• Saturday, 2 June 2018
  • Maharani K
  • 0

Jawaban rubrik konsultasi psikologi BuddhaZine.com

Kepada Yth.
Ibu Maharani

Bu maharani, saya wanita 30 tahun sebut saja saya AW, saya ingin mengonsultasikan perihal pernikahan saya. Saya baru menikah pada 2017, saya menikahi seorang pria yang sudah saya kenal selama 4 tahun, selama kami berpacaran saya memang hanya mengenal luarnya saja, saya tidak mengenal teman-teman ataupun pergaulannya.

Menginjak usia pernikahan 2 bulan, saya baru mengetahui ternyata suami saya memiliki pacar laki-laki di luar sana, saya sungguh terpukul, saya shock luar biasa, saya tidak pernah membayangkan kehidupan pernikahan saya akan menjadi seperti ini…

Sampai saat ini saya belum memberitahu suami saya bahwa saya sudah mengetahui siapa dia sebenarnya, karena sampai saat ini saya tidak tahu harus berbuat apa, saya hanya bisa meratapi nasib.
Tapi saya tahu diam tidak akan menyelesaikan masalah, saya harus bertindak.

Tapi saya sungguh tidak tahu harus berbuat apa… Apakah perceraian menjadi satu-satunya solusi buat saya…

Saya sangat takut untuk melangkah… Saya takut kembali salah dalam membuat keputusan… Kiranya Ibu Maharani dapat memberikan sedikit masukan.

Terima kasih sebelumnya

Salam hangat,

AW

Dear Ibu AW,

Pasti saat ini Ibu berada dalam kondisi tertekan, kaget, dan terpukul mendapati kenyataan bahwa suami memiliki kekasih pria di luar sana. Hal ini pastilah sungguh sangat menyakitkan dan memilukan, mengetahui bahwa suami memiliki kekasih sesama jenis.

Kasus seperti ini ternyata sangat banyak sekali terjadi di era modern seperti sekarang ini, dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin populernya istilah LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender) dalam masyarakat kita.

Seharusnya memang dalam tahap pacaran, kedua belah pihak menjadikan momen-momen ini untuk saling mempelajari satu sama lain secara lebih cermat dan mendalam, sebelum masuk ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Namun terkadang, banyak individu pandai menutupi jati dirinya yang sesungguhnya sehingga pasangannya pun terkecoh selama bertahun-tahun pacaran.

Setelah menikah, barulah kedua individu ini semakin dekat dan intens dalam hal kebersamaan dan waktu, serta tinggal serumah, dan biasanya jati dirinya asli dari pasangan lebih banyak terungkap ketika sudah memasuki dunia pernikahan. Ini pun belum tentu menjamin semua identitas pasangan terungkap secara sepenuhnya.

Tanda-tanda suami gay

Namun pertama-tama yang harus dilakukan, Ibu AW harus mengamati dengan jelas, apakah betul suami Ibu ber’pacaran’ dengan seorang laki-laki di luar sana, atau baru sampai pada tahap dekat. Jika baru sampai tahap pendekatan, bisa dikatakan suami Ibu belum menjadi gay, meskipun tanda-tanda ke arah sana sudah tampak. Dan kemungkinan suami Ibu masih bisa ‘diselamatkan’ dari kehidupan percintaan sesama jenis.

Tahap kedua yang bisa dilakukan, cobalah untuk saling terbuka dan jujur mengenai kehidupan seksualitas Anda berdua, dari situ Ibu bisa memancing pembicaraan mengenai arah orientasi seksual suami. Apakah suami tertarik untuk membicarakan masalah-masalah seksual dengan Anda, atau nampak menghindar dan malas untuk melanjutkan.

Jika responnya yang kedua, Ibu bisa melanjutkan pembicaraan dengan mulai memancing suami mengenai kehidupan lelaki gay. Biasanya seorang gay yang sudah menikah, akan bersikap ‘homofobia’, alias anti secara berlebihan terhadap para gay. Namun ini justru bisa menjadi salah satu tanda bahwa suami Ibu memang benar seorang gay.

Kemudian hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah mengenai bagaimana kehidupan seksual Ibu dan suami. Apakah bergairah ketika di ranjang? Atau suami bersikap dingin, acuh tak acuh, dan sering menghindar meskipun sudah diberikan pancingan-pancingan untuk berhubungan seksual dari Ibu?

Kemudian hal berikutnya, apakah suami Ibu terlihat terlalu sensitif dan berperasaan lembut, terutama menyangkut teman-teman prianya? Misalnya bersikap protektif berlebihan terhadap salah satu teman prianya, sering menghabiskan waktu bersama orang tersebut, menjadi defensif ketika nama temannya tersebut dibicarakan. Dan apakah ketika menonton film/pergi ke tempat umum, suami Ibu lebih sering memperhatikan sosok pria dibandingkan wanita?

Apakah pernikahan bisa bertahan?

Sebetulnya pernikahan tetap bisa bertahan, dan perceraian bukan satu-satunya jalan keluar untuk masalah ini. Menjadi seorang gay tidak selalu mencerminkan gagalnya peran seorang laki-laki menjadi sosok suami dan ayah yang baik.

Terkadang alasan seseorang menjadi seorang gay atau memiliki kekasih sesama jenis, hanya berdasar pada alasan yang sederhana, misalnya faktor gaya hidup, pola lingkungan, ingin mencoba hal-hal dan sensasi baru, bosan dengan kehidupan seksual dengan wanita, faktor kesepian, pernah disakiti hatinya oleh seorang wanita, alasan traumatik di masa lalu, merindukan sosok seorang ‘ayah’ atau ’sosok kakak laki-laki dewasa’ dalam hidupnya, tidak memiliki gambaran sosok ‘ibu’ yang ideal di matanya, dsb.

Jika penyebabnya adalah alasan-alasan tersebut, seorang gay masih bisa disembuhkan dan dikembalikan ke orientasi seksual yang normal, dengan berbagai terapi, seperti hipnoterapi, terapi hormon, dan berkonsultasi ke psikolog.

Selain penyebab seperti di atas, ada juga penyebab seseorang menjadi gay yang sifatnya genetik/bawaan lahir. Misalnya trauma seorang ibu ketika sedang mengandung anaknya, konflik suami istri ketika sang istri ini hamil, kurangnya dukungan keluarga dan dukungan suami di masa kehamilan ibu, kelainan hormon atau genetik.

Apabila hal tersebut yang menjadi penyebabnya, akan lebih sulit untuk menyembuhkan seorang gay, karena sifatnya bawaan lahir. Namun tidak ada yang tidak mungkin selama kita berusaha.

Ibu bisa membawa suami untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis hormon atau spesialis seksual untuk permasalahan ini. Tentunya dalam hal ini diperlukan komunikasi yang saling terbuka, dewasa dan jujur antara Ibu dan suami. Juga kemauan untuk saling memperbaiki pernikahan menuju ke arah yang lebih baik.

Juga yang perlu dipahami dalam hal ini, Ibu perlu menenangkan diri terlebih dahulu, agar tidak terbawa emosi dalam menyelesaikan masalah ini. Selalu merasa menjadi ’korban’ keadaan, dan ’korban’ dari suami Anda, bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah. Setelah bisa berpikir dengan kepala dingin, mulailah mencoba untuk menerima keadaan apa adanya, dan menyadari bahwa yang sudah terlanjur terjadi sudah tidak bisa diubah lagi.

Pernikahan sudah berjalan, dan keputusan untuk mundur tidak bisa diambil begitu saja. Tetaplah memiliki pikiran positif dan harapan serta optimisme untuk bisa mengembalikan suami ke jalan yang benar (dalam hal ini orientasi seksual yang normal).

Kemudian dalam menghadapi masalah ini, dan dalam berkomunikasi dengan suami mengenai orientasi seksualnya secara terbuka nantinya, diperlukan dukungan penuh, penerimaan apa adanya yang dilandasi kasih sayang dari Ibu sendiri.

Memang hal ini tidak akan mudah, mengingat rasa sakit hati dan perasaan dikhianati yang Ibu AW rasakan, namun menjadi seorang laki-laki gay dan sudah terlanjur menikah itu juga tidak akan pernah mudah, bahkan mungkin lebih sulit dari yang ktia bayangkan. Jadi mulailah untuk berdamai dengan hal tersebut, dan membicarakannya secara baik-baik dengan suami. Kemudian anda dan suami bersama-sama bekerjasama untuk mencari solusi serta penyelesaian terbaik atas permasalahan ini.

Kembali lagi penyelesaian atas semua masalah ini adalah landasan kasih sayang, komitmen bersama, dan adanya harapan untuk saling mencintai satu sama lain hingga maut memisahkan. Dengan adanya komitmen yang kuat ini, diharapkan perceraian dapat dihindari dari setiap hubungan rumah tangga. Semoga masukan dari saya ini dapat bermanfaat, dan dapat membawa dampak yang baik bagi pernikahan Ibu AW dan suami.

Salam hangat selalu,

*Bagi yang hendak mengajukan konsultasi psikologi, silakan kirim ke [email protected] Ilustrasi: Agung Wijaya

Maharani K.,M.Psi

Psikolog keluarga, Hipnoterapis, dan Trainer

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *