• Sunday, 22 December 2019
  • Bhikkhu Dhammasubho
  • 0

Tanggal 22 Desember ternyatakan sebagai “Hari Ibu.” Segala puja dan puji untuk ibu. Paham patriarki menempatkan kaum ibu sebagai kaum nomer dua. Ada istilah di masyarakat untuk kaum perempuan yakni, “konco wingking”.

Berlaku hormat dengan puja dan puji merebah badan sungkem sujud kepada ibu menjadi tradisi luhur.

Memulikan ibu nilainya seribu kali lipat buah kebajikannya, dan seribu kali lipat berdampak buruk jika menghinakannya.

Ibu telah memberikan segalanya kepada anak-anak. Setidaknya ada dua hal yang tidak tergantikan dari ibu, mengandung dan melahirkan, yang kedua memberikan air susunya.

ASI (Air Susu Ibu) berbeda dengan susu hewan. Air susu hewan yang jika diangin-anginkan bisa lekas basi. Tetapi ASI diangin-anginkan berubah menjadi merah. Karena ternyata ASI adalah saripati dari darah ibu. (Buddha, Agga Bodhi Sutta).

Alam raya, bumi dan langit, ibarat seorang ibu dan ayah. Memberikan yang terbaik untuk melindungi anak-anaknya. Memancarkan pikiran kasih sayangnya tanpa batas. Ke atas, ke bawah, ke samping, dan ke sekeliling. Serta berpesan, Jaga baik-baik kekayaan alam. Gunakan dengan hati-hati warisan harta bumi. Jangan menipu. Jangan menghina siapa saja. Jangan karena marah dan benci mengharap orang lain celaka. Karena itu semua menjadi sebab-sebab bencana.

Jika tradisi sungkem sujud kepada ibu mulai hilang. Bisa jadi buah akibatnya adalah rangkaian bencana alam, bencana kemanusiaan yang akan datang berduyun-duyun?

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *