• Monday, 13 August 2018
  • Chan M Tuyen
  • 0

Satu pesan masuk di grup whatsapp (WA). Ternyata teman sekantor di perusahaan sebelumnya, “Si A meninggal dunia disemayamkan di Rumah Duka X, berita lain menyusul”. Sedih bebarengan rasa lega menyelinap di hati. Saya tahu sudah bertahun-tahun si A bertarung dengan tumor otak yang berkembang menjadi kanker.

Saya bertanya, “Mau melayat bareng?” Sulit sekali menemukan hari dan jam yang pas. Bagi pengguna WA pasti tahu acara riungan teman-teman lama pasti lebih sering gagal daripada sukses.

Sebelum kami berpisah dari kantor lama, kami berjanji, “Sering-sering ketemu ya”. Ternyata alih-alih hanya kirim ucapan selamat ulang tahun, wah sudah setahun ya belum ketemu, sampai akhirnya hanya ucapan selamat pagi, selamat siang, atau selamat malam saja yang muncul di layar gawai.

Awan putih

Melihat tubuh yang dahulu bergerak dengan bebas, berjalan dengan baik, mengetik menuangkan ide dan sekarang hanya diam membisu, kaku dalam peraduan terakhirnya. Saya bertanya dalam hati; “Oh sahabat, ke manakah engkau pergi? Apakah engkau masih bisa merasakan kehadiran dan doa kami? Apakah engkau masih merindukan sanak famili? Ke manakah tujuanmu selanjutnya? Apakah kami masih akan mengingatmu setelah bulan dan tahun berlalu?”

Baca juga: Jalan Kedamaian Ada di Meditasi, Kok Bisa?

Menelaah balik kepada kehidupan saya sendiri, pernahkah terbesit bagaimana saya akan meninggal nanti? Pada saat itu tiba, siapkah saya? Thich Nhat Hanh dalam ceramahnya sering mengatakan, “Awan putih itu tidak lenyap kok, dia sudah berubah wujud menjadi hujan, hujan menjadi air, dan air itu ada dihadapanmu sebagai teh yang akan engkau minum saat ini.”

Awan itu sekarang ada di tubuh kita. Demikian juga dengan “jiwa”, teman saya sudah berubah wujud, ketika saya melihat karyanya saya akan teringat padanya, dengan segala kebaikannya, dengan segala perjuangannya.

Arca Buddha

Semua pasti berubah, jadi pelan-pelan saja, santai-santai saja, anggap saja kita memiliki waktu yang tidak terbatas. Sepanjang waktu itu kita berusaha dengan berlatih dengan sungguh-sungguh.

Perlu kita ingat bahwa latihan bukanlah hanya duduk diam, apalagi meniru arca Buddha, berinteraksi dengan semua orang, merawat yang sakit, memberikan nasihat kepada yang membutuhkan, menjaga sila dan bermeditasi di saat yang tepat.

Kalimat di atas adalah motherhood statement, sangat baku, kalimat yang tidak akan dimengerti dan diragukan keberhasilannya. Banyak teori untuk berlatih kesadaran penuh, konsentrasi dan kearifan. Tidak ada yang 100% salah atau benar, yang ada adalah mana lebih lebih cocok pendekatannya.

Istirahat

Anda perlu mencicipi kemudian tahu bahwa metode mana yang lebih cocok. Namun ada satu yang bisa dijadikan pegangan, bernapaslah dengan sadar. Pergunakanlah waktu yang panjang dan tidak terbatas itu untuk terus membangkitkan kesadaran. Kita sedang bernapas di sini dan saat ini, bernapas dengan santai, relaks, bukanlah berjibaku dengan napas.

Selamat menikmati napas masuk dan keluar dengan penuh kesadaran, bernapas dan tersenyumlah selagi masih bisa, istirahatlah selagi bisa.

 

Chan Minh Tuyen

Anggota Ordo Interbeing Indonesia, volunteer retret mindfulness, wanita karir, sekaligus adalah apoteker yang juga meraih gelar master di bidang manajemen pendidikan.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *