• Friday, 29 August 2014
  • Sutar Soemitro
  • 0

Sebagai manusia, wajar jika bisa marah. Nah, akan menjadi persoalan saat marah melanda, kita ungkapkan melalui media sosial. Itu yang terjadi pada Florence Sihombing, seorang mahasiwa pascasarjana UGM Yogya yang mengungkapkan kekesalannya di media sosial Path. Umpatannya terhadap Yogya dan warganya berbalik menjadi kecaman bertubi-tubi baginya.

Walaupun Florence merasa semua yang menjadi terkoneksi dengannya di Path adalah rekan dan sahabat, tapi tidak serta merta postingan marahnya tidak bisa menyebar. Karenanya ketika kemarahannya menjadi viral, menyebar ke mana-mana dan menjadi isu nasional, dia mendapat bully. Belum lagi akun Twitter dan Facebooknya diserang.

“Di media sosial jika kita menyakiti seseorang atau sekelompok orang, etnis tertentu, efeknya jauh lebih dahsyat. Ada efek viral,” jelas pakar media sosial, Nukman Luthfie saat berbincang, Jumat (29/8/2014).

Belajar dari kasus Florence itu perlu bijak dalam bermain media sosial. Walau bermula dari kemarahannya terkait antrean BBM, tetap saja ada efek di media sosial yang bisa menyebar kemana-mana. Jauh berbeda dengan kemarahan di offline.

“Ketika posting sesuatu jangan diposting saat marah, sebaiknya saat marah jauh-jauh dari media sosial. Jangan diungkapkan di media sosial karena akan ada kemungkinan pihak tertentu merasa kena. Ada teman kita yang nggak suka, kemudian akan disebarkan ke media lain,” urai Nukman.

Seperti kasus Florence ini berawal dari Path tapi kemudian menyebar ke Twitter dan Facebook. Tak hanya kasus Florence, dahulu seseorang yang marah terkait kursi untuk ibu hamil di kereta juga demikian.

“Saya yakin Florence nggak maksud seperti itu. Dia hanya ngedumel, ya tapi ngedumel di offline beda dengan online, ada efek viralnya,” terang dia.

“Di media sosial, di saat kamu marah kamu geram, kegeraman jangan ditumpahkan di media sosial karena hukuman sosialnya jauh lebih berat dari offline. Seperti Florence ini kan statusnya sampai dikirim ke dosennya di UGM, dikirim kemana-mana, malunya nasional. Juga efeknya, bahkan ada yang mau usir dari Yogya dan sekarang memperkarakan ke polisi,” tutupnya.

Seperti kita ketahui, beberapa waktu lalu Florence mengumpat Yogya dan warganya dengan kata-kata kasar dan tidak pantas di jejaring sosial Path. Itu terjadi ketika Florence kesal tak lama setelah mengisi bensin motornya di salah satu SPBU.

Ketika itu, antrian yang mengular membuat Florence menyerobot ke jalur mobil, namun ditolak petugas SPBU. Karenanya, ia disoraki ramai-ramai oleh para pengantri SPBU. Dari situlah Florence kemudian mengungkapkan kekesalannya yang kemudian menjadi bumerang baginya. Kabar terkini, Florence telah meminta maaf secara terbuka kepada warga Yogya. (detik)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *