• Sunday, 14 July 2019
  • Muhammad Mukhlisin
  • 0

Sebelum pergi ke kantor pagi ini, saya membaca sebuah pesan yang berisi video pendek di WA. Video tersebut menunjukkan beberapa anak muda yang melakukan flash mob di jalanan Malioboro, Jogja. Sambil meminum segelas kopi.

“Wow keren banget,” batin saya, sambil tersenyum sendiri.

Dalam video tersebut, Mohan Kalandara, remaja 12 tahun menari di tengah jalan di Malioboro kemudian secara spontan diikuti oleh puluhan anak muda dan masyarakat lainnya. Gerakannya begitu unik. Terlihat perpaduan antara tarian klasik dan modern. Belakangan diketahui bahwa tarian itu adalah tarian Jawa yang penuh filosofi Beksan Wanara. Sejak diunggah di Youtube 21 Juni 2019, dalam kurun waktu 6 hari video berdurasi 5 menit itu sudah dilihat lebih dari 45.000 viewer.

Mohan Kalandra atau yang akrab disapa Momo dalam video itu adalah remaja yang baru saja lulus dari Sekolah Dasar (SD). Awalnya Momo hanya melihat kedua orangtuanya, pasangan seniman yang berlatih menari di Keraton Jogjakarta. Namun karena keingintahuannya yang tinggi membuat dia mencoba mengikuti gerakan demi gerakan tarian Jawa itu.

Baca juga: Artefak Dharma Tersimpan di Budaya

Sambil menyeruput segelas kopi, tiba-tiba muncul pertanyaan di benak saya. “Ternyata anak millenial Indonesia mempunyai cara sendiri untuk mencintai Budaya Nusantara ya?” Ingatan saya kemudian melesat ke anak muda yang sangat kreatif lainnya. Alffy Rev, seorang pemuda berusia 23 tahun asal Mojokerto Jawa Timur ini tengah mengharumkan nama Indonesia melalui musik elektronik yang berpadu cantik dengan musik tradisional Jawa, gamelan.

“Saya pilih musik EDM yang sedang in saat ini dan agar beat-nya sejajar dengan musik barat. Lirik dan lain-lain tidak ada yang berubah, hanya ditambah gamelan agar ada unsur tradisionalnya sekaligus menjaga kesakralannya,” tuturnya dalam sebuah wawancara media nasional.

Silakan Anda cari sendiri di youtube videonya ya…

Berikan inspirasi, jangan hanya batasi

Dalam pelbagai kesempatan, saya sering kali mendapatkan pernyataan bahwa anak-anak muda sekarang sudah tercerabut dari akar budaya. Pengaruh media sosial telah menggerus budaya lokal. Apakah benar seperti itu? Jika iya, maka contoh-contoh di atas membuktikan bahwa masih ada anak muda yang mempunyai caranya sendiri mencintai budaya Nusantara.

Catatan penting buat kita adalah, jangan melabeli anak-anak dan remaja dengan asumsi. Asumsi itu mirip dengan prasangka buruk. Maka yang akan terjadi adalah kita akan menjadi kerdil dengan asumsi-asumsi itu. Susah untuk berkembang.

Bagi remaja, yang mereka butuhkan adalah inspirasi dukungan untuk berinovasi. Inspirasi sekarang sangat mudah didapatkan. Di Youtube misalnya, kita bisa menemukan pelbagai tutorial untuk berinovasi. Baik dalam bidang musik, tari, photography, videography, dan lain sebagainya, dan yang tidak kalah penting adalah dukungan untuk inovasi. Berikan ucapan positif. Pupuk terus semangat keingintahuan mereka.

Mindfulness education dan kembali ke akar budaya

Ki Hadjar Dewantara mengucapkan, “Pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia, menuju ke arah kebahagiaan batin serta keselamatan hidup lahir.” Pesan ini perlu kita resapi bersama.

Pendidikan dan budaya adalah dua hal yang berkelindan. Jika pendidikan terlepas dari budaya masyarakat, maka sudah pasti pendidikan itu telah kehilangan satu pembelajaran yang sangat berharga.

Dalam ilmu antropologi, kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Hal ini tidak mungkin bisa dipahami jika tidak dalam keadaan penuh kesadaran (mindfulness).

Saya memahami, mindfulness education adalah pendidikan yang menghadirkan siswa dengan penuh kesadaran. Sadar berada di sekolah untuk belajar. Sadar hidup di masyarakat yang beragam. Sadar hidup di bumi yang harus dijaga kelestariannya. Sadar menjadi manusia yang berbudaya.

Salam hangat.

Muhammad Mukhlisin

Kepala Sekolah Guru Kebinekaan, Jakarta.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *