Masih tentang virus corona yang sekarang resmi dinamakan Covid-19. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, wabah virus corona telah menyebabkan kepanikan dimana-mana. Di Wuhan misalnya. Satu kota di-lockdown sama sekali hingga jutaan warganya tidak diperkenankan keluar rumah. Hal ini menimbulkan konsekuensi yang tak terduga seperti penangkapan warga yang berkeliaran, kelaparan, hingga kematian warga di rumah isolasi masing-masing. Belum lagi kasus di negara-negara lain seperti Jepang, Korsel, dan Iran. Di negara-negara ini wabah virus merebak dengan cepat hingga menyebabkan kelumpuhan beberapa kota.
Di Indonesia sendiri, juga terjadi kepanikan tatkala presiden mengumumkan kasus positif corona pertama. Penimbunan masker, kenaikan harga masker dan hand sanitizer, hingga panic buying yang melanda sejumlah supermarket di Jakarta merupakan indikator kepanikan masyarakat terkait wabah corona. Meskipun pemerintah telah menyatakan bahwa situasi masih dalam kendali dan masyarakat tidak perlu panik, tetap saja banyak warga kita yang dilanda kepanikan.
Kecaman atas perilaku panik dan juga keserakahan oleh beberapa oknum penimbun masker terus dilontarkan. Presiden bahkan mengatakan bahwa musuh terbesar kita saat ini bukanlah virus corona, tetapi rasa cemas, panik dan ketakutan. Ini tentu berdampak secara luas. Ketika panik melanda, tidak jarang kita tidak dapat berpikir secara logis. Yang ada di dalam pikiran hanyalah kekhawatiran kalau terjadi ini dan itu. Ketakutan kemudian muncul. Bila ingat film ‘Flu’ produksi Korsel, kepanikan warga menyebabkan lebih banyak orang mati daripada virus itu sendiri.
Dampak dan penyebabnya
“Dari keserakahan timbullah kesedihan,
dari keserakahan timbullah ketakutan,
Bagi ia yang sepenuhnya terbebas dari keserakahan,tidak ada kesedihan, apalagi kekhawatiran.”
Dampak kepanikan ini bukan hanya merugikan diri sendiri saja. Beberapa orang serakah memanfaatkan momen panik warga dengan menaikkan harga untuk mencari untung sebesar-besarnya. Akibatnya, barang menjadi langka dan orang-orang kecil tidak dapat membeli kebutuhan mereka. Orang-orang yang lebih membutuhkan barang tersebut, misalnya pasien rumahan atau rumah sakit menjadi kekurangan stok masker dan hand sanitizer. Juga ada kasus dimana beberapa orang membawa botol kosong untuk diisi ulang dengan hand sanitizer yang diperuntukkan umum di rumah sakit. Tidak habis pikir bukan? Kepanikan membuat orang menjadi pendek pikir dan hanya mementingkan diri sendiri.
Dampak kepanikan secara lebih luas terjadi dengan banyaknya hoaks-hoaks atau berita tidak benar yang beredar. Orang-orang yang sudah panik dan pendek pikir, menerima dengan mudah berita hoaks itu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Padahal berita hoaks itu bisa berdampak panjang seperti ketakutan warga di sejumlah daerah atau panic buying. Ekonomi juga terimbas dengan sepinya pariwisata dan perjalanan bisnis yang dilakukan. Harga-harga menjadi naik dan daya saing menjadi turun.
Menurut ajaran Buddha, rasa gelisah/panik dan cemas dikenal dengan sebutan uddhacca-kukkucca, yang juga merupakan salah satu dari lima rintangan batin. Kepanikan dan kecemasan ini menyebabkan seseorang tidak dapat berpikir jernih dan selalu kacau. Dalam Anguttara Nikaya, ii. 173, dijelaskan empat penyebab timbulnya kecemasan, kekhawatiran maupun ketakutan.
Sebab pertama adalah kemelekatan terhadap nafsu kesenangan indera. Manakala wabah corona datang, kita panik bahwa kita akan kehilangan kesenangan kita seperti tidak lagi bisa berkumpul di tempat ramai, belanja, wisata, dll.
Kedua adalah kemelekatan terhadap tubuh. Kita selalu mendambakan tubuh yang sehat dan kuat. Tapi ketika corona datang, kita khawatir bahwa tubuh kita terserang corona. Bila disikapi dengan baik, kita akan berlaku wajar. Tapi bila dilanda kepanikan, kita akan berusaha melindungi tubuh kita berlebihan.
Sebab ketiga adalah kita merasa belum melakukan perbuatan bajik dan bermanfaat sehingga ketika wabah corona datang, kita menjadi takut dan panik karena tabungan karma baik kita belum cukup sebagai bekal di kehidupan mendatang. Sebab keempat, kita masih memiliki keraguan dan kebingungan tentang Dhamma sehingga kita menjadi cemas apakah kita sudah berada di jalan yang benar atau apakah yang selama ini kita lakukan sesuai ajaran yang kita yakini adalah benar.
Solusi
“Pada siapa pun ketakutan itu timbul, ia timbul pada orang yang bodoh, bukan pada orang yang bijaksana.”
Semua sebab ini berasal dari dalam diri kita, dari pikiran kita. Oleh karena itu, umat Buddha dianjurkan untuk mawas diri dan tetap menjaga ketenangan pikiran. Menurut ajaran Buddha, cara untuk mengatasi uddhacca-kukkucca ini dapat dilakukan dengan melatih pikiran sesuai Dhamma. Pertama, dengan mengembangkan pikiran cinta kasih (metta) untuk mengikis keserakahan. Dengan mengembangkan metta, kita menjadi manusia yang tetap sadar untuk rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri saja. Dengan demikian, tidak ada kasus penimbunan masker, pencurian barang, dll yang berdampak lanjut secara sosial-ekonomi.
Solusi kedua adalah dengan mengembangkan rasa puas dalam diri. Ketika seseorang belajar menjadi puas atas hal yang kecil dan sederhana, bersyukur atas momen yang hadir saat ini, dia tidak lagi mengikuti arus kepanikan. Dia tidak perlu menumpuk masker yang mungkin tidak diperlukannya segitu banyak. Dia juga mungkin tidak perlu menaikkan harga jualan beras atau kebutuhan pokok lainnya.
Solusi ketiga adalah dengan menjaga moralitas dan berbuat baik pada sesama. Gunakan kesempatan yang ada untuk tidak menebar hoaks atau ketakutan, tetapi dengan menjadi penolong bagi orang lain yang membutuhkan. Dengan demikian, kita menjadi tahu dan yakin bahwa yang kita lakukan benar, selain juga dapat menjadi timbunan kebajikan yang berguna di kehidupan mendatang.
Solusi lain adalah dengan memahami karakter wabah virus corona yang menurut ahli ternyata tidak mematikan (angka kematian per kasus jauh lebih kecil daripada virus sejenis lainnya). Meskipun memang penyebaran virus corona terjadi cepat dan meluas, bukan berarti kita menghilangkan sisi kemanusiaan kita, bukan?
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara