• Saturday, 10 March 2018
  • Yudhi H. Gejali
  • 0

“Saya sepertinya tidak cocok berlatih meditasi! Pikiran saya tidak bisa tenang. Saat mencoba bermeditasi, justru pikiran saya malah semakin liar, ke sana-kemari.”

Apakah Anda pernah merasakan hal yang sama? Saya juga pernah merasakan hal yang sama saat pertama kali belajar bermeditasi di Tergar Meditation Centre, Jakarta.

Saat mulai duduk bermeditasi, saya semakin menyadari pikiran saya tidak bisa diam. Seperti monyet liar, dia melompat ke masa depan, ke masa lalu. Begitu susah rasanya “menenangkan” pikiran.

Ternyata saya tidak sendirian. Mungkin malah semua orang yang belajar meditasi pernah merasakan hal yang sama. Tidak terkecuali Guru saya, Mingyur Rinpoche. Beliau pernah merasakan kegelisahan saat bermeditasi, sepertinya pikiran, emosi, dan ketegangan malah bertambah banyak. Bukannya membuat tenang, meditasi malah semakin membuat tegang.

Saat berkonsultasi dengan Guru-Gurunya mengenai pengalaman ini, Rinpoche mendapatkan jawaban seperti ini, “Jangan khawatir, batinmu tidak sedang bertambah buruk. Sekarang Anda malah menyadari aktivitas apa yang sebenarnya selama ini terjadi dalam batin yang dulunya tidak anda sadari.”

Dzongsar Khyentse Rinpoche juga pernah mengatakan hal yang serupa dalam salah satu ceramah Dharma-nya perihal latihan meditasi, “Kalau Anda menceritakan kepada saya pikiran Anda semakin banyak tak terkendali saat bermeditasi, saya malah akan menjawab, “Itu bagus! Lanjutkan!” Tetapi saya malah akan bertanya-tanya dengan sedikit kekhawatiran kalau pengalaman meditasi Anda malah tentang melihat cahaya, merasakan energi, dan hal-hal seperti itu.”

Di dalam buku The Joy of Living, Mingyur Rinpoche membagi pengalaman bermeditasi kesadaran ke dalam tiga pengalaman yang merupakan tahapan progresif seiring perkembangan latihan meditasi. Tiga pengalaman tersebut adalah: Pengalaman Air Terjun (waterfall experience), Pengalaman Sungai (river experience), dan Pengalaman Danau Tanpa Ombak (lake experience).

Pengalaman air terjun

Gambaran air terjun di sini adalah gambaran batin yang riuh, dengan pikiran, emosi, atau sensasi fisik yang gelisah, dan berganti-ganti sangat cepat. Seringkali pengalaman ini adalah pengalaman yang dialami oleh murid yang baru belajar mengembangkan latihan meditasinya.

Pengalaman ini bukanlah kesalahan atau kegagalan meditasi. Karena, seperti yang dijelaskan oleh Mingyur Rinpoche di atas, pengalaman ini justru menjadi tanda bahwa kita mulai menyadari apa yang sedang terjadi di dalam batin kita.

Saat mengalami pengalaman ini, banyak orang yang merasa bersalah atau merasa gagal dalam meditasinya. Mereka menyalahkan diri, “Mengapa saya terseret?”, “Mengapa saya tidak bisa konsentrasi?”, “Mengapa pikiran saya begitu liar?”

Mingyur Rinpoche mengatakan, “Kita tidak bisa memblok pikiran, sama seperti kita tidak bisa memblok ombak lautan. Pikiran adalah ekspresi alami dari batin, sama seperti ombak adalah ekspresi alami dari lautan. Dan sesungguhnya, pikiran monyet liar ini bukanlah musuh meditasi. Bila kita mengenal kesadaran, kita dapat menjadikannya sahabat berlatih.”

Banyak cara yang dapat kita lakukan saat mengalami pengalaman air terjun ini, mulai dari mengondisikan tubuh untuk duduk dalam posisi tertentu, mengarahkan pandangan mata ke arah tertentu, dan mengenali kesadaran yang menyadari objek pikiran, atau objek eksternal lainnya, seperti napas, suara, bentuk, sensasi tubuh, dan lain-lain.

Mingyur Rinpoche menjelaskan, pengalaman ini secara lebih rinci dalam workshop meditasi Joy of Living yang hampir setiap bulan diadakan di Tergar Meditation Centre Jakarta.

Pengalaman sungai

Seiring berlatih, kita mulai bisa melihat pergerakan pikiran, emosi, dan sensasi dengan lebih jelas. Kita berlatih dari pengalaman air terjun yang begitu cepat dan riuh, ke pengalaman sungai yang lebih lambat dan lembut.

Tanda dari pengalaman ini adalah kita dapat memasuki kondisi meditatif dari waktu ke waktu tanpa banyak usaha, dan dapat menggabungkan kesadaran dengan pengalaman hidup sehari-hari.

Saat duduk bermeditasi formal, Anda merasa lebih jernih, ringan, dan transparan. Dalam pengalaman ini, Rinpoche menjelaskan, “Pikiran dan emosi masih datang dan pergi, namun mereka menjadi “kurang penting” dibandingkan kesadaran meditatif yang menyadari keberadaan mereka. Anda akan lebih terbuka dan tidak terlalu serius menanggapi pergerakan batin tersebut.”

Pengalaman danau tanpa ombak

Pengalaman danau tanpa ombak adalah tahapan berikutnya. Ibarat danau yang tanpa ombak, batin menjadi sangat tenang, luas, stabil, dan penuh kepercayaan diri.

Persepsi juga menjadi jernih dan tajam. Mingyur Rinpoche bahkan menjelaskan dalam buku The Joy of Living, bahwa dalam pengalaman ini, persepsi Anda akan melebihi orang kebanyakan, yaitu adanya kualitas clairevoyance dan telepati mental.

Untuk menjaga agar ini tidak terjadi, dalam tradisi Buddhis, terdapat peraturan sumpah, atau yang dikenal dengan samaya (Sanskrit), untuk tidak menceritakan pengalaman meditasi pribadinya atau realisasinya kepada siapa pun kecuali kepada Gurunya atau kepada murid yang sangat dekat dengan sang Guru. Samaya ini bertujuan untuk mencegah kesombongan dan penyalahgunaan dari pengalaman ini.

Mingyur Rinpoche juga memberikan sebuah penekanan tersendiri mengenai pengalaman danau tanpa ombak ini. Pengalaman danau tanpa ombak ini merupakan puncak dari latihan meditasi Shamata (calm abiding meditation/meditasi tenteram damai), tetapi pengalaman ini hanyalah sekedar pengalaman, dan bukanlah realisasi atau pencerahan.

Mingyur Rinpoche menganjurkan kita untuk tidak mengharapkan, tidak melekat, dan melepas pengalaman “kejernihan, kedamaian, dan tanpa konsep” yang kita alami saat bermeditasi. Karena pengalaman ini akan berlalu dan menghilang, tidak peduli seberapa kuat Anda mencoba mencengkram pengalaman tersebut.

Pengalaman hanyalah pengalaman, akan silih berganti dan bukanlah realisasi pencerahan sesungguhnya. Esensi dari meditasi adalah Kesadaran, bukanlah pengalaman meditasi, dan yang lebih penting dari pengalaman meditasi adalah motivasi mengapa bermeditasi. Ini yang selalu ditekankan oleh Mingyur Rinpoche kepada murid-muridnya, seperti tertuang dalam stanza doa aspirasi pembuka meditasi Joy of Living berikut ini:

“Dengan welas asih dan kebijaksaan yang tidak terbatas,

Saya akan berkerja untuk kesejahteraan semua,

Semoga kita terbebas dari kelaparan (keserakahan) dan perselisihan (kebencian),

dan memiliki keceriaan dan sebuah dunia dalam kedamaian.”

Yudhi H. Gejali, MD

Dokter medis, praktisi akupuntur, penyuka filosofi Buddhis, dan murid meditasi di Tergar Meditation Centre Jakarta.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *