• Sunday, 11 March 2018
  • Lani Lan
  • 0

Bagaikan angin bebas berhembus tiada batas, kuingin lepas berlari dan menjauh darimu~Base jam

Di luar makin menggelap, beginilah yang terjadi pada diriku.

Apa pun alasan Rico, entah itu untuk kebaikannya ataupun untuk kebaikanku, itu terserah dia. Lama sudah kupikirkan, bukan semata-mata karena aku membutuhkan seseorang saat dia bilang ingin bersamaku.

Masih teringat jelas waktu itu, berulang kali aku menolak Rico dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan, kemudian Rico berhasil meyakinkanku dengan niat tulusnya.

Lalu aku jatuh hati, membuang segala prasangka buruk atas dirinya. Perlahan kisah indah pun dimulai, aku mulai memasuki dunianya dan semua mengalir begitu saja. Sempurna. Itulah dunia yang terlihat ketika sedang jatuh cinta.

“Anna, kau harus bangga bisa mendapatkanku,” ucap Rico.

“Kenapa?” tanyaku sambil menatap kedua bola mata yang berwarna coklat itu.

“Karena aku adalah orang yang setia dan bertanggung jawab,” Rico menggenggam tanganku sangat erat.

Aku percaya! Sangat percaya. Bahwa saat itu yang dikatakan Rico adalah sebuah ketulusan yang mampu menembus dinding hatiku. Tidak cukup itu saja, Rico juga orang yang sangat takut akan karma katanya pada saat itu. Dia takut menyakiti karena bisa saja semua itu berbalik padanya.

Aku tidak pernah tahu mengapa atau kapan perubahan itu terjadi. Rico tidak dapat diprediksi, terkadang ketus, baik banget, manis, menjaga jarak. Nyatanya Rico jahat! Ngeselin! Nyebelin!

Aku bukanlah orang yang baik, namun ketika seseorang yang baik telah disakiti, orang itu tidak akan membalas dendam tetapi dia akan menjauh dari hidupnya. Setidaknya aku mencoba menjadi orang yang baik. Kini kami saling menjauh seperti orang yang tidak pernah dipertemukan.

Liburan

Aku ketiduran di depan laptopku dan terbangun ketika ponselku berdering, ingin rasanya aku melupakan semua kegundahan yang mendera selama ini. Jalan-jalan atau sekedar foto-foto itu juga sudah cukup. Namun aku selalu menjadi orang yang serakah dengan membawa list belanjaan ataupun list kuliner.

Ugh! Selamat tinggal cinta. Aku men-shut down laptop yang berisi foto-foto tiga tahun lalu waktu ke Bromo. Indah banget rasanya bisa sampai di puncak Bromo. Ponselku sudah tujuh kali berdering dan dari tadi kubiarkan, namun aku penasaran dengan suara di ujung telepon.

“Halo…” jawabku.

“Anna!! Lama banget sih, ugh!” jawab suara perempuan yang tidak asing. Jam satu dini hari masih ada telepon nyasar.

“Eh, kamu siapa ya?!” aku masih menerka.

“Ini aku, Lirna. Katanya kalo aku mau liburan harus ajak kamu. Besok kita ke Bangkok, cus?” jawab Lirna. Aku masih mengingat-ingat, Lirna yang mana yang menelponku. Aaahhh, iya Lirna teman sekerjaku dulu.

“Besok? Jam berapa? Gile lo ya.” aku menengok jam dinding dan memang masih jam satu dini hari.

“Besok pagilah, udah aku beli tiketnya. Udah jangan banyak mikir, siap-siap sekarang jam tiga subuh aku jemput ke rumahmu ya? Kita naik Bus ke Jakarta, oke?” pinta Lirna.

“Oke.. tapi..” aku masih bingung.

“Oke sip! Sampe jumpa dua jam lagi ya Sis,” Lirna menutup telepon.

Bye.. jawabku sebelum telepon ditutup. Bangkok? Liburan? Apa aku tidak bermimpi? Aku mencubit pipiku dan auw! Sakit. Yes!!! Ini nyata. Kok bisa? Aih senangnya, ini pertama kalinya aku akan ke luar negeri. Norak ya, hahaha. Segera kubereskan barang-barangku dan menatanya ke koper.

Tidak lupa aku membuat surat cuti, lalu kukirim ke email HRD. Peraturan membuat surat cuti adalah dua bulan sebelum cuti tapi karena ini mendesak yang terjadi maka terjadilah.

Aku ingin menjauh sejenak dan bersenang-senang menikmati waktu yang masih bisa kunikmati, entah sampai kapan karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari atau lusa.

Bus Primajasa melaju pukul lima pagi ke arah Jakarta menuju bandara Soeta. Aku senyum-senyum sendiri menikmati pagi ini. Lirna menatapku dengan tatapan bahagia meski dia tidak tahu tentang apa yang aku alami akhir-akhir ini, namun kejutannya membuatku bahagia.

Bahwa masih ada sahabat baik, yang meski tidak perlu mendengar keluhan yang kita rasakan tetapi siap hadir di waktu yang dibutuhkan. Aku memandang balik Lirna yang duduk di sebelah calon suaminya.

Lirna menyandarkan kepalanya di bahu pasangannya, terlihat lelah namun bahagia. Kali ini aku tidak iri, justru bahagia melihatnya. Mungkin masih banyak orang-orang yang berhati tulus di luar sana, ataukah kita sendiri yang harus belajar bagaimana bersikap tulus?

Empat jam berlalu. Kami sarapan di food court bandara, pilihan kami adalah menu ala Jepang. Setengah jam berlalu, kemudian rombongan teman-teman Lirna datang dari berbagai kota di Indonesia. Ada dari Semarang, Solo, Yogyakarta, dan Jakarta.

Rasanya ingin menari di saat seperti ini, bertemu orang baru dan kenalan baru. Ini adalah perjalanan yang tentunya akan sangat menyenangkan. Berpetualang. Kami saling memperkenalkan diri dan bercerita satu sama lain.

Suasana bandara ramai sekali, banyak orang mondar-mandir membawa koper, entahlah antara liburan atau perjalanan bisnis. Ini sangat menyenangkan bagiku, kemudian kami bersiap untuk menaiki pesawat setelah melakukan berbagai prosedur.

Akhirnya pesawat lepas landas melesat jauh ke atas, dalam beberapa menit aku sudah berada di ketinggian, awan bisa sejajar dengan mata kita. Di bawah terlihat sangat kecil, seperti gambaran peta yang kupelajari di sekolah.

“Lirna..” aku menepuk pundak Lirna dan dia menoleh menatapku dengan senyum.

“Terima kasih ya,” ucapku padanya dengan mata berkaca.

“Sama-sama. Jangan lupa transfer biaya tiketnya,” balas Lirna. Kami terkekeh bersama. Ternyata Lirna mata duitan juga.

Kau tahu? Kadang tertawa memang membuat kita melupakan segalanya. Itulah mengapa aku jadi paham dengan Filan yang selalu tersenyum dengan kondisi apa pun. Akh! Filan, bahkan aku tidak berpamitan dengannya.

Dari semuanya, kusadari yang membuat segalanya berharga adalah ketika aku masih bisa menarik dan menghembuskan napas. Hadiah pertama yang ayah dan ibuku berikan dalam dunia ini.

Kemudian hadiah-hadiah lain menyusul, momen-momen yang tak terlupakan. Its time to holiday! Aku selalu mengamati langit sebelum kami mendarat di bandara Don Mueang, Thailand.

Ilustrasi: Agung Wijaya

Lani Lan

Penulis cerpen, guru sekolah Minggu di sebuah vihara, menyukai dunia anak-anak.

Hobi membaca, jalan-jalan, dan makan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *