Salah satu konsekuensi dari rasa rindu adalah terjebak dalam suasana tak mengenakkan. Tak hanya merindukan orang tersayang yang menimbulkan penderitaan. Tetapi merindukan “balas budi” atas kebajikan yang telah dilakukan juga menjadi salah satu sumber penderitaan. Mengapa bisa begitu?
Perbuatan baik akan menghasilkan buah kebahagiaan bagi pelakunya. Namun, kebajikan yang lakukan bisa menjadi sumber penderitaan ketika pelaku kebajikan merindukan “balas budi” atas perbuatan baik yang telah ia lakukan.
Sering kali pikiran digiring dengan kecenderungan bahwa perbuatan baik kepada seseorang, harus dibalas dengan perbuatan baik dari orang tersebut. Apabila tidak mendapatkan balasan sesuai yang diharapkan, timbullah rasa kecewa, bahkan terucap sebuah kalimat “dasar …. tidak tahu terima kasih”.
Javasakuna jataka – cerita jataka tidak tahu terima kasih
Dalam kegiatan rutin Minggu Bercerita bertema “Terima Kasih dan Balas Budi” yang diadakan Vihara Maitri Vira Agung Unit 2 Tulang Bawang Lampung melalui Zoom Meeting (19/07/20), YM. Nyanamano Thera, mengulas tentang cerita Jataka, “Javasakuna Jataka”.
“Kala Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir menjadi seekor burung Pelatuk. Terlihat seekor singa sedang melahap mangsanya dan tertusuk tulang ditenggorokan, Singa merasa kesakitan.
Melihat hal tersebut, burung Palatuk bertanya “Teman, apa yang membuatmu menderita?”. Singa menceritakan kejadian sebenarnya dan meminta bantuan burung Pelatuk untuk mengeluarkan tulang yang menyangkut di tenggorakannya.
Singa meminta agar burung Pelatuk masuk ke dalam rongga mulutnya dan mengambil tulang tersebut. Awalnya Pelatuk takut jika nanti dirinya justru akan dimangsa Singa.
Namun, Singa menyakinkan dan berjanji tidak akan memangsa burung Pelatuk. Akhirnya, burung Pelatuk masuk ke rongga mulut Singa dan mengambil tulang yang tersangkut. Kini Singa tidak lagi menderita.
Suatu hari, burung Pelatuk melihat Singa yang pernah ditolong sedang memangsa kerbau. Burung Pelatuk menguji kebaikan Singa dengan mengatakan “kebaikan yang ada dalam diriku, telah ku tunjukkan. sebagai balasanya, berikanlah sedikit makanan kepadaku”.
Singa membalasnya dengan kalimat “membiarkanmu masih tetap hidup, telah cukup membuktikan balasan niat baikku”. Singa tersebut tidak memberikan makanan kepada burung Pelatuk. Akhirnya, sang burung Pelatuk pun terbang meninggalkan Singa.
Dari kisah “Javasakuna Jataka”, Singa menjadi contoh makhluk yang tidak tahu berterima kasih. Daripada mengharapkan balas budi dari Singa yang tidak tahu berterima kasih yang dapat memicu timbulnya rasa benci dan kecewa, burung Pelatuk memilih pergi.
Seringkali perasaan kesal, kecewa, marah dan benci muncul ketika melihat orang pernah dibantu, tidak memberikan bantuan saat kita kesulitan. Kekecewaan tersebut muncul, karena kita masih diliputi oleh harapan mendapatkan balasan atas kebajikan yang pernah kita lakukan.
Merindukan balas budi atas kebajikan tersebut, rentan membuat kita merasa kecewa dan sakit hati terhadap orang yang pernah kita tolong.
Lakukan kebajikan tanpa mengharapkan balasan
Dalam melakukan suatu perbuatan baik, kebajikan tersebut akan menghasilkan buah yang sempurna apabila memenuhi 3 syarat kesempurnaan kehendak (cetana), yaitu Pubba Cetana (sebelum melakukan), Munca Cetana (saat melakukan), dan Apara Cetana (setelah melakukan).
Sebelum melakukan kebajikan, pastikan penerima kebajikan adalah orang yang tepat dan diberikan di waktu yang tepat. Pada saat melakukan kebajikan, senantiasa diliputi oleh perasaan bahagia dan setelah melakukan kebajikan, tidak muncul perasaaan menyesal.
Artinya, tidak ada lagi kecewa jika kebajikan yang dilakukan tidak mendapatkan balasan seperti yang diinginkan. Tidak lagi mengharapkan imbalan atas apa yang sudah dilakukan kepada orang lain.
Konsekuensi merindukan balas budi adalah kecewa
Kekecewaan muncul salah satunya disebabkan karena tidak terwujudnya apa yang diinginkan. Seperti halnya, ketika kebajikan yang dilakukan tidak mendatangkan kebahagiaan seperti yang diharapkan. Merindukan balas budi seperti mengharapkan imbalan atas perbuatan baik yang telah dilakukan.
Semakin mengharapkan balas budi orang lain, semakin besar pula risiko kecewa dan menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri. Padahal tanpa mengharapkan, kebajikan yang ditanam akan berbuah kebahagiaan sesuai buah karmanya masing-masing.
“Dengan mengharapkan imbalan, engkau bukan hanya kehilangan kebahagiaanmu, tetapi akan mengalami kekecewaan yang pahit” – (dalam buku Tanggung Jawab Bersama, Ven. Sri Pannavaro Mahathera)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara