Jawaban rubrik konsultasi psikologi BuddhaZine.com
Istri saya kerja sama orang. Nah atasannya ini sering banget ngajak istri ke gereja, dan selalu ditolak dengan alasan-alasan halus karena istri saya orangnya nggak enakan.
Cuma ya itu, sering atasannya berusaha convert dengan kesaksianlah dan lain sebagainya. Gimana cara terbaik untuk mengatasi atasannya itu? Terima kasih. Semoga berkenan
Dear Mr. NN
Permasalahan perbedaan agama di Indonesia ini memang masalah yang cukup klasik dan pembahasannya seolah-olah tidak pernah selesai dari zaman ke zaman ya. Padahal daripada terus memperdebatkan masalah keyakinan antarindividu, masih lebih banyak topik lain yang bisa kita bahas dan kegiatan yang bisa dilakukan untuk memajukan bangsa dan negara kita ini.
Di negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika, masalah agama adalah sesuatu yang sangat rahasia dan pribadi sekali. Jadi membicarakan masalah agama antarindividu, menanyakan agama orang lain, atau membicarakan masalah agama dan keyakinan secara terbuka di forum umum, apalagi sampai mengajak atau memaksa orang lain untuk mengikuti agama dan keyakinan kita, itu adalah hal yang tabu dan dianggap tidak menyenangkan di sana.
Nah untuk masalah yang dialami oleh Mr. NN ini, memang agak gampang-gampang sulit. Karena budaya Indonesia yang selalu harus bersopan-sopan di depan atasan, serta rasa tidak enak ketika harus menolak ajakan atau tawaran dari orang-orang berstatus lebih tinggi dari kita.
Pertama, karena kita takut menyakiti hati mereka, dan pasti juga ada perasaan tidak aman jika menolak tawaran atasan. ‘Jangan-jangan nanti jika ditolak saya dikeluarkan dari pekerjaan saya.’ Padahal sebetulnya untuk masalah keyakinan seperti ini, tidak seorang pun berhak memaksakan agama dan keyakinannya untuk kita ikuti, siapa pun dia. Mengingat adanya undang-undang di Indonesia yang mengatur kebebasan beragama dan memeluk keyakinan tertentu setelah berusia di atas 17 tahun.
Agama bawaan orangtua
Tapi terkadang yang sering terjadi, masyarakat Indonesia lebih banyak mengikuti keyakinan yang ditanamkan orangtua mereka sejak kecil, dan lebih sedikit orang yang memutuskan berpindah agama ketika sudah dewasa dari agama yang diajarkan oleh orangtua mereka.
Sebetulnya terlebih dahulu kita harus memahami, ada kebutuhan-kebutuhan dasar manusia yang terkadang tidak bisa dipenuhi di keluarganya/lingkungan terdekatnya, yaitu kebutuhan untuk didengar, dipahami, dan diperhatikan. Sehingga orang-orang ini mencari-cari tempat/sasaran di mana mereka bisa melepaskan kebutuhan tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.
Apalagi istri Anda orangnya tidak enakan, jadi semakin besarlah peluang dari si atasan ini untuk terus menceramahi istri anda dengan kesaksian mengenai agama dan keyakinannya. Ada semacam kebanggan tersendiri/momen pelepasan emosi ketika orang-orang ini bisa menceritakan kesaksian pribadi dalam hidup mereka pada orang lain, dalam hal ini terutama pada seseorang yang statusnya lebih rendah dari dirinya, misalnya karyawan, atau orang yang usianya lebih muda.
Nah menanggapi situasi seperti ini, cukup dengarkan saja, tetap hargai atasan Anda sebagai individu di luar masalah agama ini, dan jaga emosi Anda supaya tidak terbawa. Berikan saja tanggapan yang cukup dan selayaknya, tidak berlebihan, juga tidak terlalu cuek, jadi tidak perlu untuk dikonfrontasi secara keras.
Suatu saat nanti ketika atasan Anda sudah puas menceritakan kesaksian-kesaksiannya, frekuensinya pasti akan berkurang atau malah berhenti sama sekali. Jadi biarkan dia bercerita sepuasnya dan dengarkanlah baik-baik, ternyata ini bisa digunakan sebagai sarana terapi mendengar juga loh. Sedangkan dalam pekerjaan sehari-hari, tetap tunjukkan kinerja anda yang maksimal dan berikan prestasi terbaik tanpa terpengaruh oleh permasalahan ini.
Kalau dipaksa pindah?
Jika pemaksaan agama ini masih terus berlanjut, coba diskusikan masalah ini dengan seseorang yang direspek oleh atasan Anda tersebut, atau atasan yang lebih tinggi lagi statusnya. Bicarakan secara baik-baik masalah ini secara profesional dan apa adanya. Mintalah solusi yang terbaik, tanpa berniat memojokkan atau menjelek-jelekkan atasan Anda tersebut.
Di sisi lain, jika Anda cukup percaya diri dan cukup berani untuk berbicara secara terbuka, lakukan pendekatan pada atasan Anda tersebut dan ajak dia untuk berdiskusi lintas agama. Kemudian Anda bisa membawa buku-buku, sumber atau literatur yang terpercaya dari agama Anda ketika berbicara dengannya, dan berikan tanggapan sesuai dengan pengetahuan keyakinan Anda.
Tentunya hal ini dilakukan dalam forum pribadi dan tanpa melibatkan emosi ya, hanya bertujuan untuk sekadar sharing dan bertukar pikiran saja. Tapi jangan lakukan hal ini jika Anda belum merasa cukup percaya diri untuk berdebat dan berdiskusi tentang topik agama.
Selalu ingatlah satu prinsip bahwa batu tidak bisa dilawan dengan batu, artinya jika kedua belah pihak sama-sama keras, tidak akan ada jalan keluar yang baik. Tapi jika salah satu pihak terus memberikan tanggapan yang tegas namun tetap lembut dan disertai siraman kasih sayang di dalamnya, niscaya suatu hari atasan Anda akan bosan dengan sendirinya dan berhenti mengajak anda mengikuti keyakinannya.
Perbedaan dan gesekan semacam ini akan selalu ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun justru hal-hal semacam ini menjadi latihan tersendiri bagi kita untuk terus melatih kesabaran dan mengasah kondisi batin menjadi lebih kuat. Pahami perbedaan yang ada dan terima apa adanya.
Sekian tanggapan dari saya, semoga bermanfaat dan membantu menjawab pertanyaan dari Mr. NN yah… Terimakasih.
*Bagi yang hendak mengajukan konsultasi psikologi, silakan kirim ke [email protected]
Maharani K.,M.Psi
Psikolog keluarga, Hipnoterapis, dan Trainer
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara