satu persatu keluar dan harus saya hadapi satu per satu.”

Untuk menghilangkan debu-debu keburukannya itu Avi mulai menempuh mindfulness dengan menyanyikan mantram-mantram. “Sekarang saya ketika ditanya apa kabar saya bisa menjawab ‘I am great’, dan great-nya ini benar-benar great.


Dipha Barus

Cerita Dipha Barus mengatasi rasa depresinya tak kalah menarik. Salah satu DJ dan produser musik kebanggaan tanah air ini mengaku sering tegang akibat trauma di-bully dilingkungan sejak kecil. Trauma ini memengaruhi penampilannya di atas panggung, dan membuatnya merasa selalu ada yang kurang dari setiap penampilannya.

“Dari kecil ketika di tengah keramaian saya selalu tegang, jarang punya teman. Hingga pada tahun 2010 saya ikut meditasi di Dharmavangsa Square dengan metode self feeling. Meditasi ini membawa saya ke mindfulness,” terangnya.

Setelah meditasi, Dipha Barus mulai menyadari rasa “selalu ada yang kurang” itu adalah akibat trauma di-bully sejak kecil. “Setelah rutin melakukan meditasi, trauma itu nggak pernah kambuh, nggak tegang lagi, mulai berani bersosialisasi dan nge-DJ lagi di festival,” terangnya.


Sesi meditasi bersama

Hidup bahagia 

Mindful project merupakan konferensi pertama di Indonesia yang membahas mengenai hidup dengan penuh kesadaran. Acara ini digagas sebagai upaya untuk memperkenalkan sebuah budaya gaya hidup baru yang didasarkan pada nilai kesadaran atau mindfulness untuk masyarakat Indonesia.

Tiga pengalaman dari tiga pembicara di atas merupakan contoh nyata bagaimana meditasi hidup berkesadaran membantu orang untuk bahagia di tengah kesibukan sehari-hari. “Kami percaya dengan mempraktikkan hidup yang mindful (penuh kesadaran) dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat orang hidup bahagia dan lebih positif,” terang Hendrick Tan saat memberi penjelasan pada rekan-rekan media.

Sedangkan menurut Anthony Soehartono, salah satu penggagas acara ini berharap setelah mengikuti acara ini masyarakat yang hadir bisa lebih bahagia dalam menjalani hidup. “Seluruh kebahagiaan dan kesedihan dalam hidup dapat kita atur dengan mindful.”


Nayra Dharma

Kemasan milenial

Salah satu yang membuat acara ini berbeda dengan acara-acara Buddhis lain adalah mindful project dikemas sesuai dengan generasi milenial. Tanpa sambutan yang membosankan, sajian musik, sembilan narasumber dengan teknik penyampaian yang juga mengajak para peserta untuk prakti mindful dengan metodenya masing-masing.

“Kita mengombinasikan tidak hanya satu arah saja, kita akan banyak berinteraksi, melakukan aktifitas bersama-sama. Meditasi pernapasan bersama-sama, meditasi dengan menyanyi, jadi saya yakin acaranya tidak akan membosankan,” jelas Stanley Prayogo dalam kepada awak media.

[youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=GTJTgeycMY4″ width=”560″ height=”315″]

 

Astakosala Volk membuka acara ini dengan menampilkan dua lagu, Bhanawa Sekar dan Alamkara Kakawin Hanang Nirartha, Syair Kakawin Jawa Kuno dengan iringan musik modern mampu membius para hadirin sekaligus mengondisikan atmosfer yang lebih teduh ke pemateri pertama.

Avi Basuki sebagai pembicara pertama pun tak hanya berbagi pengalamannya dalam mencari kebahagiaan hidup yang sejati. Avi juga mengajak hadirin untuk melakukan meditasi yang dilanjut dengan nyanyian mantram-mantram yang menyembuhkannya.


Sesi diskusi yang dipandu oleh Dr. Yudhi Gejali dengan narasumber Helga Angelina, Yasa Singgih, dan Mouly Surya

Sepanjang acara diikuti dengan antusias dan penuh kegembiraan oleh para peserta. Tepuk tangan dan gelak tawa membuat riuh suasana saat narasumber melontarkan humor, hening saat narasumber mengajak praktik meditasi. Seperti saat Zen Master Guo Jun sebagai pembicara pamungkas mengawali dengan praktik meditasi. Serentak seluruh peserta melakukan praktik meditasi.


Zen Master Guo Jun

Acara ditutup dengan indah oleh nyanyian Nayra Dharma, petikan gitar yang lembut dan vokal yang mampu menembus sore itu dengan kedamaian menambah suasana yang sungguh bermakna.

Kemasan milenial ini yang membuat mindful project diminati banyak orang. Bahkan saat dibuka pendaftaran, tanpa menunggu lama target 300 orang langsung terpenuhi. “Acara ini asik, sangat bagus saya berharap ini bisa dibawa ke seluruh Indonesia ya, karena ini bisa menyembuhkan banyak orang, sangat dibutuhkan untuk orang Indonesia,” tutur Dipha Barus, saat ditemui BuddhaZine di akhir acara.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *