• Friday, 17 December 2021
  • Yulia
  • 0

Tulisan ini diterjemahkan dari catatan Prof. David Dale Holmes.

Saya mengikuti rasa penasaran saya akan ajaran Buddha selama empat puluh tahun sebelum saya memahami inti ajaran Therawada yang sesungguhnya. 

Saya mulai belajar di filosofi dan mendapatkan gelar kehormatan di Universitas McMaster Kanada pada akhir 1950an. Di situ saya mendapatkan fondasi yang kuat akan sejarah metafisika dan epistemologi. Seperti kebanyakan generasi muda yang dikenal sebagai generasi Beat, saya juga memiliki buku Alan Watts “The way of Zen” walaupun saya tidak memahaminya dengan sempurna.

Setelah lulus saya berkarir di Jerman pada bidang filosofi dan literatur, saya menjadi dosen di Universitas Maryland, kampus Munich,  saya bekerja selama 25 tahun lamanya sebelum bergabung dengan Universitas Chulalongkorn di Bangkok. Selama ini, saya terus belajar ajaran Buddha pada tahun 1960an melalui Prof. George Grant di Departemen Agama di Universitas McMaster. 

Ketika mengajar di Universitas Maryland di Munich, saya mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi pada seminar yang dipimpin oleh Alan Watts, yang mana beliau sedang mengadakan rangkaian tur keliling Eropa. Belajar dari Watts merangkumkan dasar filsafat dari barat dan alur sejarahnya dan menyampaikan akan kesunyataan, saya mendapatkan sebuah pencerahan seketika akan tanpa diri dan kekosongan. Setelah mengalami 15 tahun akan ketakutan, saya melampauinya dengan gerbang tanpa gerbang ketakutan saya hilang begitu saja. 

“Saya paham! Saya paham! ” Seru saya kepada Watts. 

“Jangan mencengkeram nya terlalu kuat” Balasnya dengan ironi dan candaan. Itu adalah sebuah nasihat yang baik. Watts adalah seorang guru Zen dengan kecerdasan yang luar biasa. 

Saya membaca buku Zen Jepang, Mahayana, namun saya mendapati apa yang saya baca tidak masuk di akal, susah diikuti, dan tidak bisa didapatkan. Saya sadar jika saya perlu melakukan hal yang lebih lanjut, tapi saya tidak tahu langkah apa yang harus saya ambil. Masalah yang saya miliki adalah pemahaman saya hanya sebatas teori dan bagian intelektual saja. 

Perjalanan

Di awal 1980’an,  saya memiliki sebuah kapal pesiar berukuran 40 kaki berada di selatan Perancis dan melakukan pelayaran sekitar Mediterania, sendirian, seringnya jauh ratusan mil dari daratan, bertujuan untuk menjadi satu dengan semesta. Saya menyukainya, namun itu hanyalah sebuah tahapan yang harus dilalui. Kesendirian seperti itu bukanlah jawaban akhir. 

Suatu hari ketika saya berlabuh di Corsica, di pelabuhan Bonifacio, saya berjumpa dengan sepasang suami istri yang sudah lanjut usia dari Belanda pemilik dari kapal layar yang kuat dan berbicara dengan luasnya akan Buddhisme. Saya menyampaikan jika saya ingin pergi ke Asia untuk belajar lebih lanjut secara langsung. 

“Pergilah ke Sri Lanka”, ujar sang istri yang berketurunan Belanda-Indonesia. “Teman saya Tissa yang akan menemanimu di sana. Tulis dan ceritakan kepadanya kenapa kamu mau di sana.” Kemudian mereka memberikan saya alamatnya Tissa. Suaminya seorang Kapten kapal yang sudah pensiun dan penuh pengetahuan akan dunia tersenyum dengan tulus. 

Sekitar setahun kemudian saya berada di bandara Kolombo dan menunggu Tissa untuk menjemput saya. Itu adalah perjalanan pertama saya ke Timur, dan saya dipenuhi dengan antusiasme di sekujur tubuh saya. Itu tahun 1986 ketika Bhikkhu Ampitiya Sri Rahula, yang menjadi guru utama saya, kemudian menyampaikan kepada saya jika saya masih “mentah.” Saya tahu apa yang saya cari, tapi masih belum menemukan jalan yang tepat. 

Tissa membantu saya untuk merubahnya. Kami mengunjungi kuil-kuil di selatan Sri Lanka sebagai sebuah perkenalan kepada saya. Kemudian Tissa mengajak saya ke sebuah pusat meditasi yang terpencil, yang mana biksu-biksu tinggal di gua yang terdapat tengkorak tergantung di langit-langit nya sebagai sebuah objek meditasi untuk melampaui kehidupan ini. 

Saya diterima oleh biksu kepala, yang duduk di atas batu.  Saya sungguh bisa melihat energi bercahaya yang bersinar ke atas dan keluar dari bahu dan tubuh bagian atasnya. Beliau berbicara dengan saya dan menyampaikan ajaran Buddha akan meditasi napas dan mengarahkan saya untuk mengunjungi seorang biksu Jerman di sebuah hutan di Kandy yang bernama Bhikkhu Nyanaponika, yang dapat menjawab pertanyaan saya. Waktu itu saya tidak menyadari betapa besarnya kebajikan yang ditujukan kepada saya. 

Saya beruntung memiliki panduan dari Tissa. Jika saya berada di Sri Lanka sendirian, saya akan menjadi seperti turis asing lainnya yang mencari Shangri-La, saya tidak akan tahu kemana saya akan pergi dan siapa yang saya cari, dan saya juga tidak akan bisa masuk ke tempat-tempat yang saya datangi.

Tissa membukakan pintu di mana-mana. Beliau bahkan mendapatkan izin untuk saya bisa masuk di kuil relik gigi Buddha di Kandy, sebuah kuil yang paling disucikan oleh ajaran Therawada. Entah bagaimana beliau mendapatkannya, namun berada di kuil tersebut mendapatkan  sebuah berkah spiritual. 

Tissa membawa saya ke tempat meditasi di hutan di Kandy untuk melakukan penghormatan kepada Bhikkhu Nyanaponika, yang ternyata adalah seorang biksu terkenal, terutama seorang pelajar Pali, dan penulis dari buku “The Heart of Buddhist Meditation” (Inti Ajaran Meditasi Buddha),  ditambah selemari buku lainnya hasil terjemahan bahasa Pali.

Beliau adalah kepala dan motor dari Buddhist Publication Society (BPS) di Kandy. Beliau juga pernah menjadi seorang delegasi dari Ceylon mewakili tradisi Therawada di Kongres Buddhis Dunia keenam pada 1957, bersama dengan Guru beliau, Bhikkhu Nyanatiloka, yang juga seorang murid Pali yang berbakat dan penulis dari “The Word of the Buddha” Dan “The Path of Deliverance,” juga beberapa teks dan terjemahan lainnya yang membimbing dan berpengaruh kepada tiga generasi buddhis dunia. 

Di pengasingannya di hutan, saya mendapatkan keberuntungan dapat berjumpa dengan Biksu Bodhi seorang biksu Amerika dan murid yang bekerja di bawah bimbingan Bhikkhu Nyanaponika dan membantu menjadi seorang editor untuk Buddhist Publication Society. Beliau Biksu Bodhi adalah penulis dari Jalan Mulia beruas Delapan dan masih banyak karya terjemahan beliau dari teks Pali yang rumit. Hutan tersebut adalah sebuah tempat penyepian damai yang kaya akan pengetahuan dan kebijaksanaan. 

Sambutan

Mereka menerima saya dengan penuh keramahan dan kehangatan yang merupakan laku yang ada di dalam ajaran itu sendiri. Setelah beberapa saat berbincang saya memberikan pertanyaan langsung saya akan dimana saya bisa menemukan sumber utama Ajaran Buddha. Mereka menyampaikan untuk bisa membaca terjemahan Y. M. Nyanatiloka “The Word of the Buddha, ” Kemudian lanjut belajar dan berlatih disiplin nya yang ada pada jalan perealisasian. Mereka menekankan jika praktik adalah hal paling utamanya dibanding teori. Di situ saya mendapati nya sulit – bukan hanya di awal, tapi seterusnya, sampai ke tahap atas. Namun  saya terus mengikuti apa kata Buddha dan terus berlatih, saya pasti akan berproses. 

Dalam rangkumannya, ketika saya dapat mencari kemana saya bisa mencari makan dari Ajaran Buddha, jawaban mereka adalah “Kenapa mencari ke mana-mana, carilah dalam  untaian kata yang di sampaikan Buddha. ” Itulah Ajaran Therawada itu,  dan dengan kekaguman saya akan Buddhist Publication Society membuat semua itu tersedia dalam bahasa Inggris tanpa embel-embel dan ketidakjelasan. Saya hanya tidak tahu di mana harus mencari. Jadi saya kemudian membaca buku-buku dari BPS dan kali ini mungkin untuk alasan yang tepat dan akhirnya  menyadari jika jalan yang saya lewati adalah aplikasi ajaran kepada mental saya dan disiplin yang diaplikasikan kepada pikiran, perasaan, dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, yang sangat jauh dari tujuan intelek. Jika pikiran kita memiliki konsentrasi namun tidak terkoneksi dengan tubuh, maka tidak akan ada perkembangan  lebih lanjut. 

Mulailah dengan terjemahan Y. M. Nyanatiloka “The Word of the Buddha,” Yang mana berdasarkan dari ajaran Buddha akan empat kebenaran mulia dan jalan mulia beruas delapan. 

Saran saya teruskan berlatih jika itu terasa benar dan nyaman. 

Ada sebuah pepatah dimana kita sudah memahami isi bukunya, maka kita tidak lagi membutuhkannya. 

https://www.buddhistdoor.net/features/how-i-became-a-theravada-buddhist/

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *