• Sunday, 28 February 2021
  • Yulia
  • 0

Social media sudah merubah interaksi dan kebiasaan manusia sepuluh tahun belakangan ini, sudah melewati dari tatanan ideal akan saling berbagi dan membantu keterbukaan dan keterhubungan.

Perdebatan yang banyak diangkat adalah pengaruhnya pada kesehatan mental, hubungan antarmanusia, komunikasi publik, politik dan seterusnya.

Walau media sosial turut berkontribusi untuk membangun komunitas dan mendekatkan manusia satu sama lain, masih ada kontroversi akan keamanan data pribadi dan manipulasi, privasi, dan informasi yang salah.

Dari perspektif buddhis, ada beberapa pertanyaan yang menarik mengenai media sosial. Contohnya, apa yang akan Buddha lakukan dengan media sosial? Bagaimana kita menggunakan media sosial dengan penuh kesadaran? Apa tuntunan spiritualnya untuk membangun wadah media sosial yang bermanfaat untuk kebaikan manusia?

Dari sudut pandang Buddha 

Dalam tulisan ini akan membahas media sosial dari sudut pandang Buddha atas persahabatan. Mungkin saja kebijaksanaan Buddha yang berusia 2,500 tahun masih mencerahkan untuk era media sosial ini.

Pencerahan pertama dari ajaran Buddha adalah kekuatan dari perkembangan topik, yang memberitahukan kita kalau hidup kita bergantung dengan formasi mental dan label, yang mana media sosial membuat kita menambahkan atau menghapus “teman” kita seperti sebuah persahabatan mendalam terbentuk atau hancur, kita itu ternyata hanya mengucapkan “hai” dan “dadah” kepada kenalan baru.

Di media sosial, kita bisa mengetahui banyak mengenai seseorang yang tidak begitu kita kenal. Kita tidak pernah menguji kenalan baru kita dalam konteks yang berbeda – kita tidak tahu hubungan mereka dengan keluarga, rekan kerja, atau bahkan hewan peliharaannya! Pengetahuan kita akan seseorang melalui media sosial sangatlah rapuh dan palsu, namun kelihatannya “pertemanan” nya sangat akrab dan dekat.

Banyak dari kita dengan sukarela memberikan informasi dengan mereka yang kita tidak bagikan kepada keluarga kita. Kita bisa mengikuti dan mempelajari setiap detail mengenai seseorang yang jarang berbicara dengan kita. Dulu, gambaran kita akan seseorang akan bertahan lama dan persahabatan butuh tahunan untuk dibangun. Kebanyakan teman baik kita adalah teman sekolah kita, kemungkinan karena kita menghabiskan banyak waktu dengan mereka dan keluarganya.

Dalam diskusi filsuf dan ahli sejarah Yuval Noah Harari di podcast-nya baru-baru ini, menyebut manusia adalah hewan sosial, namun kita hanya bisa memiliki 150 kenalan – dari angka yang dipopulerkan Dunbar. Itu juga merupakan angka kira-kira untuk setiap orang memiliki teman atau kenalan yang akan dengan mudah diingat tanpa bantuan apapun.

Mungkin saja itu diambil dari rata-rata angka normal dalam kelas di sekolah. Rata-rata di sekolah SD dan SMP memiliki jumlah murid sekitar 30 orang dan memiliki 4-5 kelas di setiap angkatannya, maka tidak lebih dari 150 anak murid di angkatan yang sama.

Cukup kenali ada berapa teman baik kita di SMA. Bahkan saat kuliah pun, sebuah kelas besar menampung 150-200 mahasiswa. Kelas yang sangat besar bisa menampung sampai ke 1,000 mahasiswa, tapi itu juga kapasitas rata-rata di auditorium kampus.

Ini menunjukkan berapa banyaknya jumlah orang yang kita bisa atur secara personal. Angka yang lebih dari 150 adalah kenalan kita yang kita kenal namun tidak dekat. Sedangkan untuk Key Opinion Leaders (Selebgram) dengan jangkauan puluhan ribu, juga bahkan jutaan orang yang mereka sebut “teman” adalah “fans” atau “followers”. Orang akan menilaimu berdasarkan apa yang kamu post tapi mereka tidak benar-benar mengenalmu.

Sayangnya, konsep pertemanan online ini sulit dibedakan dengan pertemanan sungguhan. Ketika anak remaja mulai menggunakan media sosial, mereka rentan dengan penghakiman membabi buta, manipulasi, dan perudungan dari orang-orang yang mengaku sebagai temannya.

Sungguh penting untuk anak muda dan remaja bisa melindungi diri dari informasi yang tidak benar dan orang palsu atau akun hoaks (penipu). Kemudian beban yang paling besar dari media sosial adalah penyebarannya luas dan cepat serta tercatat secara permanen. Contohnya, karyawan yang baru direkrut di dunia finansial akan dilatih agar tidak melakukan hal bodoh yang akan menjadi berita utama di Wall Street Journal.

Kekuatan jempol kita

Sungguh menakutkan mengetahui kalau jempol kita punya kekuatan setara dengan Wall Street Journal. Postingan kita bisa viral dan meraih jutaan orang dalam sekejap. Beban untuk memilih teman yang benar dan menggugah konten yang benar melelahkan untuk orang dewasa, apalagi untuk remaja.

Buddha mengajarkan pentingnya sahabat dalam perjalanan spiritual. Beliau mengkoreksi pemahaman Bhante Ananda dan menyampaikan:

“Sahabat baik adalah, sahabat yang menemani dan saling berbagi rasa”, bukan setengahnya, namun seluruh hidup di jalan spiritual. Sahabat di jalan spiritual membantu kita menjalani Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan pembebasan seutuhnya.

Buddha membedakan sahabat yang baik dan jahat bukan berdasarkan usia ataupun tempat tinggal. Maka, sahabat baik adalah “Pemikirannya matang, teguh dalam berkeyakinan, disiplin moralnya, murah hati, dan bijaksana”.

Siapa pun yang memiliki sahabat baik bisa dengan bebas dalam bertukar ide dan pikiran, maka dengan itu bisa mencontoh dari pencapaian moral pribadinya.

Argumen dari Biksu Bodhi (2005) adalah praktik Dharma memiliki dimensi manusia dan sosial dengan bantuan dari sahabat spiritual, melindungi, sekaligus saling membantu dalam jalan spiritual yang dilalui.

Dalam Sigalaka Sutta, Buddha menganjurkan kalau kita merawat sahabat dengan terampil “Melalui hadiah, kata-kata baik, melalui menjaga kesejahteraan mereka, dengan memperlakukan mereka seperti memperlakukan diri sendiri, dan melalui menepati kata-katanya.”

Maka seterusnya sahabat ini sebaiknya membalas “dengan menjagamu ketika lengah, menjaga hak milikmu ketika lengah, menjadi tempat berlindung ketika kamu takut, dengan tidak meninggalkanmu ketika ada masalah, dan dengan memperhatikan anak-anakmu.”

Diterjemahkan dari: Ernest Chi-Hin Ng ; Buddhistdoor global

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *