• Sunday, 10 December 2017
  • Dewi Karina
  • 0

Kehidupan menjadi manusia merupakan suatu kebahagiaan yang harus disyukuri dan dimanfaatkan sebaik mungkin.

Pepatah mengatakan sebaik-baiknya orang, akan lebih baik lagi apabila bermanfaat, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.

Proses untuk menjadi orang yang bermanfaat diperlukan kerja sama dengan orang lain. Manusia disebut sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain.

Interaksi dengan orang lain ini kerap disebut sebagai hubungan pertemanan dan persahabatan, atau dalam konteks terdekat dalam hidup ini adalah hubungan kekeluargaan.

Kekeluargaan merupakan suatu hubungan yang diterima seseorang semenjak lahir. Lahir dalam sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia merupakan impian bagi setiap orang. Namun dalam hidup ini, karma bekerja.

Tidak semua bisa menjadi sebuah keluarga sempurna seperti yang diharapkan, misalnya harmonis, bahagia, dan tidak pernah mengalami masalah. Bahkan keluarga yang secara material kaya raya atau tidak mengalami kesulitan ekonomi, bisa saja ada masalah seperti keluarga tidak akur, selalu bertengkar karena harta, atau mengalami masalah mental, sehingga tidak dapat berhubungan baik secara sosial.

Sebaliknya, keluarga yang rukun, tidak mengalami masalah mental, harmonis, dan bahagia, bisa saja mereka mengalami masalah di bidang ekonomi. Lalu timbul pertanyaan dalam benak kita, apakah benar tidak ada keluarga yang sempurna?

Pertanyaan ini menjadi sebuah perenungan bahwa memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. “Tidak ada gading yang tak retak”. Semua permasalahan yang ada merupakan hasil dari persepsi dan cara pandang dari manusia itu sendiri.

Bagaimana cara menanggapi masalah yang ada, itulah yang menjadi beban yang akan ditanggungnya. Kembali ke contoh awal, keluarga yang tidak akur, selalu bertengkar, dapat diubah menjadi akur dan tidak bertengkar dengan mengurangi ego masing-masing.

Setelah mengurangi ego masing-masing, satu persatu permasalahan dalam keluarga dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.

Sebaliknya  keluarga yang rukun, tidak mengalami masalah mental, harmonis, dan bahagia namun mengalami masalah di bidang ekonomi, selama keluarga tersebut dapat menerima keadaan yang ada sebagai ukuran bahagia, maka kekurangan di bidang ekonomi tidaklah menjadi masalah dan mereka bisa tetap bahagia dan menjadi keluarga yang “sempurna”.

*Dewi Karina, merupakan peserta workshop EWW! Eka-citta Writing Workshop (19/11). Diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Gadjah Mada (Kamadhis UGM) bekerja sama dengan BuddhaZine

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *