
Lagi-lagi Jakarta banjir (18/1). Lagi-lagi kebanjiran. Ya, banjir kali ini memang tidak sebesar awal tahun baru kemarin. Tapi bercermin ke peristiwa bencana itu, ternyata tak sedikit yang mengecam pemerintah DKI atau pihak lainnya.
Banyak sekali di media sosial kita menemui sindiran hingga hujatan terkait ketidakbecusan gubernur mengantisipasi banjir. Ada yang bilang ‘memang kok tidak kelihatan kerja pencegahannya’. Ada yang berdebat mana yang baik untuk Jakarta: normalisasi atau naturalisasi.
Terserah! Tapi satu yang bisa kita tangkap, ternyata keadaan sulit seperti bencana banjir ini bila tidak disikapi dengan tepat, justru akan menjadi ladang untuk memupuk dosa (kebencian). Ya seperti tadi. Kita justru saling menyalahkan dan mencaci. Memberikan pupuk bagi dosa untuk tumbuh dalam hati. Bila seperti ini, ibaratnya sudah jatuh dalam penderitaan, masih memupuk kebencian yang mempersulit hidup kita.
Nah, menurut pandangan buddhis bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Memang beberapa jenis bencana bisa diantisipasi (contoh antisipasi banjir), banyak pula yang tidak bisa diantisipasi dan diprediksi (contoh gempa bumi). Menghadapi bencana seperti ini, kita harus tetap waspada dan sadar. Beberapa ajaran Buddha dapat menjadi pedoman kita.
Langkah
Pertama, menumbuhkan sikap pengertian dan cinta kasih untuk meredakan kebencian. Ya, kita memang dalam situasi sulit. Kita mungkin marah, kesal, benci, takut dan diliputi perasaan negatif lainnya. Pahamilah bahwa itu wajar di situasi sulit seperti ini tapi jangan berlama-lama di sana.
Hal itu hanya akan menyedot energi kita dan mengikis upaya kita untuk menjadi lebih baik. Sebaiknya kita harus segera sadar dan berusaha tenang dengan mengembangkan cinta kasih (metta). Ini bisa digunakan untuk meredakan kebencian kita terhadap pihak yang dianggap lalai dan harus bertanggung jawab. Seperti halnya salah satu bait dalam Sutta Cinta Kasih, ‘janganlah karena marah dan benci, mengharap yang lain celaka.’
Kedua, memahami bahwa tidak semuanya berjalan sesuai yang kita inginkan. Ada banyak kondisi yang memengaruhi kehidupan kita. Sayangnya, kita tidak bisa mengendalikan banyak hal. Kita tidak bisa mengendalikan buah karma yang kita kehendaki. Kita tidak bisa mengendalikan bencana atau kesulitan hidup yang datang tiba-tiba. Kita pun tidak bisa mengatur hidup dan omongan orang lain.
Untuk itu, fokuslah pada apa yang bisa kita lakukan dan kendalikan, diri kita sendiri. Latih diri kita agar eling dan tetap tenang meski terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Sadari bahwa kita dapat menggunakan kesulitan itu sebagai ajang latihan untuk memperbesar cinta kasih, menumbuhkan pengertian, kesabaran, dan kebijaksanaan. Pahami bahwa kesulitan itu juga akan berlalu (anicca). Jangan terkekang oleh kesulitan itu. Kita harus berlatih melepas.
Ketiga, berhati-hati dengan dosa. Dosa (kebencian) adalah salah satu dari tiga akar kejahatan penyebab ‘dukkha’ selain lobha (keserakahan) dan moha (kebodohan batin). Dosa juga merupakan salah satu dari 14 faktor mental yang tidak baik (akusala cetasika).
Sedemikian pentingnya ajaran terkait dosa, Buddha sendiri sering membabarkan cara mengatasi dosa. Dalam Dhammapada syair 5, contohnya, Buddha bersabda: ‘Tidak pernah kebencian dilenyapkan dengan kebencian. Kebencian hanya dapat dilenyapkan dengan cinta kasih. Ini adalah hukum universal.’
Bila kita merasa marah dan benci, ingatlah sabda Buddha dalam Dhammapada syair 223: ‘Taklukkan kemarahan dengan cinta kasih. Kalahkan kejahatan dengan kebaikan.’
Sayangnya kita sering tidak sadar untuk mengendalikan pikiran dan ucapan kita. Apalagi di kekinian yang penuh dengan medsos. Ketikan dengan gampang menjadi ujaran kebencian yang seharusnya tidak kita lakukan. Menurut buddhis, kita harus mengendalikan diri agar tidak berucap kasar kepada orang lain.
Sebagaimana anjuran Buddha dalam Dhammapada syair 133: ‘Jangan berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka akan membalas dengan cara yang sama. Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.’
Semoga banjir dan bencana lainnya di dunia segera berakhir. Semoga pemerintah berlaku adil dan jujur. Semoga dunia menjadi makmur. Sadhu, sadhu, sadhu.