• Monday, 3 August 2015
  • Jessica Zhang
  • 0

Ungkapan “berpikir sebelum bertindak“ memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada yang dipikirkan orang-orang.

Dalam artikel yang diterbitkan oleh Badan Penelitian Ekonomi Amerika Serikat pada bulan Juni 2015, para peneliti menemukan bahwa program ekstrakulikuler yang efektif dan sederhana untuk para pelajar di Chicago yang difokuskan pada upaya memperlambat proses membuat keputusan telah menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi tingkat kriminalitas dan angka putus sekolah dari para partisipan, dan juga meningkatkan tingkat kehadiran mereka di sekolah.

Penelitian ini menganalisa efek dari program “Becoming a Man (BAM)” di Chicago yang diadakan oleh organisasi Youth Guidance. Para peneliti mengundang 1.473 remaja Chicago yang dipilih secara acak dari 18 sekolah untuk berpartisipasi dalam program BAM, dan kemudian membandingkan mereka dengan kelompok pelajar yang tidak berpatisipasi.

Profesor dan Direktur Departmen Kriminal di Universitas Chicago, Harold Pollack, menjelaskan bahwa tujuan dari program ini adalah untuk mengurangi sifat kekerasan dengan memperlambat refleks mereka, daripada memberitahu mereka untuk jangan menggunakan kekerasan. Ia mengatakan, “Jika Anda memberitahu anak-anak untuk tidak berkelahi, pada dasarnya Anda berkata untuk hanya mendengarkan kata-kata kita dan tidak yang lain.“

Dalam psikologi, manusia memiliki karakter untuk membangun reaksi otomatis dalam situasi normal untuk menghemat waktu. Sebagai contoh, remaja Amerika yang memiliki berasal dari keluarga berkecukupan secara alami akan berusaha untuk mengikuti figur-figur berpengaruh, misalnya menyerahkan telepon genggam mereka ke perampok, atau diam ketika diperintah gurunya.

Sedangkan para remaja yang berasal dari keluarga penghasilan rendah terkadang berpikir bahwa menuruti pihak berwajib di jalan bukanlah pilihan terbaik atau paling aman. Sebagai contoh, menyerahkan dompet kepada penodong, bukannya melindungimu dari bahaya selanjutnya, malah akan mengundang agresi yang lebih besar.

Sebagian besar dari pelatihan BAM terkonsentrasi pada topik “ekspresi marah positif“. Para pelajar berlatih untuk bernafas dengan tenang dan bermeditasi, -perlahan melepaskan napas, menghitung sampai dengan 4, mengontrol pikiran – untuk membantu mereka dalam mengendalikan emosi pada saat mengambil keputusan yang sulit. Mereka juga mengikuti program latihan yang mengajarkan mereka kekuatan dari reaksi positif. Contohnya, pada satu latihan dimana partisipan diberi tugas untuk mengambil sebuah bola dari pasangannya dalam waktu kurang dari 30 detik, para pelajar menyadari bahwa merampas atau mencuri bola tersebut tidak efektif bila dibandingkan dengan memintanya dengan sopan.

Para peneliti menemukan bahwa setelah memonitor para pelajar selama setahun program tersebut, semua yang berpartisipasi dalam program BAM berpotensi 44% lebih rendah untuk melakukan tindak kriminalitas, dan juga menunjukkan hasil yang jauh lebih bagus dalam indeks performa akademis yang merupakan kombinasi ukuran akademis meliputi GPA, tingkat kehadiran, dan juga rasio putus sekolah.

Pollack mengatakan bahwa penelitian ini menunjukkan adanya cara yang lebih mudah untuk mengurangi tingkat kriminalitas remaja berpenghasilan rendah. “Banyak orang percaya bahwa ada banyak sekali masalah yang sudah berakar dan kronis yang harus ditunjukkan sebelum kita mengurangi tingkat kekerasan dan kejahatan diantara para remaja,” kata Pollack.

Ia menambahkan, “Tapi dengan program studi seperti ini, dapat menjadi salah satu solusi yang efisien dalam pembiayaan dan lebih mudah.” (quartz.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *