
Perang tidak menutup kemungkinan untuk orang-orang terhindar dari rasisme dan diskriminasi. Justru dengan adanya perang, perbedaan warna kulit menjadi masalah yang semakin jelas terlihat. Masalah ini terlihat ketika banyak pelajar internasional yang ingin melarikan diri dari Ukraina dikabarkan mengalami diskriminasi.
Melansir dari berbagai sumber, banyak pelajar internasional non kulit putih akan diberhentikan oleh penjaga ketika mereka hendak meninggalkan Ukraina. Kebanyakan dari mereka tidak diterima saat hendak masuk stasiun kereta api. Kalaupun mereka diterima, mereka akan dimintai untuk membayar hanya karena mereka bukan orang Ukraina. Menurut mereka, petugas akan mengutamakan orang Ukraina dan orang berkulit putih lainnya sebelum orang berkulit hitam.
Di saat dua negara sedang berperang dan ada jutaan manusia yang tidak ingin diserang, mengapa masih ada perbedaan yang tidak menuju titik terang?
Diskriminasi
Perbedaan warna kulit selalu saja menjadi masalah yang tidak kunjung habisnya. Warna kulit putih dianggap lebih baik dalam segala hal, padahal tidak juga demikian. Banyak orang berkulit hitam juga memiliki kemampuan yang lebih baik. Padahal, manusia berkulit putih dan hitam adalah sama saja dan memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) yang sama pula.
Melansir dari indianexpress.com, pemimpin agama Buddha Tibet, Dalai Lama XIV saat kunjungannya ke Kalinga Institute Of Social Sciences (KISS) untuk menerima KISS Humatarian Award 2017 mengatakan demikian, “Kita semua adalah manusia, baik itu berwarna hitam atau putih. Kita semua memiliki otak yang sama.
“Tidak ada perbedaan antara otak orang kulit putih dan orang kulit hitam. Karena itu, seseorang tidak boleh merasa rendah diri karena warna kulitnya.”
Semua manusia apa pun warna kulitnya menurut Dalai Lama XIV adalah sama dan kita tidak perlu merasa rendah diri hanya karena perbedaan warna kulit.
Dengan apa yang diutarakan oleh pemimpin agama Buddha Tibet ini, para pelajar internasional di Ukraina yang hendak menyelamatkan diri sangat tidak pantas diperlakukan berbeda. Mereka adalah manusia yang tidak ingin menderita dan mereka juga berhak untuk memperoleh keselamatan. Kalaupun dibalik, misal di Ukraina lebih banyak orang berkulit hitam, bisa saja orang berkulit putih yang minoritas akan diperlakukan demikian. Tapi kenyataan tidak demikian.
Indonesia
Apalagi kalau perang terjadi di negara tercinta, Indonesia. Akankah orang dari luar negeri atau malah orang pedesaan akan didiskriminasi juga? Saya pun tidak tahu, semoga saja itu tidak akan pernah terjadi. Sekarang saja bisa dibilang Indonesia terasa aman, tapi diskriminasi atas warna kulit yang berbeda sering terjadi.
Misal, orang Papua dengan warna kulit lebih gelap banyak yang tidak diterima untuk sekolah di pulau Jawa, kalaupun diterima mereka sering diejek di sekolah.
Kadang, mereka juga sering ditertawakan saat mengunjungi swalayan tapi alas kaki dilepas di luar. Padahal, anak-anak Sekolah Dasar dari Papua pernah mempersembahkan medali 4 emas, 5 perak, dan 3 perunggu untuk Indonesia dalam ajang Asian Science and Mathematics Olympiad for Primary School yang pertama kali digagas dan diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2011. Apa salahnya dengan orang Papua? Mereka bisa berprestasi dan mereka juga manusia yang makan kalau lapar dan minum ketika haus.
Bukan hanya tentang orang Papua, kadang saat berteman pun kita pilih-pilih, misal harus agamanya sama, daerahnya sama, punya hobi yang sama, bahkan warna kulit harus sama.
Tak bisakah orang-orang berhenti untuk membeda-bedakan warna kulit dan mulai berpikir bahwa mereka adalah sama?
Ruang introspeksi
Semua itu kembali pada diri masing-masing. Kalau kita sebagai manusia yang berwelas asih, pasti hal tersebut tidak akan terjadi. Sayangnya, semakin modern dunia, semakin banyak manusia yang kurang berwelas asih. Semakin banyak manusia menjadi individualistis karena kecanggihan teknologi. Semakin banyak pula manusia yang hanya ingin membahagiakan diri sendiri tanpa melihat bahwa orang lain juga ingin bahagia.
Mulai detik ini kita harus berubah, menjadi manusia yang lebih berwelas asih pada siapapun. Karena manusia di muka bumi terlahir dengan begitu banyak perbedaan, mulai dari warna kulit, tinggi badan, agama, ras, suku, dan bangsanya.
Justru perbedaan ini adalah berlian yang sangat berharga untuk dunia. Dengan adanya perbedaan manusia akan belajar untuk saling menghargai dan menghormati. Berkat agama yang berbeda maka manusia bisa saling bertukar pikiran agar perdamaian tercipta. Dengan ras, suku, dan bangsa yang berbeda pula maka antar manusia bisa belajar untuk saling mengenal dan menambah wawasan demi kemajuan bersama.
Bila kita bisa menerima, menghargai, menghormati, dan bisa hidup berdampingan dengan perbedaan, maka kita telah menjadi manusia sesungguhnya yang berwelas asih.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara