• Tuesday, 11 October 2016
  • Chuang
  • 0

Ada sebuah iklan yang bagus di televisi kita, iklan dari maskapai nasional kita Garuda Indonesia Airline. Dalam iklan tersebut digambarkan, bahwa pada setiap perjalanan yang kita lakukan dengan menggunakan jasa Garuda Indonesia Airline, ada seribu tangan yang menjadikan perjalanan itu mewujud. Kata “seribu” di sini tentu saja tidak mengacu pada jumlah yang pasti, tetapi lebih bermakna bahwa ada banyak tangan dalam proses mempersiapkan sebuah perjalanan udara. Mulai dari petugas darat seperti penyedia konsumsi untuk para penumpang dan kru pesawat, petugas administrasi, teknisi pesawat, petugas bandara, dan tentu saja para kru kabin serta pilot sebagai ujung tombaknya.

Sebagian dari kita mungkin tak menyadari penggambaran dalam iklan tersebut juga berlaku bagi kehidupan kita secara umum. Karena kehidupan yang kita jalani ini dapat diibaratkan seperti permainan jigsaw puzzle: untuk dapat menyelesaikan gambaran besar diperlukan gabungan potongan-potongan gambar kecil yang saling melengkapi.

Pernahkah terlintas di dalam pikiran kita dari mana asal beras yang kita tanak menjadi nasi? Pernahkah terpikir dari mana asal kemeja yang kita kenakan? Dari mana asal sepatu, sandal, sabun, lauk pauk dan sebagainya itu? Mungkin dengan mudah sebagian dari kita menjawab itu semua berasal dari uang yang kita belanjakan di supermarket dekat rumah.

Tetapi jika mau jujur, jika kita coba menelusuri semua itu kembali ke asalnya, akan kita temukan betapa panjangnya daftar orang-orang tak tampak yang ikut berperan dalam mewujudkan semua itu.

Seperti beras dari sawah yang dikelola petani, petani mengolah sawah dengan bantuan sapi pembajak dan pupuk dari pabrik, dan pabrik berjalan atas kerjasama para karyawannya. Atau seperti kemeja yang berasal dari kain yang dipintal dari benang yang diolah dari kapas yang ditanam petani, dan tanah pertiwi menyediakan dirinya sebagai tempat tumbuh kembang untuknya.

Untuk bisa hidup dan menjalani hidup kita, tak terkira banyak tangan dari orang-orang tak tampak yang menghidupi kita. Dan penyadaran ini, bahwa kita semua saling bergantung satu sama lain, hidup saling menghidupi dengan makhluk lainnya, sangat berguna untuk meruntuhkan kesombongan laten sekaligus memunculkan rasa simpati dan welas kepada yang lainnya.

Sebagai contoh, saat kita meraih suatu prestasi prestisius sebagai pemenang dari suatu perlombaan atau kontes. Dengan penyadaran bahwa tak ada sesuatu pun dalam kehidupan ini yang bisa berdiri sendirian sebagai entitas tunggal, maka kita sadar pencapaian kita yang mengagumkan itu bukan semata-mata karena usaha kita sendiri, yakni: ada banyak jasa dan pengorbanan dari orang-orang tak tampak yang berperan mengantarkan kita ke puncak tangga kehormatan. Dengan begitu, alih-alih menjadi sombong dan menepuk dada, kita bersikap rendah hati dan mengapresiasi pencapaian itu sebagai usaha bersama yang kebetulan kita-lah yang mewakili untuk menerimanya di podium.

Atau misalnya terjadi bencana alam di suatu daerah nun jauh dari daerah domisili kita. Saat hati ingin mengirimkan dana tetapi timbul rasa kekikiran dengan berpikir bahwa, “Mengapa aku harus menolong orang-orang dari daerah jauh itu yang bukan kerabat, bukan teman, bukan apa-apa denganku?” Tetapi kemudian kita menyadari tidak mustahil selama ini beras yang kita konsumsi sebagai nasi berasal dari daerah terdampak bencana itu dan ditanam di sawah-sawah milik orang-orang tak tampak yang sedang menderita di daerah itu. Dengan begitu, kita menepis jauh-jauh rasa kekikiran dan pikiran keliru kita, dan dengan hati lega kita mengirimkan dana untuk mereka, untuk orang-orang tak tampak yang menjadi bagian dari keping-keping puzzle kehidupan kita.

Bayangkan, betapa indahnya bukan, saat kita mampu memandang hidup dengan cara seperti ini? Dunia pasti menjadi tempat yang damai penuh kelegaan, jika saja setiap makhluk penghuninya menyadari bahwa dirinya dan diri makhluk-makhluk lain saling terkait saling menghidupi demi hidup dan kehidupan.

Chuang 170916

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *