• Thursday, 23 February 2017
  • Jennifer Lie
  • 0

Suasana perpolitikan Indonesia terutama Jakarta sempat memanas menjelang Pilkada serentak 2017 lalu. Berita palsu, fitnah, hujatan, maupun ajakan untuk melakukan hal merusak, berseliweran di sosial media. Tak ayal, emosi pun terpancing. Apalagi, ternyata Pilkada DKI harus berlangsung dua putaran.

Nah, apa pelajaran yang bisa dipetik dari situasi politik yang panas ini? Ditambah lagi, keberadaan media sosial membuat setiap orang bisa secara bebas meluapkan kata hati dan amarah.

Master Zen terkenal asal Vietnam, Thich Nhat Hanh, memaparkan bahwa melawan amarah dengan amarah hanya akan membuat situasi makin memburuk.

Master Zen Thich Nhat Hanh yang telah berusia 90 tahun ini dikenal dunia sebagai guru spiritual yang menciptakan konsep Engaged Buddhism, sebuah metode yang mengkorelasikan kesadaran penuh (mindfulness) dengan aksi sosial.

Inti dari ajaran Thay –panggilan akrab Master Zen Thich Nhat Hanh– adalah praktik kesadaran penuh bisa memberikan kedamaian hati bagi sang praktisi, sehingga segala tindak-tanduknya akan sangat terjaga dan welas asih.

“Kesadaran penuh harus terus ada dalam kesadaran kita,” ajar Thay dalam buku terbarunya At Home in the World. “Sekali kita melihat sesuatu hal yang harus diselesaikan, kita harus segera mengambil tindakan. Melihat dan bertindak harus berjalan bersama. Kalau tidak, apa arti dari melihat, bila tanpa bertindak?”

Begitu pula dengan tindakan anti kekerasan. “Tindakan damai bukanlah sebuah teknik yang dipelajari secara intelektual, melainkan dari rasa welas asih dalam hati, kesadaran diri, dan pengertian yang kita miliki.”

Ajaran Thay ini bukanlah hal tanpa basis. Ia mengalami sendiri dalam perjalanan mencari kedamaian pasca perang Vietnam.

“Bila kita tidak menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan nutrisi spiritual yang dibutuhkan, kesuksesan yang dicapai tidak akan maksimal. Ada hal penting yang harus dijalankan agar kita bisa bertahan melawan permasalahan hidup, yaitu melakukan praktik meditasi berjalan, melatih teknik kesadaran bernapas, serta membiarkan tubuh dan pikiran untuk beristirahat dan menjalani proses pemulihan.”

Bhiksuni Peace (Sis Peace) adalah seorang monastik yang tinggal di vihara pimpinan Thay di Plum Village di Perancis. Menurutnya, menjelaskan setiap aksi sosial yang bertujuan untuk membawa perubahan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, hendaknya terinspirasi dari rasa cinta kasih yang berakar dalam, “Bila kita adalah seorang yang kuat secara spiritual, kita bisa mengedepankan aksi sosial yang damai.”

Dengan kata lain, telinga kita tidak mudah terprovokasi tindakan negatif, hati tidak cepat marah, dan mulut kita tidak menginisiasi tindakan merusak tersebut. Hal ini sulit, tapi inilah bentuk pembelajaran sesungguhnya.

Hal senada juga dicetuskan oleh Bhiksu Phap Dung (Brother Phap Dung), seorang monastik lain di Plum Village. Ia menyatakan, amarah memang bisa membawa perubahan, tapi pada akhirnya amarah hanya akan membuat konflik berkelanjutan. Dan hal ini sangat benar adanya, tidak hanya pada kehidupan pribadi kita, tapi juga dalam konteks hidup bernegara.

Brother Phap Dung menyarankan, dalam menyingkapi hal berbau agresi dan diskriminasi, ada baiknya kita sebagai individu tidak serta merta langsung bereaksi pada hal tersebut. Melainkan menenangkan diri terlebih dahulu, pikirkan permasalahan tersebut dengan baik.

“Tindakan berdiam diri bisa memberikan dampak yang sangat kuat. Seberapa sering kita memandang rendah seseorang yang duduk dengan tenang, solid dan tidak bereaksi keras, namun nyatanya ia bisa merengkuh sebuah titik yang penuh damai, cinta. dan tidak terdiskriminasi. Itu adalah sebuah tindakan,” jelasnya.

Brother Phap Dung juga mengangkat poin tentang ajaran Buddha, yaitu seorang yang kita anggap musuh adalah seorang guru besar, karena mereka mengungkap sisi lemah kita, dan memberikan kita kesempatan untuk berubah. Lebih jauh, sisi jahat dalam diri lawan kita, adalah sebuah cerminan tentang masyarakat kita secara luas. Maka itu, kita pun harus mawas diri dan merefleksikan arogansi dalam diri.

Master Zen Thich Nhat Hanh merupakan sahabat baik Martin Luther King. King pernah menominasikan Thay untuk menerima Nobel Perdamaian. King mengatakan, ”Saya percaya cinta adalah jawaban tertinggi dari segala permasalahan manusia. Cinta yang saya maksud di sini bukanlah sebuah emosi semata, melainkan cinta yang kuat. Cinta yang meminta dengan sangat. Saya sudah melihat begitu banyak kebencian… Saya memutuskan untuk mencintai.” (www.huffingtonpost.com)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *