• Monday, 10 October 2016
  • Sutar Soemitro
  • 0

Pilkada serentak baru akan berlangsung tahun depan, tapi aroma persaingan antar kandidat kepala daerah dan pendukungnya sudah mulai terasa. Dan seperti biasanya, kampanye hitam ataupun penyebaran informasi tidak benar (hoax) selalu menjadi bumbu panas dalam setiap pesta demokrasi ini.

Perang informasi ini bahkan sudah terjadi di DKI Jakarta. Pilkada DKI Jakarta selalu menjadi pusat perhatian karena menjadi barometer untuk daerah-daerah lain. Pada Pilkada 2017 nanti, DKI Jakarta menghadirkan tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur: Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – Djarot Syaiful Hidayat, Anies Baswedan – Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni. Masa kampanye belum dimulai tapi suasana sudah mulai panas dengan beredarnya tudingan Ahok melecehkan salah satu ayat dalam Alquran yang kemudian membuat Ahok meminta maaf secara terbuka.

Nah, di era di mana informasi hanya sebatas ujung jempol, tinggal klik, informasi valid ataupun sebaliknya mudah sekali tersebar luas. Banyak orang yang ikutan latah menyebarkan berbagai informasi berbau kampanye tanpa lebih dahulu dicek kebenarannya, hanya karena informasi tersebut menguntungkan calon yang ia dukung.

Sebelum ikut-ikutan menyebarluaskan informasi berbau kampanye di media sosial atau pesan instan, ada baiknya simak kata Herman Kwok, praktisi industri digital yang kini menjadi CEO portal berita Beritagar.

“Kalau ada statement yang aneh-aneh, jangan langsung terima apalagi di-share. Bahaya! Cek dulu kebenarannya. Kalau ada sumber, masuk aja ke sumbernya, bener ngga? Karena kalau langsung di-share, bisa merugikan banyak orang lain,” Herman Kwok mengingatkan

“Kalau sharing hal yang ga bener, bisa masuk kategori perbuatan tidak menyenangkan atau pencemaran nama baik,” tambah Herman Kwok. Ia juga mengingatkan, perbuatan tersebut bisa terancam hukuman pidana melalui UU ITE.

Ia menyarankan kita untuk lebih bisa menahan diri karena jika kita ikut menyebarluaskan kabar yang tidak ada bukti atau datanya, kita bisa ikut terkena pasal pidana. “Sharing, forward atau blast informasi bisa di-track asal dan sumber awalnya, termasuk pihak yang ikut nyebarin,” ia menambahkan.

Sebagai pimpinan puncak sebuah media, ia tahu persis bagaimana posisi media dalam hiruk-pikuk kampanye. Menurutnya, “Kalau dekat pilkada/pilpres, media terbagi 3: blok kanan, kiri, dan netral. Sebaiknya baca yang netral aja.”

Herman Kwok yang sudah delapan tahun berkecimpung di industri digital ini mengajak kita menjadi netizen yang cerdas dengan mengonsumsi media yang layak dipercaya, bukan media abal-abal. Saat ini memang banyak sekali media abal-abal, bahkan tidak sedikit media yang isinya sangat tendensius dan cenderung menghasut.

Ia kembali menekankan pentingnya mengecek kebenaran informasinya. “Sebagai Buddhis, kita pegang aja Ehipassiko, datang-lihat-buktikan,” Herman Kwok menyarankan.

Sementara itu Bhikkhu Jayamedho menyayangkan kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering menjelek-jelekkan pihak lain yang tidak sejalan dengannya. “Katanya kita bangsa beragama, 99% beragama tapi untuk soal itu (kampanye), semua tidak selaras dengan agama. Malah ayat-ayat agama dikeluarkan untuk membenarkan perilakunya,” cetus Bhante Jayamedho.

“Seringkali orang hanya mengedepankan emosi. Orang Indonesia kan emosional, pakai perasaan,” lanjut Bhante.

Bhante Jayamedho menyoroti mudahnya orang-orang zaman sekarang menyebarluaskan informasi tidak benar. “Orang-orang sekarang gampang mengirimkan berita hoax, karena dia merasa itu bukan hoax. Begitu juga dengan berita-berita yang membuat orang khawatir, takut, benci, marah. Itu semua masuk dalam kategori ucapan yang tidak benar,” ucap Bhante.

“Hati-hati dengan hoax, itu karma buruk,” Bhante mengingatkan.

“Sang Buddha sudah mengajarkan samma-vaca. Awas Anda melakukan karma buruk loh dengan ucapan tidak benar, bohong. Mem-broadcast (adalah) termasuk ucapan.

“Itu terjadi karena dia main perasaan. Hanya perasaan yang jalan, otaknya ga jalan. Merasa ini perlu diketahui orang, ngga taunya itu berita hoax (berita busuk),” jelas Bhante.

Lalu bagaimana caranya agar kita tidak ikut-ikutan menyebarkan berita busuk? Bhante memberikan tips, “Logika harus dipakai dulu: Apa ini benar? Apa ini baik? Apa ini adil? Itu tiga ukurannya.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *