• Friday, 8 May 2020
  • Ngasiran
  • 0

Pandemi Covid-19 tak menghalangi umat Buddha untuk tetap menjalankan puja bakti detik-detik Waisak. Tahun ini, purnama sempurna sebagai tanda detik-detik Waisak 2564 TB/2020 terjadi pada hari Kamis (7/5), pukul 17.44:51.

Di Vihara Mendut, puja bakti detik-detik Waisak dilaksanakan menggunakan standard pencegahan penularan Covid-19. Puja bakti hanya diikuti oleh 10 orang samana; para bhikkhu, samanera, dan beberapa umat yang mengenakan masker, dan pengaturan jarak duduk.

Berdasarkan pantauan BuddhaZine melalui streaming youtube Buddha Dhamma Indonesia’s broadcast, puja bakti dimulai pada pukul 16.00 WIB. Dari awal sampai akhir tayangan langsung itu paling tidak disaksikan oleh 1.700 orang lebih.

Puja bakti dimulai dengan prosesi. Para bhikkhu diikuti beberapa umat berjalan dari kuti bhikkhu menuju ruang dhammasala, Vihara Mendut.

Dipimpin langsung oleh Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, para bhikkhu melantunkan paritta-paritta suci yang meneduhkan jiwa. Selain Bhante Pannyavaro, tampak juga beberapa bhikkhu senior hadir dalam puja bakti terbatas itu. Seperti Bhante Jotidhammo, Bhante Santtacitto, dan lain-lain.

Tanpa pemandu acara, usai membacakan paritta-paritta suci Bhante Sri Pannyavaro langsung menyampaikan pesan Waisak.

Bhante Sri Pannyavaro dalam pesan Waisaknya mengajak seluruh umat Buddha untuk meningkatkan kepedulian, dan gotong royong dalam menghadapi pandemi Covid-19.

“Pada tahun ini umat Buddha Indonesia bersama dengan segenap masyarakat Indonesia, juga umat Buddha dunia, bahkan penduduk dunia dalam suasana yang tidak mudah. Suasana yang sulit karena wabah Covid-19. Puluhan ribu saudara-saudara kita meninggal dunia. Berjuta-juta, mungkin ratusan juta penduduk dunia yang tekena dampaknya. Kondisi ini memang menyulitkan, penderitaan bahkan mungkin sangat menderita bagi mereka yang mengalami musibah yang sangat berbahaya ini,” kata bhante mengawali pesannya.

Pada saat pandemik seperti ini, menurut bhante, saling menjaga, saling membantu meringankan penderitaan mereka yang terdampak bukan hanya pilihan. Itu sebuah keniscayaan. “Nenek moyang kita memiliki sesanti, yaitu gotong royong. Sesanti itu saya rasa telah ada jauh sebelum Syailendra, dan Sriwijaya. Gotong royong adalah jati diri bangsa ini,” terang bhante.

“Guru agung kita menunjukkan kepada kita hukum patticasamupada, di alam semesta kita semua saling berhubungan. Kita tidak mungkin hidup sendiri, mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita sendiri. oleh karena hidup kita bergantung pada banyak faktor, orang lain, juga alam semesta. Dengan demikian saling mengasihi, saling membantu, peduli kepada mereka yang menderita bukan pilihan, tetapi keniscayaan,” kata bhante menegaskan.

Selesai menyampaikan pesan Waisak, acara dilanjutkan dengan meditasi detik-detik Waisak. Meditasi masih dipimpin oleh Bhante Sri Pannyavaro dengan durasi 15 menit, sampai purnama sempurna.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *