“Sayang, kita hari ini mau makan apa?” tanya si wanita.
“Terserah kamu deh…” jawab si pria sambil memegangi ponselnya.
“Kalo di resto favorit kita gimana? Atau mau nyobain kafe baru di deket rumah aku?” sambung si wanita dengan wajah berbinar penuh harap.
Beberapa detik kemudian barulah si pria menjawab namun matanya masih menatap ponsel sambil memasang wajah linglung, “Hmm…ngomong apa tadi?”
Sepertinya sejak ada hape dan gadget, hubungan komunikasi antarmanusia tidak lagi hangat seperti dulu. Pernahkah di antara Anda mengalami hal serupa baik ketika bersama pasangan, anak, teman, atau orangtua Anda? Atau jangan-jangan malah Anda pelaku utamanya?
Dulu perilaku ini sering diistilahkan sebagai ‘autis’ dan biasanya digunakan untuk membully orang-orang yang sibuk dengan gawainya sendiri hingga tidak nyambung ketika diajak bicara. Namun belakangan istilah ‘autis’ sudah jarang digunakan karena dianggap menyinggung secara personal penderita autis yang sesungguhnya.
Kini istilah yang digunakan adalah phubbing, yaitu sebuah istilah untuk tindakan acuh seseorang di dalam sebuah lingkungan, karena lebih fokus pada gawai daripada membangun sebuah percakapan.
Istilah ini mulai mencuat seiring dengan maraknya ponsel. Penggunaan ponsel dan hal lain yang ada di sekitar tersebut, membuat mereka cendrung lebih asyik dengan gawainya, entah karena isu yang berkembang dan menarik, atau update status, tanpa memperhatikan lawan bicaranya.
Kampanye untuk menghentikan perilaku phubbing ini digencarkan di tahun 2012 oleh agensi periklanan Mc Cann dan kemudian diramaikan oleh media di seluruh dunia. Setelah itu istilah tersebut resmi didaftarkan dalam kamus Macquarie.
Soal siapa yang pertama kali mencetuskan kata phubbing? Jawabannya ialah tim pakar bahasa yang menyusun kamus atau Direktori Mc Cann dan Macquarie. Pertama kali menciptakan kata phubbing pada tahun 2012 sebagai cara mereka membantu mengatasi masalah sosial di dunia yang sedang berkembang.
Istilah baru
Phubbing sendiri merupakan singkatan dari phone snubbing, yang artinya adalah sikap acuh dan tidak peduli yang diakibatkan oleh penggunaan ponsel. Sedangkan pelaku dari phubbing sendiri disebut dengan phubbers.
Media sosial dan gawai belakangan ini sungguh-sungguh menjadi sebuah wabah sekaligus pembawa dampak perubahan besar dalam kehidupan umat manusia di era ini. Banyak sekali sikap, pola pandang, pola pikir dan kedalaman emosi seseorang berubah karena teknologi. Menurut Julie Hart, pakar hubungan sosial dari The Hart Centre, Australia, ada tiga faktor hubungan sosial yang menjadi tumpul karena perilaku phubbing.
Pakar hubungan dari The Hart Centre Australia, Julie Hart, turut menegaskan, perilaku phubbing dapat menumpulkan beberapa faktor dalam hubungan antarindividu. Faktor-faktor itu adalah kemampuan satu individu untuk mendengarkan, membuka diri akan informasi dari lawan bicara, memahami apa yang disampaikan lawan bicara, dan melibatkan diri dalam percakapan. Artinya individu yang lain akan merasa terabaikan dan semakin kecil kemungkinannya untuk puas di dalam hubungan itu.
Phubbing juga dapat mengancam putusnya hubungan dalam keluarga, persahabatan bahkan mampu mengancam terputusnya relasi. Perilaku phubbing yang mengabaikan dan tidak mempedulikan orang lain yang tengah bersama dengan Anda akan mengancam ketidakpercayaan orang terhadap Anda. Selain itu, pengaruh teknologi canggih saat ini dapat membuat manusia semakin tumpul empati dan ekspresi emosinya. Hubungan komunikasi antarindividu tidak lagi hangat dan berkualitas seperti dulu.
Pembicaraan antarmanusia saat ini bersifat datar, terkesan dingin dan hanya seperlunya saja. Padahal, kehangatan yang diperoleh oleh individu ketika berbincang dengan orang di sampingnya, sentuhan tangan, pelukan, ataupun tertawa lepas dapat meningkatkan kesehatan dan daya tahan tubuh hingga berkali-kali lipat.
Belum lagi kualitas tidur yang terganggu karena gawai, hubungan dalam rumah tangga yang merenggang karena gawai, dan banyaknya angka perselingkuhan serta perceraian terjadi dimulai dari perilaku saling acuh karena penggunaan gawai. Bukan bermaksud untuk menyalahkan teknologi yang seharusnya memudahkan manusia untuk saling berkomunikasi dan mengakses informasi terkini, namun terkadang penggunaan gawai yang berlebihan hingga tahap ketergantungan justru merusak kehidupan manusia itu sendiri.
Hasil riset
Penelitian terbaru menemukan bahwa 46 persen pasangan melakukan phubbing dan 22 persen di antaranya mengatakan, perilaku ini telah menyebabkan ketegangan di dalam hubungan. Menurut penelitian terbaru, saat ini orang mengecek ponsel sebanyak 150 kali sehari, yang menyedihkan, perilaku mengecek ponsel ini terjadi tidak hanya ketika seseorang sedang sendiri dan tidak melakukan apa pun. Bahkan di tengah pekerjaan atau ketika bersama pasangan, orang tetap memperhatikan ponsel.
Yuk mulai saat ini kita mulai mengecek dan merubah perilaku diri sendiri serta senantiasa mengingatkan orang-orang untuk menghindari penggunaan gawai ketika sedang bersama orang lain. Tingkatkan terus kesadaran diri dan hadirlah sepenuhnya ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain.
Agar pihak lawan bicara nyaman, kita sendiri pun akan merasa nyaman, puas dan bahagia. Letakkan gawai Anda untuk sesaat, dan mulailah buka pembicaraan dengan orang-orang yang ada di samping Anda, apalagi ketika berkumpul dengan kawan-kawan yang sudah cukup lama tidak bertemu, atau ketika bersama dengan keluarga tercinta.
*Bagi yang hendak mengajukan konsultasi psikologi, silakan kirim ke Redaksi@buddhazine.com
Maharani K.,M.Psi
Psikolog keluarga, Hipnoterapis, dan Trainer
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara