• Friday, 27 September 2024
  • Surahman Ana
  • 0

Foto     : Dok. Cetiya

Pada Selasa (24/9/2024), sekelompok umat Buddha melakukan aksi sembahyang di tengah jalan sebagai bentuk peromohonan agar cetiya tempat ibadah mereka tidak ditutup. Aksi ini dilakukan oleh umat Cetiya Permata Dihati yang berlokasi di Perumahan Taman Kencana Blok C4 No. 14A Rt. 005/Rw. 012 Kelurahan Cengkareng Barat, Kecamatan Cengkareng Kota, Jakarta Barat.

Aksi yang dilakukan umat merupakan bentuk protes atas tuntutan penutupan cetiya dari sekelompok pengurus Rukun Warga (RW) setempat yang mengatasnamakan forum warga. Berdasarkan keterangan yang diterima BuddhaZine dari beberapa pihak termasuk pengurus cetiya yang didirikan sejak tahun 2013 tersebut, keberadaan cetiya dengan segala aktivitas umatnya dianggap mengganggu warga oleh pengurus RW setempat. Hingga muncul aksi dari salah satu pengurus RW pada saat upacara ulang tahun Dewi Kwan Im yang digelar oleh umat pada tanggal 24 Juli 2024 lalu.

“Sebenarnya upacara ini sudah menjadi kegiatan rutin tiga kali dalam setahun, dan sudah sejak lama kami menggelar acara ini. Namun pada gelaran terakhir di bulan Juli lalu ada seorang wakil RW yang tiba-tiba membunyikan klakson terus menerus dan keras sekali dari jarak sekitar 20 meter dari lokasi. Tidak hanya sampai di situ, bahkan sampai motornya ditaruh di tengah-tengah upacara kami, sambil marah-marah” terang Romo Ahai selaku pengurus cetiya pada BuddhaZine, Rabu (25/9).

Perilaku wakil RW tersebut kemudian dilaporkan oleh pihak cetiya kepada kepolisian yang akhirnya memicu permasalahan semakin besar. Romo Ahai menjelaskan bahwa permasalahan berlanjut dengan adanya demo dari sekelompok warga atas provokasi RW setempat, yang dilakukan secara ilegal di depan Kantor Kelurahan. Beberapa alasan yang mendasari aksi demo tersebut di antaranya adalah; kegiatan umat mengganggu warga karena penutupan jalan; kegiatan tersebut menyebabkan kebisingan; permasalahan parkir; hingga pada persoalan IMB rumah ibadah.

Namun demikian, menurut salah satu umat cetiya, Sancarlous, alasan-alasan yang disampaikan pihak pengurus RW tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa tidak semua warga turut serta dalam aksi demo tersebut, banyak warga yang juga membela pihak cetiya.

“Menutup dengan menggunakan dan meminjam jalan itu berbeda, kami tidak menutup sepenuhnya dan kami juga masih memikirkan agar sebagian jalan masih bisa digunakan oleh warga, terus kegiatan ini juga sudah mendapatkan ijin dari pihak-pihak terkait. Mereka juga menggiring opini bahwa acara dengan menggunakan tambur dan segala macam ini terkesan setiap hari atau seminggu sekali, padahal setahun hanya tiga kali dan hanya 2 jam sekali acara,” ungkap Sancarlous.

Sementara untuk permasalahan IMB, Sancarlous menjelaskan bahwa pendirian cetiya dengan vihara berbeda dalam hal perijinan bangunan. “Kalau cetya ijinnya boleh apa saja, kecuali vihara. Kalau vihara kan memang ijinnya harus rumah ibadah, tapi kalau cetya tidak perlu, kan ini kalau di saudara Muslim seperti Mushola,” tambahnya.

Untuk mengurai permasalahan ini, dilakukan mediasi oleh pihak kelurahan setempat bersama pihak kecamatan. Mediasi pertama pihak kelurahan memanggil pengurus cetya untuk melakukan klarifikasi permasalahan. Berlanjut mediasi kedua pada Jumat (20/9) yang mempertemukan pengurus RW dan pengurus cetiya.

Mediasi nampaknya belum bisa menyelesaikan masalah, dikarenakan pihak pengurus RW belum menerima dan masih membantah poin-poin yang disampaikan oleh pihak kelurahan. Kemudian mediasi dilanjutkan pada Senin (22/9) yang melibatkan pihak kecamatan, namun lagi-lagi penyelesaian masalah mengalami kebuntuan karena pihak pengurus RW belum menerima solusi yang diupayakan oleh pihak kelurahan maupun kecamatan.

“Kemarin juga kami sudah dibantu menyusun draf tertulis sama Pak Camat, memang pada mediasi Jumat belum tertulis. Kemudian pas Selasa melanjutkan membuat draf penyelesaiannya. Tetapi butir-butir yang tertera dalam draf selalu dibantah lagi oleh mereka dengan berbagai alasan,” ujar Sancarlous.

Untuk menyelesaikan permalasahan ini, pihak Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) juga turut medampingi umat dalam mediasi. “Karena kita hanya ingin mencari keadilan, sementara mereka memainkan media. Yang mereka tuduhkan ke kami sudah sampai ke Lurah, Camat, bahkan sampai ke Dewan juga. Tanggapan-tanggapan yang bisa kami akomodir selalu diakomodir, biar ketika kita beribadah tidak mengganggu dan juga tidak terganggu, jadi sama-sama berjalan dengan damai,” terang Romo Suyanto, Ketua PD MBI DKI.

Hingga berita ini terbit, permasalahan juga masih belum menemukan titik terang peyelesaian. Saat ini umat Cetiya Permata Dihati masih menunggu resolusi dari kelurahan dan berharap permasalahan selesai dengan tidak merugikan salah satu pihak.  

“Sampai saat ini kami masih menunggu resolusi dari pemerintah khususnya kelurahan dengan Rw dan warga. Tapi intinya kami sebagai umat selalu mendukung keputusan dari kelurahan atau kecamatan. Bagi kami kelurahan dan kecamatan sudah terbukti benar dan sudah belerja dengan baik sesuai tugasnya sebagai penengah masalah, maka kami percaya kepada kelurahan dan kecamatan,” tutup Sancarlous.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *