• Monday, 18 October 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

“Seperti air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, demikian pula hendaknya jasa yang dipersembahkan (oleh kerabat dan keluarga) di alam manusia ini dapat ikut dinikmati oleh para arwah (peta).

Seperti air dari sungai besar mengalir mengisi lautan, demikian pula dengan jasa-jasa ini dapat ikut dinikmati oleh para peta” (Tirokudda Sutta, Khuddakapatha).

Buddha berkata, hadiah terbesar yang dapat dipersembahkan seseorang kepada leluhurnya yang telah meninggal adalah melakukan “Tindakan Jasa” dan melimpahkan jasa yang telah diperoleh ini. Pelimpahan jasa atau dalam bahasa Pali sering disebut dengan Pattidana merupakan hal yang tidak asing lagi dilakukan di kalangan masyarakat buddhis.

Tradisi penyaluran jasa sering disalah mengerti oleh sebagian orang sebagai suatu ajaran yang bertentangan dengan alasan kamma yang merumuskan bahwa semua makhluk memiliki dan mewarisi perbuatannya masing-masing. Dalam kenyataan yang sebenarnya, penyaluran jasa tidaklah menyimpang dari Hukum Kamma.

Sebab, penyaluran jasa bukanlah seperti halnya ‘mentransfer’ sejumlah uang simpanan di bank ke dalam rekening orang lain, yang berarti berkurangnya jumlah uang dalam rekening sendiri dan sebaliknya bertambahnya rekening orang lain.

Penyaluran jasa semata-mata merupakan suatu cara untuk ‘membuka peluang’ bagi orang lain agar berbuat kebajikan sendiri dengan merasa ikut berbahagia atas kebajikan yang telah dilakukan oleh orang yang menyalurkan jasa kepada dirinya.

Kalau tidak tahu-menahu tentang adanya jasa kebajikan yang disalurkan oleh orang lain kepada dirinya atau tidak ikut berbahagia atas semua itu, suatu makhluk tidak akan memperoleh bagian apa pun.

Bagi pihak lain, seseorang yang menyalurkan jasa kebajikan berarti melipatkan-gandakan jasa kebajikannya sendiri, entah orang lain yang dituju dapat menerima dan memanfaatkan jasa kebajikannya ataupun tidak.

Mengapa suatu jasa kebajikan dapat berlipat-ganda dengan disalurkan kepada orang lain? Alasannya ialah bahwa selain telah berbuat jasa kebajikan itu sendiri, seseorang berarti melakukan suatu kebajikan lain lagi, yaitu: berniat atau berkehendak agar makhluk lain juga berbuat kebajikan.

Penyaluran jasa kebajikan dapatlah diibaratkan seperti penyulutan api ke lentera- lentera lain yang bukanlah menyuramkan melainkan justru memperterang cahaya itu sendiri.

Pelimpahan jasa bagi orang meninggal didasarkan pada kepercayaan bahwa pada kematian seseorang perbuatan baik atau perbuatan buruk yang dilakukannya menentukan di alam mana ia akan terlahir kembali. Makhluk yang terlahir di alam yang lebih rendah tidak/sulit untuk dapat melakukan jasa kebajikan baru dan mereka hidup dengan jasa yang diperoleh dari dunia ini.

Ketika orang yang meninggal mengetahui bahwa sanak keluarganya melakukan perbuatan baik maka diharapkan ia menjadi gembira, dan kebahagiaan ini membebaskannya dari penderitaan.

Dicuplik dari “Dhammadana Para Dhammaduta”, terbitan Insight Vidyasena Production.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *