• Monday, 22 February 2021
  • Joe Wijaya Prajnabadra
  • 0

Baru-baru ini umat Buddha di Indonesia dikejutkan oleh sebuah pernyataan Menteri Agama periode 2021-2024 Gus Yaqut, bahwa Candi Borobudur hendak dijadikan destinasi wisata spiritual umat Buddha dunia, yang mana gambarannya sama seperti teman-teman yang biasa umrah ke negeri seberang menunaikan ibadah hajinya.

Dalam hal tersebut direspon oleh organisasi buddhis yang ada di Indonesia dengan berbagai ide dan sumbangsih untuk mendukung aspirasi tersebut.

Seperti kita ketahui, Candi Borobudur bukanlah seperti pohon bodhi di Bodhgaya India yang merupakan “singgasana” petapa Gotama mencapai pencerahan, maupun tidak sama dengan tempat kelahiran di Lumbini, Nepal, Sarnath, maupun tempat parinibanna Guru Agung Buddha di Kusinara.

Borobudur pun tidak dapat disamakan dengan bangunan Maha Vihara Bodhi di samping situs pohon bodhi, ataupun Swedagon yang menyimpan relik rambut Buddha Gotama, ataupun Phra That Phanom yang menurut kabarnya didirikan oleh para pangeran dan diprakarsai oleh Bhikkhu Maha Kassyapa yang sekarang menjadi pusat melakukan Magha Puja oleh umat Buddha di Thailand.

Lantas, bagaimana Candi Borobudur dapat dianggap sebagai “Mekkah-nya” umat Buddha dunia?

Lambang sebuah alam semesta

Candi Borobodur dengan nuansa alamnya dan tata letak pembangunan dan arsitekturnya merupakan mahakarya yang mendeskripsikan dan merangkum lambang sebuah alam semesta.

Selain itu Candi Borobudur memiliki 11 tingkat anak tangga yang setiap anak tangganya mewakili tahapan pencerahan dengan tingkat kesuciannya yang dimulai dari sotapanna magga, sotapanna phala, sakadagami magga, sakadagami phala, anagami magga, anagami phala, arahanta magga, arahanta phala, pacceka buddha, calon sammasambuddha, dan tingkatan terakhir Sammasambuddha yang telah direalisasikan oleh Pangeran Siddhartha Gotama.

Dengan berbagai relief yang mengisahkan dimulai dari kisah hukum kammaphala, kisah bodhisattwa dalam kisah Jataka, kisah seorang calon Bodhisatwa Maha Sudhana yang mencari jalan pencerahan bertemu dengan bodhisattwa Arya Manjusri dan Arya Samanthabadra yang kemudian ikut melakukan 10 Maha Adhitthana (Tekad Agung) Arya Samanthabadra tertuang didalam kitab Avatamsaka Sutra, kemudian kisah Agung Buddha Gotama yaitu kisah Lalitavistara.

Di dalam tingkatan Candi Borobudur terdapat stupa yang memiliki rupang Buddha di dalamnya dan ada stupa yang mewakili simbol kemurnian melalui ucapan, pikiran, dan tindakan yang melakukan transformasi dengan terealisasikannya pembebasan Nibbana, pemadaman segala bentuk keinginan. Ini disimbolkan sebagai stupa tanpa rupang Buddha, “ada namun tiada, tiada namun ada, SUNYATA”.

Titik pertemuan

Di sinilah titik pertemuannya jika Candi Borobudur dapat dianggap sebagai “Mekahnya” umat Buddha Dunia, yang mana seluruh umat Buddha di dunia, dapat melakukan ikrar atau Tekad Agung, Aspirasi Agung, di dalam sebuah mandala yang mewakili kesatuan alam semesta, Tekad Agung sebagai seorang Savaka Buddha, Pacceka Buddha maupun Sammasambuddha.

Kemudian melakukan kontemplasi dan melakukan pembelajaran atas nilai-nilai transformasi pembebasan pencerahan di mana tidak terbatas oleh tradisi Mahayana atau Tantrayana saja namun dapat dilakukan juga oleh tradisi Theravada yang memiliki tekad memilih jalan Savaka Buddha dan mengulang kembali pembacaan Ovada Patimokha bagi para sangha dunia di Candi Borobudur. Sehingga Candi Borobudur pun dapat dijadikan tempat untuk memperingati Magha Puja, selain Waisak Nasional, dan Asadha puja

Seharusnya Candi Borobudur adalah mandala yang dibangun dengan fungsinya sebagai tempat bagi umat Buddha melakukan Doa Aspirasi Agung (Maha Pradidhana/Maha Adhittana) yang dapat dilakukan di Candi Borobudur di bulan Desember atau akhir tahun, yang sekarang ini dilaksanakan di India setiap awal tahun.

Selain itu, banyak dari negara tetangga seperti Jepang, Korea, China, Bhutan, Nepal, Amerika dan masyarakat Eropa dapat ikut berpartisipasi di dalam kegiatan keagamaan tersebut.

Oleh karena itu dengan adanya pernyataan dan dukungan dari Menteri Agama sekiranya dapat direalisasikan dengan melibatkan seluruh pemuka agama Buddha di Indonesia dan dunia untuk ikut melaksanakan rangkaian kegiatan keagamaan Buddha di Candi Borobudur. Karena itu sekiranya wajar jika Candi Borobudur dapat dikondisikan seperti “Mekkah-nya” umat Buddha dunia.

Tentunya hal tersebut dapat membawa manfaat yang besar bagi umat Buddha di indonesia, dan dunia baik secara spiritual, ekonomi dan meningkatkan hubungan kerja sama antarnegara.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *