• Saturday, 10 March 2018
  • Hendry F. Jan
  • 0

Apa yang ditampilkan televisi, sering ditiru oleh penontonnya (terlebih oleh anak-anak). Karena itulah pihak stasiun televisi diwajibkan mencantumkan batas usia yang boleh menyaksikan tayangan tersebut.

Ada tayangan yang boleh disaksikan anak-anak, remaja, ada juga tayangan yang boleh disaksikan anak atau remaja tapi harus dengan bimbingan orangtua (BO).

Sehubungan dengan tayangan televisi ini, ada hal yang menarik perhatian penulis. Pertama tayangan yang menampilkan aksi ngerjain orang (jika di channel YouTube terkenal dengan nama Prank), di stasiun TV Indonesia pernah ada tayangan sejenis. Mereka sengaja memasang jebakan untuk ngerjain calon korban, dengan harapan penonton di rumah tertawa (terhibur)?

Berbuat kebajikan atau keburukan?

Biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Kru tayangan harus membuat set “jebakan” sedemikian rupa. Kadang membutuhkan kendaraan seperti bajaj, atau properti berbentuk rumah, sampai alat berat untuk mengangkat kendaraan atau rumah tadi. Agar tidak ketahuan, kadang set dikerjakan malam hari saat mal sudah tutup, butuh tenaga tukang las, dan yang lainnya.

Untuk apa semua itu? Hanya untuk menjahilin orang (kadang bisa mencelakakan, atau setidaknya membuat malu korbannya) dengan harapan penonton tertawa dan terhibur.

Di sisi lain ada tayangan inspiratif. Tolong atau versi barunya Minta Tolong. Mereka mencari orang yang tulus membantu sesama dengan bantuan “aktor/aktris” yang menjadi orang yang sedang kesusahan dan kamera tersembunyi. Jika sudah dapat sang penolong sejati, mereka memberi hadiah berupa uang.

Kedua tayangan tadi, berpotensi membuat penontonnya meniru. Tayangan “ngerjain” orang, bisa menginspirasi orang untuk menjahili orang lain untuk ditertawakan. Positifkah hal ini?

Tayangan Minta Tolong, bisa menginspirasi penontonnya melakukan kebajikan. Meskipun terinspirasi menolong dengan harapan ia mendapatkan uang dari tim Minta Tolong (bukan tulus membantu), ini jauh lebih baik daripada menginspirasi orang untuk “melakukan hal buruk”.

Pilihan di tangan kita

Menurut penulis, kita tertawa saat melihat orang lain mendapat kemalangan, menandakan jiwa kita yang kurang sehat. Bukankah seharusnya kita berempati kepada orang yang sedang mendapat kemalangan? Mengapa kita justru senang saat menyaksikan sebuah tim dengan sengaja membuat orang tak bersalah terpeleset, pakaiannya basah terkena tumpahan air, terkejut karena dikejar hantu, dan masih banyak lagi.

Keburukan yang disaksikan terus-menerus dapat membuat kita merasa tindakan tersebut bukanlah sebuah hal yang salah. Seperti halnya berita hoaks yang terus-menerus dibuat orang tak bertanggung jawab dengan harapan kita percaya pada berita itu.

Mari selektif memilih tayangan untuk kita dan keluarga. Tanpa disadari, apa yang kita saksikan akan memengaruhi otak kita. Kita ingin otak kita lebih banyak terinspirasi untuk menolong orang lain (melakukan kebajikan) atau menjahili orang lain (melakukan keburukan)? Pilihan ada di tangan kita. Mulailah menentukan pilihan itu dengan selektif dalam memilih tayangan.

Hendry Filcozwei Jan

Suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Hendry F. Jan

Hendry Filcozwei Jan adalah suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.

Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

http://www.vihara.blogspot.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *