• Monday, 4 December 2017
  • Aldi Okta
  • 0

Pernah aku bertanya pada diriku sendiri, apa makna kehadiranku di dunia ini bagi orang lain. Mereka yang berada di dekatku, entah apa dan mengapa, aku pun tidak tahu apa keuntungan yang kumiliki dari keberadaan mereka, entah mengapa aku merasa membutuhkan mereka.

Sebenarnya siapa aku ini, mengapa aku ada, siapa yang menciptakan aku, mengapa aku harus terlahir ke dunia ini dan menjalani semua aktivitas selama aku hidup hingga saat ini seperti seolah-olah sudah direncanakan, sudah ada yang merencanakannya, dan aku tak memiliki suatu kuasa apa pun untuk menentangnya.

Terkadang saat ku melihat seekor burung, aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa ia memiliki sayap dan bisa terbang. Kemudian aku berpikir, mengapa aku berbeda dengannya, aku juga ingin terbang, lalu teringat olehku sebuah benda besi besar berbentuk burung yang bernama pesawat terbang, benda ini adalah ciptaan manusia, dan alasan diciptakannya benda ini adalah karena manusia ingin menjadi seperti burung yang terbang bebas di angkasa.

Teringat kembali olehku, saat liburan aku dan keluargaku pergi mengunjungi sebuah tempat rekreasi bawah laut, di sana aku melihat seekor ikan yang besar, dan aku pun berpikir kembali, mengapa ikan diciptakan dapat berenang di dalam air, lalu aku teringat akan kapal, benda ini juga merupakan sebuah hasil buah pikirian manusia, yang diciptakan juga karena keinginan manusia agar dapat melewati lautan yang luas tanpa perlu berenang menyeberanginya.

Sekilas terpikir di benakku, manusia itu tamak dan selalu iri dengan ciptaan yang lainnya. Namun dalam sekejap terpikir kembali olehku, ini berkat oleh Sang Kuasa bahwa manusia diberikan kecerdasan dan akal budi yang membuat manusia jauh lebih hebat dari ciptaan yang lainnya, dan langsung terpikir olehku, bahwa akan sia-sia dan rasanya kita kurang menghormati anugerah Tuhan apabila kita tak mengembangkan apa yang Tuhan beri kepada kita.

Apa alasan Tuhan memberikan manusia kecerdasan yang lebih dari ciptaan yang lainnya, mengapa manusia berbeda dari ciptaan yang lainnya, apa yang Tuhan inginkan dari kita. Sebenarnya mengapa manusia lahir, tumbuh besar menjadi anak-anak, bersekolah, mulai dari SD, menginjak masa remaja bersekolah di SMP, lalu beranjak dewasa memasuki masa SMA, dan akhirnya mengalami masa kuliah di Universitas, apa makna manusia belajar?

Manusia, setelah belajar, mereka bekerja, ada yang bekerja sebagai polisi, guru, pedagang, montir, koki, bahkan seorang pemuka agama. Apa makna semua ini? Mengapa manusia harus memiliki pekerjaan, bekerja, dan menghasilkan uang, baru mereka dapat menjalani hidup di dunia ini. Siapa yang mengatur hukum ini? Tidak lain dan tidak bukan ialah manusia sendiri, manusia begitu egois, sehingga menciptakan banyak hukum dan aturan yang memberatkan sesama manusia.

Manusia tidak pernah bermakna bagi dirinya sendiri, keberadaan manusia baru berarti bila dirasakan oleh orang lain. Kita tidak akan pernah merasa kehilangan hanya karena kita datang lahir di dunia dan lalu meninggal dan hilang dari dunia ini. Makna dari keberadaan seorang manusia ada di benak dan hati orang lain. Maka untuk menjadikan diri kita berharga, jadilah berarti bagi orang-orang di sekitar kita!

Nammo Buddhaya…

*Aldi Okta Saputra Liu, merupakan peserta workshop EWW! Eka-citta Writing Workshop (19/11). Diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Gadjah Mada (Kamadhis UGM) bekerja sama dengan BuddhaZine

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *