• Wednesday, 11 November 2020
  • Sunyaloka
  • 0

Ajahn Sumedho adalah murid senior Barat dari Y.M. Ajahn Chah, ia  menerima bimbingan dari Y.M. Ajahn Chah selama sepuluh tahun. Ia kemudian diminta Y.M. Ajahn Chah untuk menyebarkan Dharma di Inggris. Ia telah menahbiskan lebih dari seratus orang yang berasal dari berbagai bangsa menjadi biksu serta mendirikan sejumlah wihara di Inggris, juga cabang-cabang wihara di luar negeri.

Kumpulan ceramah Ajahn Sumedho telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Karaniya dengan judul “Suara Keheningan – Koleksi Wejangan Dharma”, terbagi menjadi dua buku: buku pertama dan buku kedua. Menyambut penerbitan buku kedua, di bawah ini adalah petikan kisah Ajahn Sumedho sehubungan dengan nyamuk.

Luang Por Chah sangat piawai dalam membawa kita mengenali segala sesuatu sebagaimana adanya. Beliau memiliki kepiawaian dalam hal itu. Orang bertanya-tanya bagaimana saya bisa belajar dari beliau pada tahun pertama, karena kami tidak menggunakan bahasa yang sama. Bagaimana beliau dapat mengajar saya? Komunikasinya lebih bersifat intuitif dan bagaimana pun juga beliau cukup baik memahami saya, sehingga sanggup mengarahkan perhatian saya pada di sini dan saat ini.

Oleh karenanya, saya mulai memperhatikan bagaimana saya telah menjadikan kehidupan membiara itu begitu rumit dan apa itu penderitaan. Ada penderitaan yang diakibatkan oleh udara panas, nyamuk, dan makanan. Ataukah itu kebencian saya terhadap udara panas, nyamuk, makanannya? Lalu saya mulai merenungkan: “Apakah penderitaan itu? Apakah nyamuk adalah penderitaan? Apakah udara panas adalah penderitaan?

Demikianlah pikiran duniawi: “Saya menderita karena udaranya terlampau panas dan makanannya tidak enak. Jadi, jikalau saya pindah ke tempat yang cuacanya nyaman, tidak ada nyamuk, dan makanannya lezat, saya tidak akan mengalami penderitaan.

Saya kini tinggal di Inggris, tempat yang cita rasa makanannya lezat, tiada nyamuk, dan cuacanya juga menyenangkan. Saya menyukai cuaca Inggris, tetapi saya masih juga dengan mudahnya menciptakan penderitaan sebagaimana halnya di Thailand.

“Saya tidak menyukai makanannya. Saya tidak menghendaki nyamuk. Saya juga tidak menyukai cuaca panas.” Demikianlah penderitaan yang saya ciptakan. Begitulah kondisi yang saya ciptakan karena ketidaktahuan dan pandangan keakuan.

Saya masih tidak menyukai nyamuk, tetapi saya tidak menciptakan penderitaan seputarnya. Bukan berarti saya sekarang menyukai nyamuk karena telah lama mempraktikkan meditasi. Saya menaruh keyakinan lebih besar saat ini ketimbang pandangan keakuan saya terhadap nyamuk.

Oleh karenanya, saya dapat menanggung penderitaan karena nyamuk, makanan tidak enak, dan panas maupun dingin. Saya mampu menanggung penderitaan karena penyakit. Saya dapat menanggung kekecewaan, kehilangan, kematian orang yang dicintai,  dicela, ataupun dikritik. Semua kesengsaraan ini dapat kita tahan jikalau tidak menciptakan penderitaan di seputarnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *