• Tuesday, 5 June 2018
  • Reza Wattimena
  • 0

Revolusi industri keempat menghantam dunia. Dunia digital merangsek masuk ke kehidupan banyak orang.

Tak heran, orang lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya (online), daripada berhubungan langsung dengan manusia-manusia di dunia nyata. Hal ini membawa banyak dampak, mulai dari berkurangnya rasa solidaritas atas warga, sikap tak peduli satu sama lain yang terus meningkat, sampai dengan depresi mendalam, karena kecanduan hidup di dunia maya.

Orang pun mengalami penderitaan mendalam. Sebagai pelarian, mereka lari ke berbagai hal, mulai dari perilaku konsumtif, narkoba, seks tanpa arah sampai dengan bunuh diri. Tradisi tidak lagi mampu memberikan makna dan pegangan moral bagi hidup manusia.

Krisis identitas pun melanda secara global di berbagai belahan dunia. Di titik ini, Zen, sebagai salah satu aliran Filsafat Timur yang berkembang di Asia Timur, kiranya bisa memberikan tiga butir pencerahan.

Pertama, Zen mengajarkan kita untuk memiliki “pikiran yang tidak mengecek” (Don’t Check Mind). Artinya, apa pun yang dilakukan, kita perlu melakukannya, tanpa mengecek, analisis ataupun spekulasi apa pun. Ketika makan, ya makan. Ketika berjalan, yah berjalan. Jika dilakukan dari saat ke saat, “pikiran yang tidak mengecek” ini akan melahirkan kejernihan dan kedamaian.

Dua, Zen juga mengajarkan kita untuk memliki “pikiran tanpa halangan” (No Hindrance Mind). Artinya, ketika kita berpikir, kita perlu berpikir sepenuh hati, tanpa halangan. Ketika takut datang, ya sekadar takut. Ketika marah datang, ya sekedar marah. Pikiran lalu bisa digunakan untuk beragam keperluan, guna menanggapi berbagai keadaan yang terjadi.

Baca juga: Zen itu “Telanjang”

Tiga, dua bentuk pikiran di atas haruslah memiliki arah yang jelas. Di dalam tradisi Zen, arah (direction) adalah sesuatu yang amat penting, yakni menolong semua mahluk yang membutuhkan. Arah ini diterjemahkan ke upaya untuk memahami keadaan sekitar, dan berusaha terlibat untuk membuatnya menjadi lebih baik.  Ketika “pikiran yang tidak mengecek” dan “pikiran tanpa halangan” terarah untuk menolong semua mahluk, maka orang akan memiliki kejernihan, ketajaman dan kedamaian yang besar di dalam hidupnya, serta siap terlibat untuk melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik.

Tiga hal di atas juga membuat orang sadar akan jati dirinya dari saat ke saat. Orang tidak terjebak pada pikiran ataupun emosi yang bersifat sementara. Kesadarannya pun berkembang dari saat ke saat yang akan menghantarkannya pada kejernihan dan kedamaian. Apa pun keadaan di luar, termasuk revolusi industri keempat, kebingungan dan penderitaan tidak lagi menjadi halangan untuk mewujudkan hidup yang bermutu.

Revolusi

Revolusi industri keempat tidak harus menciptakan kebingungan dan penderitaan, jika orang menekuni jalan Zen. Sebaliknya, revolusi industri keempat justru bisa menjadi peluang besar untuk mendorong perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang berkembang amat cepat merupakan alat yang sangat kuat untuk menyebarkan pesan-pesan pencerahan di tingkat global.

Ini hanya mungkin terjadi, jika teknologi digunakan dengan kejernihan batin. Teknologi itu, sejatinya, tidak baik dan tidak buruk. Ia seperti pisau, bisa digunakan untuk memasak, atau membunuh. Yang perlu diperhatikan adalah keadaan batin para pengguna teknologi tersebut. Di sinilah Zen bisa memberi banyak sumbangan yang penting dalam bentuk kejernihan batin dari saat ke saat.

Di dalam Zen, kejernihan batin adalah sumber kedamaian. Kedamaian tidaklah sama dengan kesenangan sesaat semata yang biasanya berakhir dengan penderitaan dan penyesalan. Kedamaian yang sejati lahir dari pemahaman atas jati diri sejati yang dimiliki setiap manusia. Jati diri ini berada sebelum segala bentuk konsep dan pikiran muncul di dalam diri.

Jika orang damai dan jernih di dalam batinnya, maka ia pun akan bisa memberikan kedamaian bagi lingkungan sekitarnya. Ini terjadi secara alami. Tidak ada perbedaan. Sebaliknya, jika orang tidak mampu berpikir jernih dan kacau batinnya, maka ia akan menyakiti orang-orang sekitarnya.

Di dalam Zen, nilai-nilai kebaikan tidak muncul dari ajaran moral, tetapi dari kedamaian batin yang sejati. Cinta kasih bukan lagi hanya konsep, tetapi mengalir dari batin yang damai dan jernih dari saat ke saat. Pikiran semacam inilah yang seharusnya dikembangkan di era revolusi industri keempat ini. Dengan pikiran semacam ini, teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi bisa digunakan untuk mendorong terjadinya pencerahan di tingkat global.

Jadi, tunggu apa lagi?

Reza A.A Wattimena

Pelaku Zen, tinggal di Jakarta

 

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *