• Sunday, 9 February 2020
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Akhir-akhir ini dunia diramaikan dengan berita epidemi virus corona (baca: korona) yang mungkin telah berkembang menjadi sebuah pandemi (wabah mendunia). Virus ini disertai dengan gejala flu dan batuk pada umumnya sehingga sulit dideteksi padahal sangat mengancam jiwa. Berbagai upaya telah dilakukan oleh mayoritas negara yang terdampak langsung ataupun tidak langsung dari virus ini. Sedemikian gentingnya, evakuasi WNI dari kota Wuhan di propinsi Hubei telah direncanakan oleh pemerintah Indonesia.

Kekhawatiran merebaknya virus corona membuat banyak orang berpaling pada keyakinan masing-masing. Banyak yang mengatakan bahwa ini adalah buah karma dari orang-orang yang abai terhadap kesehatan lingkungan. Dalam sudut pandang buddhis, hal ini mungkin saja terjadi. Ajaran Buddha menekankan kesehatan sebagai keuntungan terbesar yang dapat dimiliki manusia (ārogyaparamā lābhā) sebagaimana terdapat dalam Dhammapada 204. Dengan hidup sehat maka seseorang dapat dengan tekun berlatih dhamma. Tanpa kesehatan sulit rasanya orang dapat berlatih dhamma dengan baik.

Sumber penyakit (termasuk pula virus) muncul karena suatu sebab. Sebab-sebab ini membuahkan hasil akibat berupa berbagai penyakit yang menyerang manusia dewasa ini. Salah satu hal menarik yang disampaikan oleh Dalai Lama ketika menanggapi pertanyaan umat Buddha terkait cara mengatasi wabah corona ini secara dhamma adalah dengan melafalkan mantra Tara (https://tibet.net/chanting-dolma-mantra-helpful-in-containing-the-spread-of-epidemics-like-coronavirus-his-holiness-the-dalai-lama-to-chinese-devotees/). Ya, mantra Tara! Beliau menasehati umat Buddha untuk melafalkan mantra Tara “oṃ tāre tuttāre ture svāhā” sebagai cara untuk menenangkan pikiran dan melenyapkan kekhawatiran. Menurut keyakinan buddhis khususnya Vajrayana, mantra Tara sangat bermanfaat untuk menetralkan karma buruk seseorang.

Mantra Tara ini berisi pujian untuk kualitas Ārya Tārā, dikenal pula dengan sebutan Jetsun Dölma. Beliau adalah figur bodhisattva perempuan dalam agama Buddha Mahayana dan dianggap sebagai Buddha perempuan dalam agama Buddha Vajrayana. Beliau dikenal sebagai ibu pembebasan dan merepresentasikan nilai-nilai utama dalam ajaran Buddha seperti karuṇā (welas asih), mettā (cinta kasih), dan shunyata (kesunyataan). Di Jepang beliau disebut Tara Bosatsu (多羅菩薩) dan terkadang disebut Duōluó Púsà (多羅菩薩) di Cina.

Dalam agama Buddha Tibet, Tara dianggap sebagai seorang bodhisattva welas asih yang merupakan penjelmaan aspek perempuan dari Avalokiteśvara. Tara juga disebut sebagai juru selamat yang mendengarkan ratap tangis makhluk-makhkuk yang menderita di alam samsara. Di Indonesia pada masa dinasti Sailendra yang menganut agama Buddha Mahayana, Tara acap kali disamakan dengan Dewi Prajnaparamita. Beberapa rupa dan atribut Tara dapat ditemukan dalam penggambaran Prajnaparamita di Jawa dan Sumatera. Hal ini dikarenakan baik Tara maupun Prajnaparamita keduanya dianghap sebagai ibu para Buddha, mengingat para Buddha lahir dari kebijaksanaan.

Terlepas dari ampuh tidaknya mantra Tara untuk menangkal wabah virus corona, melafalkan mantra Tara diharapkan dapat menenangkan pikiran dan kekhawatiran berlebihan terhadap wabah ini. Hal ini akan membantu menjaga kesehatan mental kita sehingga melengkapi anjuran penting untuk menjaga kesehatan jasmani oleh banyak dokter dan pakar kesehatan berupa tindakan nyata seperti menjaga kebersihan lingkungan dan tubuh, menghindari kontak dengan suspect maupun tempat-tempat ramai, mengenakan masker, dan minum banyak air.

 

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *