• Friday, 11 January 2019
  • Ravindra
  • 0

Dengan segala kerendahan hati dan banyaknya ketidaktahuan yang membebani hati serta akal budi, maka izinkanlah saya menulis sebuah kritik kepada pimpinan, khususnya struktur Presidium Pusat Hikmahbudhi yang menjabat pada saat ini.

Tentunya tulisan ini muncul setelah banyaknya keluhan dan pertanyaan kader di daerah yang disampaikan kepada saya, terkait pengelolaan atau manajemen organisasi yang tidak berdasarkan entitas sosial dan sikap Ketum terpilih yang bekerja tidak sesuai dengan tupoksi organisasi.

Pada pelaksanaan Kongres X Pontianak pun terkesan tidak mendidik organisasi ini agar menjadi lebih dewasa, tak ada penekanan diskursus atau musyawarah yang seimbang, bijak, dan adil. Maka dari itu sangat perlu saya sampaikan dalam narasi terbuka ini.

Besar harapan saya tulisan ini dapat memantik ruang-ruang diskusi dari berbagai pihak untuk terus melakukan pembenahan dan dekonstruksi terhadap tatanan kuno feodalisme dan otoritarianisme di dalam tubuh organisasi. Kekakuan dalam memahami organisasi tentunya akan membuat kita semakin tertinggal dan mengalami stagnansi yang memperparah kondisi perjuangan kita bersama.

Kongres bermasalah?

Pelaksanaan Kongres X di Pontianak pada 15 -18 November 2018, menyisakan berbagai kegelisahan. Padahal bagi kami. Para kader di daerah, untuk melakukan pengelolaan organisasi yang baik dan tidak asal-asalan momentum kongres ini adalah sangat baik untuk pendewasaan organisasi ataupun media kaderisasi yang baik di daerah.

Bagaimana tidak, banyak hal ganjil yang hadir dalam kongres, tentunya ini membuat peserta kongres menjadi sesat pikir. Mulai dari hadirnya cabang-cabang gaib yang sudah tidak aktif tetapi, diberi hak bicara hingga hak suara seperti, cabang Makasar dan cabang Denpasar.

Forum yang lebih dikuasai oleh peninjau, belum lagi pelaksanaan kongres yang sangat terburu-terburu, hingga yang paling mengecewakan adalah hadirnya X-Banner Caleg DPR-RI di meja tamu pembukaan kongres yang tentunya sangat menciderai independensi dan kualitas organisasi ini.

Dinamika pemilihan ketua umum pun sangat menarik, dari semula 6 calon yang bertarung, hingga akhirnya menyisakan 3 calon yang siap masuk ke dalam ring, dari 3 calon yang mengundurkan diri ada 1 calon yang mundur dengan alasan bahwa dirinya telah lolos tahapan tes CPNS (yang tanggungjawabnya tidak bisa dipertanggungjawabkan sesuai diskursus pemilihan) dan sisanya sudah K.O terlebih dahulu sebelum dimulainya kompetisi pemilihan.

Kompetisi pun akhirnya dimenangkan oleh Ari Sutrisno perwakilan dari cabang Jakarta yang tidak pernah sekali pun terdengar membahas isu HAM, reforma agraria, dan gender dalam debat terbukanya. Dia hanya fokus dalam kajian soal keberagaman dan keagamaan saja, tentunya hal ini adalah sebuah kesalahan besar bagi organisasi yang menetas dari rahim reformasi yang sudah semestinya selalu peka terhadap keadaan bernegara dan kepada masyarakat akar rumput yang sedang dirundung derita tiada akhir. Namun sebuah kesalahan juga bagi kita, jika berharap lebih pada Ketua Umum terpilih Hikmahbudhi 2018-2020 yang gagap dalam wacana revolusi mental yang sesungguhnya.

Akuntabilitas

Parahnya lagi, akuntabilitas tak dibentuk dengan baik oleh pemimpin organisasi yang lahir dari rahim reformasi ini. Seperti gaya yang dibentuk dalam kongres minim kualitas, Ketua Umum terpilih terus melanjutkan kualitas minimalis saat membentuk fungsionaris. Sekjen terpilih adalah kandidat Ketum dengan suara tersedikit atau menempati posisi ke 3 dalam pemilihan, Sekretaris umumnya adalah kandidat Ketum yang mundur dan juga sebagai mantan pengurus Presidum Pusat periode sebelumnya yang LPJ-nya ditolak dan dianggap gagal oleh mayoritas cabang yang salah satu cabangnya adalah cabang Jakarta yang diketuai oleh Ketum terpilih.

Bendahara umum terpilih adalah ketua pelaksana Kongres X Pontianak yang belum berproses selama 2 tahun dan meninggalkan tanggung jawabnya sebagai ketua cabang Pontianak. Padahal dalam AD/ART yang disepakati dalam Kongres X kemarin dalam pasal 17 ayat 1 berbunyi: (syarat-syarat pengurus Hikmahbudhi di tingkat pusat adalah anggota biasa dengan peneguhan yang telah menjalani masa keanggotaannya secara aktif minimal 2 tahun sebagai anggota aktif dan tidak meenjadi pengurus organisasi massa lainnya selama masa jabatannya, dan Humas terpilih adalah calon Ketua Umum yang mengundurkan diri pada saat pencalonan berlangsung dengan alasan lolos tahap seleksi CPNS yang sebelumnya saya tuliskan di atas.

