• Wednesday, 5 October 2022
  • Maharani K
  • 0

Kondisi paska pandemi atau kini yang telah berubah istilah menjadi endemik, ternyata membawa cukup banyak dampak dalam kehidupan masyarakat kita. Mulai dari kondisi ekonomi yang dikeluhkan tidak bisa pulih seperti sedia kala, penyesuaian kembali anak-anak yang mulai bersekolah secara luring, dan para pekerja yang mengalami burnout alias stress kerja akibat tuntutan yang berlebihan. Nampaknya informasi yang acapkali hadir di sekitar kita justru malah semakin menambah stress ya? 

Saat pandemi kemarin, banyak orang berkhayal bahwa situasi akan kembali normal seperti sedia kala, namun ternyata tidak semudah itu. Nampaknya situasi endemik ini menuntut kita untuk melakukan penyesuaian diri secara ekstra, lahir dan batin. Dalam situasi endemik yang penuh tekanan dan menuntut banyak penyesuaian ini, saya ingin bertanya, pernahkah Anda merasa waktu 24 jam dalam sehari serasa tidak cukup? Rasanya seperti setiap saat terkejar-kejar? Bahkan sekadar untuk istirahat atau ‘Me Time’ sendiri seperti tidak ada waktu?

Kabar baiknya adalah, Anda tidak sendirian, karena banyak dari kita yang mengalaminya. Saking tingginya tingkat stress yang muncul akhir-akhir ini, muncul istilah “Hustle Culture” hingga “Toxic Productivity”, sebuah fenomena kerja gila-gilaan dalam mencapai kesuksesan hingga melupakan kesehatan fisik, kesehatan mental hingga kebutuhan sehari-hari. Banyaknya label motivasi seperti “Work hard until you die”, “Kesuksesan hanya datang pada mereka yang terus mengejarnya..” nampaknya telah mempengaruhi pola pikir generasi muda saat ini hingga melupakan hal-hal lainnya. 

Nah, bicara mengenai waktu 24 jam yang kurang dalam sehari, hingga kondisi mental yang tertekan karena banyaknya kejaran deadline dan tugas, nampaknya juga telah memunculkan istilah baru “Burnout” yaitu kondisi kelelahan parah dan kehabisan energi akibat rutinitas. Apalagi bagi mereka yang memiliki beberapa peran sekaligus dalam hidupnya, sebagai seorang istri, seorang ibu, seorang pejabat, seorang pekerja, masih dituntut untuk berorganisasi, aktif di tempat ibadah, dsb. Tentu menimbulkan stress dan kelelahan tersendiri bukan?

Tapi marilah kita berpikir sejenak, betulkah segala label, status dan kesibukan tersebut kita jalani dan kejar demi kebaikan dan kepentingan banyak umat manusia? Atau hanya karena kita merasa ‘insecure’ sehingga membutuhkan banyak peran dan pencapaian sekaligus untuk mendapatkan pengakuan? Nah lho…

Mari kita tengok ke dalam diri masing-masing, bahwa sejatinya setiap insan manusia memiliki perasaan ‘insecure’ tersebut dan melakukan berbagai macam cara untuk mencapai kehidupan yang lebih ‘superior’ atau ‘powerful’… Hal ini wajar saja mengingat kita manusia biasa yang dianugerahi Sang Pencipta berbagai macam talenta untuk kebermanfaatan diri sendiri dan orang lain. Namun kita perlu memperhatikan batasan-batasan diri seperti kekuatan fisik, kemampuan berpikir, dan yang terpenting mengetahui titik dimana kita berada saat ini. Sudahkah kita berada dalam batasan yang sesuai?

Kembali lagi ke topik ‘Hustle Culture’ dan ‘Toxic Positivity’, betulkah kita sudah menikmati ritme kegiatan kita saat ini? Atau Anda sering merasa kelelahan dan kehabisan energi setelah beraktivitas selama seharian? Jika Anda mengalami kondisi yang kedua, barangkali kita perlu mengenal apa itu ‘Flow State’.

Flow state adalah momen ketika kita melakukan sesuatu lalu tiba-tiba tidak terasa sudah tiga jam berlalu. Itulah flow state. Waktu kita berada dalam suatu kegiatan hingga ‘lupa’ akan hal-hal di luar sana karena kita betul-betul sedang fokus.

Kegiatan yang menimbulkan  flow state bisa jadi kegiatan yang amat sederhana. Mulai dari memasak hingga mengurus tanaman. Bisa jadi juga sekadar berbincang dengan sahabat.

Tidak terasa tiga jam sudah terlewat dan setelahnya kita merasa bahagia. 

Namun ternyata, Psikolog Positif Psychology Mihaly Csikszentmihalyi mengungkapkan bahwa kondisi flow state tidak akan didapatkan ketika seseorang menggunakan waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna dan terlalu banyak berada di ‘comfort zone’, misalnya terlalu lama rebahan, scrolling social media, dll. Kondisi flow state justru akan dirasakan ketika tantangan atau stressor berjalan seimbang dengan ketrampilan yang kita miliki. 

Misalnya, Anda punya hobi utak-atik motor, dan kemudian anda terus penasaran untuk membongkar motor baru yang belum pernah Anda temui. Selama berjam-jam tidak terasa dan kemudian hari sudah gelap, karena anda penasaran dengan cara baru mengutak-atik motor tersebut. Ada rasa tertantang dalam diri, penasaran sekaligus enjoy dan menikmati seutuhnya kegiatan tersebut. Anda pun tidak akan merasa bosan atau lelah karena saking menikmatinya kegiatan itu.

Nah pertanyaannya, bagaimana cara supaya kita bisa masuk ke kondisi flow state? 

Arnold B.Bakker dalam penelitiannya tentang flow, menjelaskan tiga ciri dari flow yaitu : absorption, enjoyment, intrinsic motivation. Absorption adalah kemampuan untuk berkonsentrasi pada hal yang sedang dikerjakan. Enjoyment adalah kenyamanan saat mengerjakan tugas tersebut. Intrinsic Motivation adalah faktor penggerak atau yang lebih sering disebut dengan dorongan internal. 

Jadi untuk bisa masuk ke dalam kondisi flow state, anda perlu berkonsentrasi atau sadar sepenuhnya dengan kegiatan yang dijalani, bukan malah multitasking, atau pikiran yang mengembara ke mana-mana saat sedang melakukan suatu kegiatan. Hal ini dapat dilatih dengan rutin melakukan meditasi ‘mindfulness’ yaitu sadar sepenuhnya akan kondisi di sini, saat ini. Hati dan pikiran menjadi satu dan focus pada kekinian agar tercipta kondisi absorption.

Selain itu diperlukan kenyamanan, kondisi dan situasi yang mendukung dalam melakukan sebuah kegiatan, misalnya menjauhkan segala macam distraksi seperti HP, social media, atau menjauh dari kebisingan dan hiruk pikuk, berada di ruangan yang nyaman dan tenang, serta menarik napas beberapa kali hingga merasa rileks dan siap untuk memulai kegiatan sehingga tercipta kondisi enjoyment. 

Yang terakhir, kita perlu memunculkan motivasi dari dalam diri atau motivasi intrinsik dengan mengenali siapa diri kita, kelebihan dan kekurangan kita, termasuk hobi dan kegiatan yang paling kita sukai. Sehingga ketika sudah muncul motivasi atau dorongan dari dalam diri, diharapkan kita akan betul-betul bisa menikmati suatu kegiatan hingga larut atau flow di dalamnya. 

Nah, ketika kita sudah sering berada dalam kondisi flow state ini, maka kita akan lebih mudah untuk menikmati hidup, merasa lebih bahagia, lebih mudah bersyukur dan fokus, meningkatkan motivasi, menjadi lebih produktif, meningkatkan kreativitas, lebih mudah mengatur emosi dan mengambil keputusan, serta merasa aktivitas yang dilakukan lebih bermanfaat dan memuaskan.

Kalau sudah begini, tentu kita akan lebih ‘puas’ dan dapat menjalani ‘hidup yang berkualitas’ bukan?

Karena sejatinya manusia yang benar-benar hidup adalah mereka yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi sesama (Nabi Muhammad SAW). Jadi bagaimana kita akan menebar manfaat jika kita sendiri tidak menikmati proses kehidupan yang kita jalani?

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *