
Quarter life crisis secara umum dapat diartikan sebagai krisis di usia seperempat baya, yaitu antara usia 25-35 tahun. Kemudian kenapa bisa disebut dengan ‘Krisis’? Krisis itu biasanya identik dengan masa-masa yang penuh gejolak, entah itu gejolak emosi, gejolak pikiran, gejolak keinginan, dan lain-lain.
Karena usia sekitar 25 tahun ini bisa dibilang bukan usia remaja lagi. Perubahan-perubahan besar yang terjadi di masa itu kadang menimbulkan permasalahan atau konflik tersendiri. Secara umum setiap perpindahan satu periode kehidupan ke periode berikutnya, biasanya ada permasalahan-permasalahan tersendiri yang khas, unik dan berbeda di setiap masanya.
Dalam usia perkembangan dewasa awal sendiri, seseorang dituntut untuk bisa bersikap dewasa, siap untuk berumah tangga, sudah memiliki karier yang mapan, sudah ada calon pasangan hidup yang cocok, bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri, sudah tidak tergantung dengan orang tuanya, sudah bisa menghidupi kehidupannya sendiri, sudah memiliki jati diri, sudah bisa bermasyarakat dengan baik, dan sudah matang secara ekonomi, emosi dan pikiran.
Jika pertanyannya siapa saja yang akan mengalami quarter life crisis ini, tentu saja hampir setiap individu akan mengalaminya, baik itu pria maupun wanita. Namun ada beberapa hal yang menjadi pembeda quarter life crisis yang dirasakan pria dan wanita.
Salah satunya adalah karena wanita mengalami masa-masa seperti menstruasi, hamil, menyusui, dan melahirkan. Siklus hormonal yang berbeda antara pria dan wanita ini menimbulkan cara pandang yang berbeda pula terhadap setiap konflik yang dialami di usia seperempat baya ini.
Selain itu wanita membutuhkan ekspresi perasaan yang lebih luas dan leluasa untuk dapat mengungkapkan hal-hal yang dirasakannya, dibandingkan dengan pria yang cenderung lebih banyak diam ketika menyikapi sebuah konflik. Juga secara sosial, wanita menjalankan banyak peran dalam hidupnya, sebagai istri, ibu, anak, karyawan, dan lainnya. Tuntutan dari peran yang berbagai macam tersebut menambah jumlah stimulus stress yang berbeda pada wanita.
Quarter life crisis ini tentu merupakan hal yang tidak bisa dihindari setiap individu, terutama wanita. Namun tentu kita perlu mengetahui konflik apa saja yang terjadi di quarter life crisis ini dari sudut pandang seorang wanita.
Selain permasalahan idealisme dan cita-cita masa depan, wanita di masa usia 25 tahunan, biasanya akan sering dihadapkan pada pertanyaan “Kapan nikah?”, atau pertanyaan-pertanyaan sejenis seperti “Mana calon kamu?”. Tuntutan-tuntutan dan harapan masyarakat seperti ini nampaknya akan selalu ada dan menjadi tantangan tersendiri bagi seorang wanita di usia seperempat abadnya.
Nah, bagi seorang wanita di usia quarter life ini, banyak tantangan yang harus dihadapinya. Salah satunya adalah membekali diri mereka sendiri dengan kesiapan untuk berumah tangga, memilih calon suami yang baik, memiliki tingkat pendidikan yang baik, matang secara mental, ekonomi dan sosial. Tentu tidaklah mudah untuk bisa menyelaraskan berbagai hal ini sekaligus dalam waktu yang cukup singkat.
Salah satu tuntutan untuk lekas menikah ini, dapat menjadi pemicu tingginya stress dan tekanan di usia quarter life bagi wanita. Apalagi jika melihat banyaknya postingan-postingan di media sosial tentang teman-teman, tetangga atau saudara mereka yang sudah menikah, memiliki anak-anak dan menjadi ibu rumah tangga. Harapan untuk dapat segera menikah tentu saja ada dalam setiap diri wanita, namun kapan waktu yang tepat itu pasti akan berbeda-beda bagi setiap orang.
Selain tuntutan untuk segera menikah, wanita pada quarter life juga dihadapkan pada permasalahan finansial, yaitu bagaimana caranya ia dapat menghidupi dirinya sendiri terlepas dari orang tuanya.
Kemudian permasalahan relasi, juga biasanya ada penyesuaian tersendiri karena mulai banyak teman-temannya yang hilang, entah karena sudah mulai banyak yang menikah, pindah ke lain kota, mulai bekerja sehingga wanita pada masa ini dihadapkan pada penyesuaian akan masa yang baru dalam hal relasi.
Sedangkan relasi yang didapat dari dunia kerja biasanya tidak akan sekental dan senyaman ketika kuliah, karena situasi yang lebih formal, dan situasional.
Selain masalah relasi dan pernikahan, wanita juga harus memantapkan diri dalam memutuskan arah, bidang dan pencapaian karier yang terbaik untuk dirinya. Di masa-masa ini tentu wanita lebih membutuhkan support dan teman bicara untuk berdiskusi, namun pada kenyataannya relasi mulai renggang dengan teman-teman yang terdahulu, sedangkan orang tua juga menganggap anak perempuannya di masa ini sudah cukup dewasa untuk dapat memutuskan langkah dalam kehidupannya sendiri.
Banyak juga nilai-nilai yang harus kembali disesuaikan antara cita-cita masa lalu yang penuh dengan idealism. Meskipun pada kenyataannya tidak semua target, cita-cita dan harapan itu dapat menjadi kenyataan. Disinilah nilai-nilai yang telah dibentuk tersebut harus mengalami penyesuaian kembali atau mungkin harus berubah.
Banyaknya konflik keinginan, kebutuhan dan harapan yang terjadi di masa seperempat abad ini, selain bisa menimbulkan berbagai permasalahan suasana hati, gejolak emosi dan pikiran, ketidakberdayaan, putus asa maupun perasaan-perasaan cemas dan gelisah, namun juga tentu dapat menimbulkan aspirasi baru, pengalaman baru, pengetahuan baru, dan pola pemikiran yang baru dalam menghadapi situasi dan konflik dalam kehidupan.
Secara umum, ada beberapa fase dalam quarter life crisis itu sendiri, yaitu: pertama, perasaan terjebak dalam situasi yang sulit, entah itu dari pendidikan, pekerjaan, relasi, ekonomi, percintaan, dsb. Di fase ini seseorang akan merasa sangat sulit dan tidak nyaman, serta sangat berat untuk keluar dari situasi ini.
Bahkan ada kemungkinan seseorang akan mengalami depresi di masa ini. Kedua, seseorang merasa bahwa pasti akan ada perubahan/perbaikan situasi yang dialaminya. Mereka mulai melihat kemungkinan-kemungkinan dan kesempatan untuk mengubah situasinya. Ada sedikit harapan yang mulai muncul di masa ini untuk keluar dari quarter life crisis.
Ketiga, periode untuk menyusun kembali tujuan hidupnya. Biasanya harapan semakin tinggi karena sudah mulai ada pencapaian-pencapaian nyata dalam hidupnya yang membuat seseorang semakin bersemangat. Dan fase yang terakhir adalah meyakinkan diri kembali dan memastikan komitmen, aspirasi, nilai-nilai hidup dan tujuan hidup yang ingin dicapai.
Jika para generasi millennial telah sampai pada fase ini, dapat dikatakan bahwa ia cukup siap untuk menjalani segala tantangan dan kesulitan kehidupan, serta fase berikutnya dari quarter life itu sendiri.
Dari keempat fase ini, sebetulnya kita perlu sadari bahwa tidak ada masalah yang tidak berlalu, dan tidak ada konflik yang tidak berakhir.
Quarter life crisis bisa menjadi pengingat bagi seseorang untuk terus berjuang maju dalam hidupnya. Quarter life crisis adalah tentang ketidakpastian, dan dari situ pula, seseorang dapat menangkap bahwa tidak ada hal yang permanen di dunia ini, termasuk krisis yang dialaminya sendiri.
Terkadang, quarter life crisis membuat orang ingin terus berlari atau melawan. Namun, semakin jauh atau cepat orang berlari demi keluar dari krisis tersebut, bisa semakin nihil hasilnya. Alternatif tindakan yang bisa dilakukan saat badai quarter life crisis menerpa adalah mencoba menerima hidup pada saat ini walaupun belum benar-benar sesuai kehendak seseorang.
Mencoba untuk tetap bangkit berdiri, dan berani menghadapi tantangan apapun yang hadir dalam kehidupan kita, serta selalu aktif mencari solusi-solusi penyelesaian atas masalah yang kita hadapi seringkali adalah satu-satunya cara menghadapi situasi apapun dalam kehidupan ini, termasuk dalam melalui quarter life crisis. Selamat mencoba, semoga masa depan yang cerah segera menyambut kita semua.
Menarik kan ngikutin artikel dan tulisan di laman ini. Kalau masih penasaran, kami menyediakan tulisan-tulisan lain yang juga asik untuk dibaca mengenai dunia Psychology, Love, Life and Beauty dari Kak Rani dan Tim. Simak terus yah update artikel terbaru dari kami…