Tidak ada satu pun rasionalisasi dan kordinasi oleh Ketum terpilih kepada ketua-ketua cabang terkait dipilihnya struktur presidium pusat ini ketika cabang bandung mempertanyakan kepada tim formatur, tapi jangankan memberikan rasionalisasi, untuk balas chat di grup hikmahbudhi se-Indonesia pun beliau sangat jarang mungkin hanya beberapa kali saja sungguh kepasifan yang mengkawatirkan di tengah tekanan menumpas apatisme mahasiswa belakangan ini.

Di ujung kebodohan?

Nalar intelektual kita serasa dikencingi melihat Ketum terpilih yang sangat ugal-ugalan dalam mengelola organisasi dan selalu menabrak aturan-aturan organisasi, padahal beliau baru mengemban tugas sebagai Ketum terpilih kurang dari 3 bulan saja, lalu bagaimana kita bisa memastikan penegakan aturan di waktu yang akan datang?

Maka dari itu saya rasa hal ini sudah sangat tidak bisa dibiarkan karena organisasi perlu diselamatkan dari orang-orang yang terus pamer kebodohan dengan keangkuhan yang menggelikan dan pamer kepengecutan dengan lagak yang memuakkan seperti Ketum terpilih kita dan barisannya.

Eits jangan marah dulu dan bilang saya sedang menghina-hina, kalau saya bilang bangkai itu bau apakah saya sedang menghina bangkai? Jika saya bilang melati itu harum apakah saya sedang memuji melati, tidak toh? Saya hanya sedang mengutarakan kenyataan, begitupun kalau saya bilang Ketum PP Hikmahbudhi itu ugal-ugalan.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sesungguhnya adalah pedoman berorganisasi para kader yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan program dan haluan pergerakan di daerah maupun di tatanan pusat, berhari-hari dirumuskan dalam kongres melalui berbagai dinamika yang sangat memutar kepala itu sangat menyayangkan jika hanya berakhir di tempat sampah dan hanya menjadi formalitas saja.

Baca juga: Organisasi Kepemudaan Buddhis Memble, Begini Solusinya!

Ketidakpatuhan terhadap aturan-aturan organisasi sesungguhnya adalah sebuah pengkhianatan terhadap marwah organisasi yang selama ini dibesarkan oleh para pendahulu kita dengan air mata dan darah.

Mohammad Roem dalam karangannya berjudul, “Haji Agus Salim, ‘Leiden is lijden!’ Memimpin adalah menderita” (Prisma No 8, Agustus 1977). Jika kita telisik lebih dalam, pepatah diatas tentunya sangat sarat makna, seorang pemimpin harus rela mengesampingkan kebutuhan pribadinya untuk dapat memenuhi kebutuhan organisasi, bangsa, umat dan negara dan tentunya harus rela berkorban waktu dan pikiran, bukannya malah berharap dapat gaji dari organisasi ataupun disawer senior melulu apalagi sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan.

Organisasi membutuhkan entitas sosial yang baik. Entitas sosial akan tercipta jika akuntabilitas dan diskursus (melalui etika diskursus) dapat tercapai. Organisasi dilahirkan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, mencapai tujuan bersama, dan menjalankan azas sosial. Dalam sebuah organisasi dibutuhkan pimpinan yang dapat membawa arah berlayarnya organisasi ke tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin itu harus bertanggung jawab atas perahu, layar, dan awak kabin.

Ada tiga cahaya yang ada di dunia ini: cahaya matahari, cahaya dari api, dan yang paling terang adalah cahaya kebijaksanaan. Cahaya kebijaksanaan inilah yang digambarkan sebagai cahaya paling terang, cahaya yang dicari oleh seorang pemimpin. Kebijaksanaan adalah bentuk dari integritas, yang mana tindakan sesuai dengan ucapan. Itulah kebijaksanaan seorang pemimpin.

Organisasi ini berada dalam jalan Buddhis, kita sebagai muridnya bagaimana bisa melupakan kaidah organisasi dan kepemimpinan yang telah diajarkan. Asoka dan Sariputra sudah membuktikannya dengan sungguh, apakah kita disini hanya mementingkan kebutuhan eksistensi ala Sartre, atau kebutuhan nafsu psikologis saja.

Serampangan

Keresahan terhadap pengelolaan organisasi yang serampangan ini menciptakan kekhawatiran akan arah juang dan gerakan kita ke depannya yang tidak progresif-revolusioner sebab masih banyak sebetulnya hal yang harus kita gelorakan didalam tubuh organisasi maupun terkait masalah-masalah kerakyatan yang selalu dikesampingkan, misalnya kasus-kasus penggusuran, perampasan lahan, pelanggaran HAM, pelecehan seksual, kesetaraan gender, reforma agraria, perburuhan, isu-isu kenelayanan, industri ekstraktif, narasi-narasi ideologi, masalah keumatan dan politik kebangsaan yang sedang absurd dan penuh drama, seklumit masalah inilah yang sepatutnya menjadi fokus organisasi ke depannya dengan menggelorakan demonstrasi-demonstrasi anti kapitalisme, perlawanan terhadap pengrusakan lingkungan hidup, rasialisme, eksploitasi negara ketiga dan pembebasan manusia dari kelas-kelas yang diciptakan kekuasaan yang menindas.

Penyelamatan organisasi menjadi sebuah hal penting, mengingat dalam paradigma Hikmahbudhi kita dituntut untuk memiliki daya kritis terhadap kemapanan, ketidakadilan, dan kekuasaan yang sewenang-wenang untuk menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjadi patriot-patriot yang terus membawa semangat para pahlawan dalam melawan penjajahan manusia di atas manusia.

Salam hormat untuk Ketua Umum Terpilih Presidium Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia, semoga semua mahluk hidup berbahagia. Berjuanglah dengan sungguh-sungguh. Sungguh-sungguh?

Ravindra

Ketua Hikmahbudhi PC Bandung

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *