• Thursday, 2 December 2021
  • Hendry F. Jan
  • 0

Waktu baru menunjukkan pukul 15.00, tapi langit sudah gelap. Langit dipenuhi awan hitam. Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Hujan turun dengan sangat deras, membuat semua orang mencari tempat berteduh. Randy menepikan motor dan mencari tempat berteduh. “Wah … untungnya ada sebuah bangunan dengan teras yang luas,” pikirnya. Randy dan Jordy segera turun dari motor dan berteduh.

Tidak lama kemudian datanglah orang-orang untuk ikut berteduh di sana. Ada pedagang siomay, penjual bandrék, seorang kakek yang biasa membeli barang bekas, sepasang remaja, seorang nenek, dua orang ibu, salah satunya sedang hamil, dan seorang pemulung bersama anak perempuannya.

Suasana menjadi ramai oleh suara orang yang bercakap-cakap di tengah berisiknya suara tetesan air hujan. Terdengar suara pedagang siomay dan penjual bandrék yang mengeluhkan dagangan mereka belum laku. Ada suara sepasang remaja yang ngobrol soal tugas sekolahnya. Juga terdengar suara ibu yang menceritakan kehamilannya, dan aneka percakapan lainnya.

Kakek pembeli barang bekas menarik masuk gerobaknya agar majalah dan buku bekas yang dibelinya tidak terkena air hujan. Si kakek berdiri di dekat Randy. Randy memandang sekilas tumpukan majalah dan buku yang ada di gerobaknya. Mata Randy tertuju pada sebuah buku. Randy mengangkat buku itu, kemudian membuka sekilas untuk mengetahui isinya. Benar saja dugaannya, itu adalah sebuah diary, berisi catatan harian seseorang.

“Pak, boleh saya beli buku ini?” tanya Randy. “Boleh saja, asal cocok harganya,” jawab si kakek. “Ini saya bayar Rp 10.000,” kata Randy. “Terima kasih,” kata si kakek dengan wajah sumringah. Randy tahu, si kakek membeli buku itu paling 2 sampai 3 ribu rupiah per kilonya.

Tiba-tiba Randy merasakan ponsel di saku celananya bergetar. Randy mengambil ponsel dan membukanya. Dibacanya sekilas pesan WA yang masuk. “Berita duka. Meilani Ciendrawasih Cendana meninggal dunia kemarin malam. Beliau bersama adik perempuannya Ciendrakasih Cintami Cendana meninggal dunia karena tertimpa atap rumah mereka yang ambruk,” begitu pesan dari Sri Awani, sepupu Randy. Randy memandang ke langit-langit bangunan itu, lalu tersenyum. Akhirnya hari yang ditunggu datang juga, batinnya.

Jordy memandang ke sahabatnya yang tersenyum. “Ada kabar gembira apa? Kok senyum-senyum sendiri?” tanya Jordy. “Kedua tante yang menggelapkan uang 500 juta milik ayah saya tewas tertimpa atap rumahnya,” jelas Randy dengan penekanan pada kata “tewas” dalam ucapannya. Jordy langsung teringat curhat Randy kepadanya. Jordy dapat memahami dendam kesumat sahabatnya itu. Randy pernah berkata, “Semoga aku diberi kesempatan mendengar berita kematian mereka berdua. Bagaimana nanti matinya dua orang adik yang tega menipu kakak kandungnya. Demi membayar utang judi Sebastian Dominggo, anaknya, ia tega menggelapkan uang penjualan rumah warisan orangtua mereka. Aku akan berdana spesial dengan jumlah agak besar saat peristiwa itu terjadi,” janji Randy saat itu.

Dan sekarang adalah waktunya. Satu lagi yang membuat Randy muak, kedua tantenya itu yang dulu banyak mengajarinya teori bahwa jadi manusia itu harus baik, jujur, sopan, tau balas budi, sayang kepada keluarga, dan seabrek pesan moral lain, yang mereka sendiri tak melaksanakannya.

Randy mengamati sekelilingnya sambil menghitung dalam hati. “Perhatian sebentar bapak-bapak, ibu-ibu, dan adik-adik. Hari ini saya ada rezeki lebih, saya sudah niatkan untuk berbagi. Bapak penjual siomay dan penjual bandrék. Tolong buatkan 10 piring siomay dan 10 gelas bandrék. Bagikan kepada semua yang sedang berteduh di sini. Semuanya saya yang bayar,” kata Randy. “Yang bener nih?” tanya bapak pemulung. “Bener. Ayo Pak, buat dan bagikan sekarang,” lanjut Randy. Seketika terdengar tepuk tangan meriah dari semua orang di sana dan ucapan terima kasih kepada Randy.

  • * * * *

“Aku muak dengan orang-orang yang mengaku beragama tapi tingkah lakunya munafik. Kalau bicara soal agama, seolah dia adalah ahli agama, paling tau tentang isi kitab suci. Kalau ada yang melakukan hal yang dilarang agama, mereka seolah jadi Tuhan yang menghakimi. Kamu tidak patut masuk surga, neraka adalah tempatmu.”

“Dulu aku merasa sendiri dengan pemikiranku ini. Sampai aku ketemu beberapa orang dengan pandangan yang sama, meski kami berbeda agama. Mereka juga muak dengan tingkah laku munafik orang-orang di sekitar mereka. Bukan itu saja, para pejabat publik juga begitu. Saat berbicara di depan media, seolah mereka orang suci. Tapi apa yang diucapkan berbanding terbalik dengan tindakan di kemudian hari. Aksi seorang pejabat daerah yang viral, ia ngamuk saat sidak ke rumah sakit karena ada yang tertidur saat bertugas. Keren kelihatannya, seolah pejabat panutan. Tak lama kemudian ia ditangkap KPK.”

Randy menutup buku harian yang belum selesai dibacanya itu. Ia sepakat dengan pikiran pemilik diary itu. Randy juga mengalami hal yang sama. Saat ia berada di rumah ibadah, ia muak dengan sikap beberapa petinggi agamanya. Bicara tentang bersikap adil kepada sesama, tempat ibadah adalah rumah Tuhan, semua berkedudukan sama, tidak boleh ada yang diistimewakan. Tapi praktiknya, ia selalu mendewa-dewakan orang kaya. Umat dari kalangan biasa dipandang sebelah mata. Munafik!

Randy sependapat dengan pemilik buku diary dengan inisial TGH itu. Karena penasaran, Randy mencari tau siapa sih TGH itu. Randy bertanya kepada sang kakek, dari siapa ia membeli buku dan majalah bekas, yang salah satu bukunya dibeli Randy ketika mereka berteduh saat hujan deras hari itu. Ternyata TGH adalah Teguh. Seorang kakek yang tinggal sendiri, meninggal sekitar sebulan yang lalu. Istrinya telah lama meninggal dan anak semata wayangnya tinggal di luar kota.

Dari cerita beberapa orang di sekitar tempat tinggalnya, Kakek bernama Teguh itu adalah sosok orang baik, sering membantu siapa saja yang sedang kesusahan, meski beberapa orang mengatakan Kakek Teguh adalah manusia aneh. Kakek Teguh tidak pernah mau menjawab ketika ditanya soal agama. Kakek Teguh juga akan segera pergi saat obrolan masuk ke topik agama. “Dik, menurut saya, Kakek Teguh itu kemungkinan komunis, tidak punya agama. Dia nggak pernah kelihatan beribadah. Baik sih, tapi percuma. Dia nggak bakal masuk surga,” kata bapak berkumis lebat itu saat Randy ngobrol di warung kopi.

Randy menduga Kakek Teguh termasuk golongan agnostik. Sama dengan dirinya sekarang ini, Randy melabeli dirinya sebagai seorang agnostik, meski kata itu tak pernah terucap. Randy percaya ada Yang Mahakuasa, tapi tidak punya sebutan secara spesifik. Randy sekarang sudah tidak lagi mengunjungi rumah ibadah. Randy tidak peduli apa pandangan orang kepada dirinya. Yang penting ia tidak melanggar hukum dan norma setempat. Ia berusaha kehadirannya di dunia ini tak merugikan makhluk apa pun. Prinsip Randy saat ini, berusaha membantu semua makhluk semampunya, dan berbuat baik adalah wujud ibadahnya, itu saja.

Catatan:
Kisah dan tokoh dalam cerita ini hanyalah fiktif belaka, meski ada sebagian kecil yang terinspirasi dari kisah nyata. Jika ada kesamaan, itu hanya kebetulan saja.

Menurut KBBI: agnostik dalah orang yang berpandangan bahwa kebenaran tertinggi (misalnya Tuhan) tidak dapat diketahui dan mungkin tidak akan dapat diketahui.

Secara terminologi agnostik adalah orang yang memiliki pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan adalah hal yang tidak dapat diketahui. Agnostisisme tidak menyangkal keberadaan Tuhan secara mutlak. Berbeda dengan atéis: orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan (KBBI).

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Hendry F. Jan

Hendry Filcozwei Jan adalah suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.

Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

http://www.vihara.blogspot.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *