• Monday, 5 December 2022
  • Hendry F. Jan
  • 0

Ruang tamu tampak berantakan. Sebelah kaos kaki ada di atas sofa, sebelah lagi ada di dekat televisi. Sepatu tergeletak di lantai dalam keadaan tak beraturan. Satu menghadap ke kamar, satu lagi dalam keadaan terbalik. Barang-barang lain pun sama. Dulunya ini adalah sebuah ruang tamu yang rapi dan nyaman. Sekarang? Kalau, ada tamu yang datang, mereka akan menyebut ruang tamu ini sebagai kapal. Iya, ruang tamu ini seperti kapal pecah!

Mona hanya dapat mengusap dada menghadapi keadaan ini. Tidak pernah terbayangkan masa tuanya akan seperti ini. Ia dan suami sudah merencanakan masa tua yang indah dan nyaman. Namun, semua hancur berantakan. 

Sekarang fisik Mona sudah lemah karena usia tua dan beberapa penyakit yang dideritanya. Mona dan suami memang telat menikah dan telat memiliki momongan. Sekarang anak mereka belum tamat SMA, kondisi fisik Mona sudah loyo. Meski tak nyaman dengan keadaan rumah yang berantakan, Mona hanya bisa pasrah. Ia hanya membenahi sebisanya. Tidak mungkin minta bantuan Bayu.

Saat pandemi Covid-19 melanda, usaha suami Mona bangkrut. Dua teman baik suami yang meminjam uang dalam jumlah cukup besar, tiba-tiba saja menghilang dan tak bisa dihubungi. Beberapa supplier datang menagih utang yang jatuh tempo. Semua barang yang bisa dijual sudah dijual untuk melunasi utang dan keperluan hidup.

Kemudian bencana pertama datang, suami Mona meninggal karena Covid-19. Bayu, anak mereka satu-satunya yang dulunya baik kini berubah drastis, itu bencana kedua. Sekarang Bayu Bima, anak semata wayangnya jadi pembangkang. Entah mengapa akhir-akhir ini Bayu berubah drastis. Dulu ia menurut jika dinasihati, sekarang selalu membantah. Dulu Bayu bisa memaklumi jika orangtuanya tak bisa membelikan barang yang diinginkannya. Atau kalaupun bisa dibelikan, Bayu tidak komplain jika barang itu bukan merek terkenal. 

Sekarang? Hasil didikan Mona dan suami seakan lenyap tak berbekas. Mungkin ia terpengaruh teman-temannya? Bayu terpaksa melanjutkan ke SMA swasta biasa, bukan SMA favorit karena keterbatasan biaya.

Entah teman barunya yang membawa dampak buruk atau Bayu tetap bergaul dengan teman SMP-nya, anak orang-orang berada. Mungkin Bayu memaksakan diri untuk tampil gaya agar tetap diterima teman SMP-nya?

*   *   *   *   *

Bayu sudah pulang sekolah dan langsung pergi lagi. Biasanya ia akan pulang di atas pukul 21.00. Padahal dulunya, maksimal pukul 21.00 Bayu sudah ada di rumah. Seringnya hanya sampai pukul 19.00, karena waktu tersebut adalah saat kami makan malam bersama. Bahkan beberapa hari lalu Bayu pulang pukul 23.00. Mona sudah tidak mau banyak bertanya lagi karena itu akan memicu pertengkaran. Malu didengar tetangga.

Mona hanya bisa bersabar dan tetap jadi ibu yang baik. Mona berharap hati Bayu tersentuh dan tergerak jadi anak baik seperti dulu, saat mereka masih bertiga. Bayu yang selalu menceritakan kesehariannya di sekolah, siapa teman baiknya, apa saja kegiatan mereka di luar. Saat itu, Mona bisa memberinya nasihat, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Bayu selalu patuh.

Mona membuka pintu kamar Bayu. Kamarnya juga berantakan. Mona tidak berani membenahi kamar Bayu, takut anaknya yang sekarang temperamental itu jadi marah. Namun, rasa penasaran membuatnya melangkahkan kaki perlahan ke dalam kamar Bayu. 

Dilihatnya kemeja, celana, kaus kaki, dan jaket terserak di atas kasur. Mata Mona tertuju ke PC di meja belajar Bayu, kemudian laci meja belajarnya. Dibukanya laci meja belajar. Ada pulpen, buku, gantungan kunci, dan flashdisc. Dibukanya lembaran buku itu. Tak ada yang menarik, hanya catatan pelajaran sekolah. 

“Bagaimana kalau aku nyalakan saja PC ini dan melihat isinya?” Mona menimbang-nimbang. Biasanya Bayu pulang di atas pukul 21.00, masih banyak waktu. Mona menyalakan PC. Beruntung tidak dikunci dengan password sehingga Mona dengan mudah bisa mengakses data-data yang ada di PC.

Mata Mona mengamati folder bertulisan: Video Motivasi. Dibukanya folder itu, ada beberapa file di sana. Apa sih isinya? Dibukanya video itu. Mona menonton semua video yang ada di folder itu.

Jadi inikah penyebab perubahan sikap Bayu selama ini? Mungkin menurut sang motivator, apa yang ia ucapkan hal yang biasa saja. Tapi, di sisi lain, ia tidak menyadari bahwa apa yang diucapkannya itu, membuat segala yang sudah diajarkan  sejak kecil jadi hancur berantakan!

“Orangtua tidak boleh mengharapkan balasan dari anak yang dirawat dan dibesarkannya. Anak itu bukan investasi. Mereka tidak minta dilahirkan. Tugas orangtua adalah merawat dan membesarkan anak, menyiapkan segala kebutuhannya, dan seterusnya ….”

Memang rencana Mona dan suami seperti itu. Jika semua berjalan sesuai rencana, ketika pensiun mereka sudah punya uang yang cukup untuk menikmati masa tua mereka. Jadi, jika anak semata wayang mereka menikah dan tak ingin tinggal serta merawat kedua orangtua yang telah membesarkannya dan lebih memilih wanita yang baru dikenalnya, mereka terima dengan lapang dada.

Mereka punya cukup uang untuk memilih sebuah panti yang akan tergolong elit untuk merawat mereka di masa tua. Itu jika hidup berjalan sesuai rencana. Tetapi rencana itu tak berjalan mulus karena pandemi Covid-19 dan sebab lain.

Mona membuka video lain, isinya sama. Hanya saja video ini dibuat oleh anak muda. Ia menggunakan omongan motivator sebagai senjata untuk lepas dari tanggung jawab merawat orangtua yang sudah melahirkan dan merawatnya sejak bayi.

Mona menutup video itu, lalu mematikan PC. Air mata mengalir deras. “Seharusnya dulu aku juga bisa berkata demikian kepada orangtuaku. Aku tidak minta dilahirkan,” batin Mona. Tiba-tiba suara hatinya berkata, “Mona, mengapa kamu bisa berpikir seperti anak durhaka? Apakah pantas memiliki pikiran seperti itu?” 

“Ibu, ayah, maafkan dan ampuni aku. Aku mengaku salah karena tiba-tiba saja pikiran seperti ini terlintas di benakku. Aku ikhlas merawat ibu dan ayah hingga akhir hayat.”

Mona menutup kamar Bayu, lalu berjalan perlahan ke kamarnya. Entah siapa yang salah. Apakah ini salah motivator karena ucapannya menyebabkan seorang anak jadi durhaka? Ataukah salah sang anak yang setuju begitu saja dengan perkataan motivator? Entahlah … 

Mona merebahkan tubuhnya ke kasur. Menurut Mona, perkataan motivator itu benar, anak tidak minta dilahirkan. Tapi apakah tidak bisa diselipkan pesan moral yang jauh lebih penting. Anak tidak ada kewajiban untuk merawat orangtuanya, tapi anak yang berbakti sangatlah mulia.

Mona jadi teringat Ubasute, cerita rakyat Jepang yang pernah dibacanya, Ubasute adalah tradisi zaman dulu, membuang anggota keluarga yang sudah tua atau sakit-sakitan ke hutan di kaki Gunung Fuji karena dianggap memberatkan hidup anaknya dan membiarkannya hingga meninggal.

Tragis sekali jika Ubasute masih terjadi di zaman sekarang ini. Eh … tapi mungkin saja hal ini masih banyak terjadi, meski tidak sama persis. Mona pernah mendengar kisah beberapa anak yang ribut saat mendiskusikan siapa yang harus menampung orangtua mereka. Masing-masing anak mengajukan alasan bahwa dia bukanlah orang yang tepat untuk menampung dan merawat orangtuanya. Semua saling lepas tangan.

Ada benarnya ungkapan yang mengatakan, “Satu orangtua sanggup merawat sepuluh orang anak, tapi sepuluh orang anak belum tentu mampu merawat satu orangtua.”

Apa yang harus Mona lakukan di masa tuanya? Rasanya tidak banyak lagi. Tenaga dan kemampuan finansial sudah jauh berkurang. Sekarang tinggal menyelesaikan tugasnya sebagai orangtua, menyekolahkan Bayu hingga sarjana, lalu menikahkan. Semoga uang simpanan dan harta yang tersisa bisa cukup sampai semuanya selesai.

Mona hanya berharap ia mampu menyelesaikan tugasnya sebagai orangtua. Selanjutnya, semoga menjelang ia pindah ke alam lain, ia tidak terbaring sakit untuk waktu yang lama. Semoga tabungan karma baiknya cukup untuk itu semua.

“Terima kasih kepada motivator yang telah menyentilku untuk mengingat kembali esensi ajaran Buddha agar tidak melekat kepada apa pun. Seorang ibu haruslah seperti akhir syair lagu Kasih Ibu. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia ….”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Hendry F. Jan

Hendry Filcozwei Jan adalah suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.

Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

http://www.vihara.blogspot.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *