“Telah meninggal dunia Papa kami, Cen Yung. Jenazah disemayamkan di rumah duka …” begitu pesan WA yang diterima Jeffry dari Deni.
“Cen Yung?” Jeffry coba menggali ingatannya, siapa sih Cen Yung? Namanya terdengar cukup familiar, tapi siapa dia? Pikiran Jeffry langsung mengembara ke masa lalu. Ia berusaha membuka album kenangan, mencoba mengingat siapa Cen Yung ini. Teman sekolah, tetangga, atau teman dari temanku?
Jeffry tak berhasil menemukan nama Cen Yung di dalam catatan memorinya. “Deni, siapa sih Cen Yung ini? Apakah aku mengenalnya?” tanya Jeffry. Deni adalah tetangga Jeffry, usia mereka terpaut cukup jauh. Jeffry mengenalnya karena Deni sering ikut mamanya ketika mamanya ke rumah Jeffry untuk menjahitkan pakaian. Jeffry sering mengajak Deni bercanda karena Deni saat itu masih kecil dan lucu.
“Masa’ Koko nggak kenal?” Rumahnya hanya berselang satu rumah dari rumah Koko dulu. Kemudian Deni mengirim foto mendiang Cen Yung di meja sembahyang.
“Oh … aku ingat sekarang,” kata Jeffry. Iya, Cen Yung adalah tetangganya. Jeffry langsung ingat perawakannya. Tinggi, berkaca mata, kurus, dengan bahu yang tinggi karena terserang TBC, ia seorang perokok berat. Tadi di berita dukacita tertera nama Udin Coki. “Oh… itu nama lengkap anak semata wayang Cen Yung. Jeffry mengenalnya dengan nama panggilan Kiki.
“Meninggal karena apa?” tanya Jeffry via WA. “Kecelakaan. Ia naik sepeda, saat menyeberang jalan ia tertabrak truk. Kepalanya terlindas ban truk, otaknya berceceran…” Jeffry tak membaca detailnya. Ngeri membayangkannya.
* * * *
“Telah lahir seorang putri cantik, cucu dari Sunny, dengan panjang 48 cm, berat 2,9 kg, …” demikian bunyi WA dari Sunny. “Selamat ya … semoga ibu dan anaknya sehat. Wah … sekarang cucumu jadi 3 orang ya?” balas Jeffry. “Iya. Sekarang ada mainan baru,” balas Sunny dengan banyak emotikon tersenyum bahagia.
Itulah keseharian Jeffry. Bersama Jeslyne, sang istri tercinta, mereka mengasuh 4 cucu dari kedua anak mereka. Mereka tinggal bersama Rio, putra bungsu mereka. Anak dan menantu mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Kedua putra mereka bekerja penuh, sementara istri mereka bekerja paruh waktu. Tiap pagi Decky, putra sulung mereka mampir untuk menitipkan kedua anaknya sebelum mereka berangkat kerja.
Di sela-sela waktu merawat cucu, Jeffry menyibukkan diri dengan menulis artikel yang ia kirimkan ke majalah online dan Jeffry menjadi pembuat sekaligus admin grup WA “Ruang Tunggu”, tempat berkumpulnya teman-teman masa kecil Jeffry. Sementara Jeslyne, selain merawat cucu, ia menyibukkan diri dengan memasak dan merawat tanaman. Jeffry dan Jeslyne berusaha menikmati masa tua dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat.
Keseharian Jeffry dipenuhi aneka info, baik sukacita maupun dukacita dari anggota grup. Info anggota grup yang meninggal atau kelahiran cucu dari anggota grup. Foto dan video tingkah lucu cucu mereka, ucapan ulang tahun sesama anggota, serta cerita nostalgia masa lalu.
Anggota grup WA “Ruang Tunggu” ada sekitar 50 orang, tersebar di berbagai kota berbeda. Bahkan ada yang beda negara dan beda benua. Usia mereka sekitar 55 tahun hingga 60 tahun.
Anggota grup bisa berkurang karena ada yang meninggal, tapi juga bertambah karena ada teman yang baru mengetahui keberadaan grup ini. Selain saling berbagi info, foto, dan video via WA, terkadang mereka juga ngobrol langsung via video call. Jeffry membuat grup ini karena ia lumayan melék teknologi, ditambah lagi anak sulungnya seorang ahli IT. Jeffry tidak mengalami banyak kesulitan berinteraksi di dunia maya. Secara sabar Jeffry mengajari anggota yang tidak begitu paham teknologi.
Banyak anggota yang bertanya, mengapa nama grup ini “Ruang Tunggu”? “Anggota grup ini memang bukan dokter, tapi di usia senja ini, kita ibarat pasien yang berada di ruang tunggu tempat praktik dokter,” terang Jeffry.
“Kita menunggu giliran dipanggil, lalu berpindah alam. Nama grup ini untuk mengingatkan kita bahwa sewaktu-waktu kita bisa saja berangkat, meski sebenarnya yang berusia muda pun bisa saja lebih dulu berangkat. Tak ada yang tahu, tapi secara matematis, umumnya yang lebih tua-lah yang berangkat duluan.”
Dalam grup itu, tak ada sekat-sekat suku, agama, ras, dan yang lain. Mereka hanya berkumpul sebagai manusia. Jadi tidak ada perdebatan SARA atau politik yang bikin panas telinga dan menimbulkan perselisihan. Tidak ada cacian dengan menyebut kadrun/kampret atau cebong!
Jeffry selalu kirim pesan secara pribadi kepada yang ingin bergabung, mereka hanya boleh share info positif dan bermanfaat. Jangan bagi info pamer seperti, “Anak perempuan saya baru beli tas Hermes limited edition seharga sekian ratus juta, keluarga besar kami sedang liburan di Paris nih, dan sejenisnya. Tidak semua anggota grup berasal dari keluarga kaya raya. Grup ini dibuat untuk ajang temu kangen, bernostalgia, dan mengisi waktu yang tersisa dengan membantu sesama.”
Sejauh ini semua anggota sejalan dengan aturan yang dibuat Jeffry. Anggota grup yang punya uang berlebih selalu membantu jika ada anggota ataupun teman masa kecil yang bukan anggota sedang kesulitan keuangan.
Bahkan jika yang kesulitan berada di kota yang sama dan anggota grup yang lain relatif sehat dan dapat bepergian, maka anggota grup akan berkunjung dengan diantar anak mereka.
Banyak sisi positif dari grup ini. Mereka pernah menggagalkan seorang anak yang nyaris “membuang” ibunya ke panti jompo atau sekarang dikenal sebagai panti wreda. Setelah negosiasi yang sangat alot, akhirnya sang ibu tidak jadi dikirim ke panti. Anggota grup secara rutin berdonasi semampunya untuk membayar seorang perawat yang menjaga sang ibu. Tapi dana terbesar untuk itu berasal dari seorang crazy rich, yang juga anggota grup.
Sang crazy rich selalu menjadi donatur tetap jika ada anggota yang butuh bantuan dan hasil patungan dari anggota tidak mencukupi. Untungnya semua anggota punya fasilitas wifi di rumah masing-masing sehingga WA atau video call tidak terkendala. Ada dua anggota yang semula tak punya fasilitas wifi, tapi kini semua sudah punya. Sekali lagi, ini ditanggung crazy rich. Siapa nama crazy rich itu? Hanya Jeffry dan sang crazy rich yang tahu. Nama yang muncul ke permukaan hanya NN, sang dermawan.
Sebulan sekali mereka karaoke bersama via Zoom dari rumah masing-masing. Malah beberapa kali acara karaoke bersama ini menampilkan seorang “penyanyi” bersuara merdu, anak dari salah satu anggota grup.
* * * *
Berita duka. Daniel, ayah kami telah meninggal dunia pagi hari ini … Satu lagi anggota grup berangkat. Sekitar dua minggu, suasana duka akan menyelimuti grup “Ruang Tunggu”.
Anggota akan mengirim cerita kenangan tentang mendiang dan mengirim doa sesuai agama masing-masing. Semua tak ada yang kekal, dalam Buddhis kita mengenal istilah anicca.
Jeffry memandang ke luar jendela, salju turun dengan lebatnya. Semua tampak putih tertutup salju. Ia merasa beruntung memiliki istri, anak, menantu, dan cucu yang sayang dan penuh perhatian. Di luar sana, banyak orang seusianya yang duduk di ruang tunggu dalam kesepian.
Sekadar Catatan:
Aṅguttara Nikāya Bab IV.2.33 mengenai jasa ibu dan ayah, Buddha memberikan perumpamaan, “Jika seorang anak menggendong ibu di satu bahunya dan ayah di bahu lainnya selama 100 tahun, melayani mereka, dan mereka membuang kotoran dan kencing di sana, itu masih belum cukup untuk membalas jasa orangtuanya.”
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara