Ketika kita bertumbuh dalam komitmen bijak kita, dengan kesan lebih luas terhadap keseluruhan perjalanan sebagai proses pembelajaran dan transformasi, kita akan lebih jarang berupaya menempatkan segenap tindakan kita dalam bingkai kemenangan atau kegagalan; yakni mencari nilai kemenangan bagi diri pribadi atau organisasi kita.
Jikalau kita sanggup mencerna pelajaran dari hasil yang mencerminkan kegagalan, kesalahan, atau saat segalanya tidak berjalan sesuai keinginan, terdapatlah pemahaman bahwa sesungguhnya tiada kegagalan. Semua ini lebih merupakan komitmen mendalam bagi keseluruhan proses selaku suatu pertumbuhan spiritual. Dr. A.T. Ariyaratne, pencetus gerakan Sarvodaya di Sri Lanka, merenungkan karya selama lima puluh tahun lebih beliau yang dilandasi praktik spiritual:
Ketika saya melakukan sesuatu dengan niatan baik dan saya “gagal,” saya tidaklah menganggapnya sebagai kegagalan. Bagi orang lain, hal ini mungkin merupakan kegagalan, namun tidak demikian halnya denganku, karena “kegagalan” boleh jadi mengajarkanku keseimbangan batin atau perenungan.
Saat belajar menerima kegagalan, dalam pengertian, bahwa aku berhasil. Setiap tindakan yang kulakukan mengandung alasan-alasan internal, yang senantiasa mendatangkan manfaat bagiku.
“Kegagalan,” jikalau kita amati dengan diterangi semangat seperti ini, dapat menjinakkan kesombongan, sikap mementingkan diri sendiri, serta keyakinan bahwa kita sanggup mengendalikan segala sesuatu atau gagasan-gagasan mengenai bagaimana seharusnya semua itu berlaku.
Sebagaimana yang dikemukakan ahli mitologi dan penutur kisah, Michael Meade, “Jiwa manusia mencintai kegagalan.” Tanpa perspektif seperti itu, kita cenderung menutupi atau menyembunyikan kegagalan-kegagalan kita, menghindari kelemahan-kelemahan yang menghambat proses transformasi.
Tulisan di atas merupakan petikan dari salah satu buku terbitan Karaniya (karaniya.com), yaitu “The Engaged Spiritual Life – Kehidupan Spiritual yang Terjun Aktif, Mengubah Diri dan Dunia ke Arah yang Lebih Baik” karya Donald Rothberg.
Dalam kata pengantarnya, Jack Kornfield mengatakan, “Buku ini, Kehidupan Spiritual Yang Terjun Aktif, adalah pembimbing praktis baru, suatu buku petunjuk yang menghadirkan secara bersamaan teori beserta praktik guna menggabungkan kehidupan meditasi batiniah dengan aktivitas di luaran.
Karya tersebut menghadirkan wawasan-wawasan tersebut secara sistematis, inspiratif, serta mudah dipahami. Dengan kejelasan layaknya suatu naskah klasik, ia menawarkan kekayaan warna berbagai ajaran, latihan, dan pemahaman yang diperoleh selama puluhan tahun guna membimbing pembaca menyatukan antara aktivitas dengan kematangan batiniah.”
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara