• Thursday, 19 October 2017
  • Lani Lan
  • 0

Aku merasa menjadi manusia yang tak utuh. Ada ruang hampa yang menganga dan sepi dalam relung hati. Kadang ingin berlari entah ke mana hanya untuk benar-benar merasakan kehampaan…

Sejenak aku merenung memikirkan arti kata sukses. Semua orang menginginkan kesuksesan dalam perjalanan hidupnya, untuk karir, sekolah, jodoh, pokoknya sukses dalam segala hal di dunia dan di alam selanjutnya. Namun seperti apa sukses yang sesungguhnya?

Mataku berkaca menatap foto yang tergantung di dinding, boneka-boneka yang terpampang dilemari, bunga-bunga, dan tulisan ucapan selamat. Ini seperti mimpi. Bekerja sambil kuliah. Yah, ketika aku benar-benar bisa memakai toga dan mengikuti proses acara wisuda dan disematkan gelar sarjana. Air mataku menetes, karena tidak ada foto kedua orangtuaku di sana layaknya keluarga lain yang bisa dibilang lengkap kebahagiaannya. Tidak ada kekasih hati yang menemani dan memberiku setangkai bunga cantik. Ah, tanganku mengusap air mata yang membasahi pipi kemudian tertawa.

Kekasih?

Masih teringat jelas ketika jantung berdegup kencang karena melihatnya, memikirkannya dan memimpikannya. Itu adalah saat di mana aku merasa bahagia sebagai wanita. Debar-debar cinta itu tumbuh makin hari makin dalam, mata yang berbinar dan senyum yang terus mengembang. Menggambarkan wajahnya adalah tugas rutin yang wajib dilakukan menjelang tidur dalam benakku. Jatuh cinta adalah waktu yang paling berharga dari sekadar harta dunia. Rindu yang menggebu tak terungkap tenggelam dalam gelisah. Namun lamanya kebersamaan tidak bisa menjamin kelanggengan suatu hubungan. Aku bisa apa ketika kau memilih menjauh perlahan melupakanku.

Namanya Adit. Cowok ganteng, pintar, baik hati, dan mandiri. Semua gadis-gadis mengidolakannya bahkan aku sendiri jatuh cinta pada pandangan pertama. Berkenalan dengannya adalah sebuah tantangan karena dengan mudah dia akan melupakan orang yang tidak terlalu penting dalam hidupnya. Usahaku untuk berkenalan dengan Adit tidak terlalu drama karena ternyata Adit juga merasakan apa yang aku rasakan. Semesta seolah mendukung perasaan kami. Dunia sangat indah dan berwarna kami tenggelam dalam warna pelangi kehidupan yang didambakan semua orang.

Waktu terus berjalan. Tidak pernah ada pertengkaran yang berarti antara aku dan Adit, tiga tahun bersama dilewati dengan suka cita. Hingga tepat di hari ulang tahunku yang ke–25, dengan tergopoh-gopoh Adit berjalan menghampiriku. “Selamat ulang tahun,” ucapnya dengan bungkus kado berwarna pink di tangannya. Aku sangat senang dan memeluknya, Adit pun memeluk tubuhku erat dan berkata bahwa dia sangat mencintaiku. Adit mendorong tubuhku dan menatap tidak seperti biasanya, ada kehampaan di kedua bola matanya.

“Maafkan aku Chelsea,” ucapnya terbata.

“Maaf? Untuk apa? Aku tidak pernah menyalahkannya atas apa pun karena aku tulus padanya.” Gumamku berkecamuk.

“Hubungan kita cukup sampai di sini saja,” lanjut Adit. Aku hanya terdiam. Pikiranku seketika kosong. Apakah ini nyata atau sekadar candaan dan gurauan Adit?

“Maksud kamu Dit?” Aku balik bertanya.

“Kita break! Aku akan pergi untuk melanjutkan pendidikanku. Jika kelak kita memang berjodoh maka aku dan kamu akan bertemu kembali.” Jawab Adit.

“Apakah harus? Menurutku ini sebuah lelucon. Bagaimana bisa jodoh direkayasa dan cinta direncanakan. Sebuah cinta yang diagungkan seketika hancur lebur dengan alasan kurang masuk akal.

“Inikah kado terindah yang bahkan aku sendiri tidak pernah memintanya kepadamu Adit?” Ucapku menahan kesal. Seketika rasa kecewa muncul membunuh sisi belas kasihku sebagian. Benar kata orang benci dan cinta batasnya sangat tipis. Cinta yang mudah di dapat bisa juga cinta yang mudah hilang.

Adit hanya tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan kado di tanganku. Aku seperti tidak mengenalnya bahkan aku sendiri tidak mengenal diriku sendiri. Perasaan kecewa merasukiku, marah dan benci karena semua tidak sesuai dengan keinginanku.

Peristiwa itu sudah empat tahun berlalu.

Akhirnya aku menerima kabar bahwa Adit telah meninggal seminggu setelah berpamitan denganku karena penyakit yang dideritanya tanpa sepengetahuanku. Kabar itu sampai kepadaku seminggu sebelum aku wisuda. Aku langsung mencari kado dari Adit empat tahun yang lalu yang belum pernah aku buka dan untungnya belum dibuang.

Dear Chelsea…

Maafkan aku yang tak ingin membuatmu kecewa

Aku ingin jujur namun aku tak mampu

Semua tentangmu adalah hidupku

Aku tak ingin melihatmu menangis tak berkesudahan

Aku ingin melihatmu menjadi wanita yang tegar

Menjadi orang yang sukses tanpa mengeluh

Selamat tinggal kekasih hatiku

Doaku selalu untukmu… love you !

From : Aditya

Aku tertegun, waktu memang menjawab semua tetapi waktu juga tidak bisa mengembalikan semua seperti semula. Sekarang aku tidak bisa apa-apa hanya bisa menyerahkannya kepada sang waktu. Berharap semua akan baik-baik saja. Adit sukses membuatku berpacu dengan waktu, masih teringat jelas senyum indahnya ketika pertama kali bertemu. Adit cowok pertama yang sukses membuatku benar-benar jatuh cinta.

Entah sampai kapan perjuangan ini berakhir. Semua kembali ke awal lagi, selesai keinginan satu terpenuhi muncul keinginan lainnya.

“Woi! Ini nyata loh,” kakakku menepuk bahuku. Yah, setidaknya ini nyata. Gerutuku.

“Aku bangga sama kamu adikku, Chelsea.” Kakakku mengusap rambutku yang agak berantakan. Aku tersenyum lega, ada rasa haru yang terlihat dikedua bola mata itu ketika ku menatapnya. Aku merasa bersalah karena belum lama ini aku sempat menyalahkannya bahkan membencinya. Dan aku tidak akan mengulangi kesalahan yang kedua kalinya membenci tanpa alasan. Sukses adalah ketika bisa tersenyum tanpa tapi, mampu memberi tanpa pamrih dan mampu menjadi diri sendiri. Setidaknya itulah yang diberikan waktu kepadaku untuk terus belajar tentang arti kata sukses.

Lani Lan

Penulis cerpen, guru sekolah Minggu di sebuah vihara, menyukai dunia anak-anak.

Hobi membaca, jalan-jalan, dan makan. Dapat dijumpai di facebook, @Lani Lan

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *