Di musim semi yang indah dan hangat, alam selalu bersukacita, di pagi hari burung berkicau riuh menyambut mentari yang masih malu-malu di ufuk timur. Lalu bunga-bunga terbangun dari tidurnya, kelopaknya pun mulai bermekaran ketika sinar mentari yang hangat menyapa mereka. Setetes embun menyegarkan rumput-rumput yang bergoyang.
Begitu pun dengan sebuah pohon plum yang sangat indah, menggeliatkan cabang-cabangnya ketika angin bertiup mengucapkan selamat pagi. Pohon Plum ini sangat indah, di setiap ujung cabangnya terdapat bunga, bukan cuma satu atau dua bunga tapi ratusan bunga. Lebah sangat gembira, mereka menari-nari sambil bersenandung hinggap ke bunga-bunga yang ada di pohon plum tersebut.
Pohon plum juga bernyanyi dan menari bersama lebah. Setiap orang yang melihat pohon ini, mereka akan berhenti, bernapas dengan sadar penuh, menikmati indahnya pohon tersebut, lalu mereka akan menyirami benih-benih cinta dan kasih sayang dalam diri pohon tersebut.
Pohon Plum ini selalu tersenyum riang karena memiliki segala kebahagiaan yang diinginkannya. Dia menikmati setiap momen kebahagiaan tersebut. Cinta dan kasih sayang yang dia terima, memberikan semangat kepadanya untuk menjalani hari-hari yang penuh dengan rintangan.
Hingga suatu hari kelopak-kelopak bunga pun mulai berguguran, pohon plum sangat sedih, dia berharap dan memohon kepada kelopak bunga untuk tetap tinggal dengannya, karena tanpa adanya kelopak bunga, tidak akan ada lebah yang bernyanyi dan menari dengannya, tidak akan ada orang yang akan berhenti dan menikmati indahnya pohon plum tersebut.
Pohon plum akan sendirian, tidak akan ada lagi orang yang mencintai dan memberikan kasih sayang kepadanya. Pohon plum melakukan segala hal yang bisa dia lakukan tetapi kelopak-kelopak bunga tetap berguguran. Mereka juga sangat sedih, mereka tidak ingin meninggalkan pohon plum, mereka berusaha menghibur pohon plum dan berjanji akan kembali lagi.
Hari-hari yang dilalui pun menjadi sangat menyedihkan, pohon plum sering menangis dan bertanya kenapa bunga harus berguguran, kenapa bunga tidak bisa tinggal selamanya.
Ketika mentari menyinarinya dengan kehangatan, daun-daun hijau di pohonnya menari dan angin menyapanya, pohon plum berusaha untuk menikmati dan menyambut mereka tetapi ketika mentari tenggelam, daun-daun tertidur dan angin mengucapkan selamat tinggal, pohon plum kembali menjadi sedih, dia berharap bunga-bunga kembali lagi dan memberikan keindahan kepada pohonnya sehingga dia bisa menjadi bahagia lagi.
Hari berganti hari, pohon plum hanya bisa tersenyum pahit hingga beberapa anak kecil datang mendekat, membelai, duduk di pangkuan pohon plum dan mereka berbicara satu sama lain dengan penuh riang sambil menunjuk ke cabang-cabangnya.
Akhirnya pohon plum menyadari bahwa daun-daunnya memberikan keteduhan dan kelopak-kelopak bunga yang berguguran tersebut telah berubah bentuk menjadi buah yang ranum dan manis. Pohon plum mulai tersenyum riang, dia menyapa daun dan buah tersebut, dia melihat sesuatu yang indah di dalam buah.
Bunga tidak pernah meninggalkannya, bunga selalu ada bersamanya, tetapi kali ini dalam bentuk buah. Dia pun menyadari bahwa tidak ada yang abadi. Kelopak bunga tidak abadi, ketidakabadian kelopak bunga memberikan kesempatan kepada buah untuk bermanifestasi di dalam hidup pohon plum.
Jika kelopak bunga tidak berguguran, bagaimana mungkin buah akan hadir dalam hidupnya.
Setelah mencapai pengertian ini, pohon plum pun melihat daun, bunga, dan buah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidupnya. Apa pun yang datang dan pergi akan memberikan keindahan dalam perjalanan hidupnya.
Wulandari
Merupakan seorang biksuni, murid dari Zen Master Thich Nhat Hanh.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara