• Wednesday, 16 October 2019
  • Sasanasena Hansen
  • 0

11 September menjadi hari yang spesial bagi saya dan istri. Mettiko, putra pertama kami lahir ke dunia. Saya masih dan akan terus mengingat senyum kecilnya tatkala dia dipeluk istri saya untuk pertama kalinya. Sungguh sangat manis. Segala penantian dan perjuangan terasa terbayarkan.

Namun kehadiran seorang buah hati perlu disikapi dengan tepat. Apalagi bagi pasangan yang baru pertama kali menjadi orangtua. Perubahan drastis gaya hidup dapat menyebabkan turunnya mood hingga depresi ringan. Kondisi ini sering disebut baby blues, dan kondisi ini nyata adanya.

Baby blues tidak hanya menjangkiti si ibu. Seorang ayah pun bisa kena. Bahkan keluarga serumah pun juga bisa kena. Terutama bagi seorang wanita, menjadi ibu merupakan sebuah pengalaman paling berharga sekaligus penuh tekanan dalam hidupnya. Ini adalah transisi besar dalam kehidupan yang dapat mempengaruhi emosi seorang ibu.

Tak keliru bila seorang ibu baru menjadi rentan terkena baby blues syndrome. Perasaan gembira, khawatir, kasih, takut, bahagia, dan capek bercampur aduk menjadi satu. Bila biasanya kita merasa lelah dengan satu jenis emosi, apalagi sekarang yang mana semuanya berkecamuk dalam hati dan pikiran orangtua baru. Emosi-emosi ini muncul karena mereka menghadapi tantangan-tantangan baru: tidur terganggu, pakaian kotor menumpuk, tangisan rewel, pengeluaran membengkak, dan lain sebagainya.

Karena kondisi ini berkaitan dengan emosi seseorang, ajaran Buddha dapat diterapkan untuk membantu mengatasi gejala baby blues. Kuncinya adalah dengan merespon perubahan-perubahan ini dengan bijaksana. Pertama, tumbuhkanlah rasa menerima (acceptance) dan rasa syukur (gratitude). Kedua aspek ini penting untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kita telah menjadi orangtua baru.

Seiring dengan hadirnya seorang anak yang ditunggu-tunggu, muncullah rasa tanggung jawab yang turut menyebabkan munculnya kekhawatiran-kekhawatiran seperti: bisakah saya menjadi ibu yang sempurna, bisakah anak saya tumbuh besar dengan baik, dan lain-lain.

Kekhawatiran-kekhawatiran ini hanya bisa diatasi dengan menyadari dan menerima bahwa tidak apa-apa bila kita belum menjadi orangtua yang sempurna – justru inilah kesempatan kita untuk berlatih menjadi orangtua yang baik. Itulah pentingnya rasa menerima yaitu menerima diri sendiri, anak dan perubahan-perubahan yang terjadi dengan sadar dan relaks.

Demikian pula memiliki dan mengembangkan rasa syukur bahwa apa yang dinantikan telah hadir akan membantu kita menerima bahwa perubahan yang terjadi adalah konsekuensi dari keinginan kita sendiri. Ucapkan terima kasih kepada dirimu sendiri dan orang lain atas perbuatan-perbuatan yang telah kamu lakukan hari ini.

Kedua, berikan cinta kasihmu kepada dirimu sendiri. Kamu, apalagi seorang ibu, tetap layak mencintai dan dicintai. Meskipun menjadi seorang ibu baru berarti memiliki tanggung jawab baru, kamu pantas memperoleh ‘me-time’. Berikanlah waktu bagi dirimu sendiri agar kamu bisa bernapas sejenak. Silakan pergi ke kafe sekadar menyeruput kopi kesukaan dan membaca buku. Silakan pergi nonton film terbaru di bioskop kesayangan. Silakan pergi sesi pijat atau ke salon. Silakan makan masakan enak yang sudah lama tak kamu santap. Berikan waktu me-time barang sebentar saja untuk melepas tumpukan stres. Kamu akan kembali dengan segar dan lebih menyenangkan.

Ketiga, berikan kasih sayangmu kepada orang lain. Terkadang tumpukan stres dan mood jelek dapat tercermin dalam tingkah laku kita. Belum lagi ditambah masukan-masukan orangtua sendiri untuk ciapo-ciapo. Akibatnya tidak hanya diri sendiri, orang lain seperti suami atau keluarga pun sering jadi pelampiasan kita. Apa yang dibicarakan menjadi buah pertengkaran. Apa yang diminta menjadi serasa diperintah. Ini hanya akan menambah masalah baru. Jadi pancarkan pula kasih sayangmu kepada orang lain. Sadari bahwa mungkin mereka bersikap demikian karena peduli. Bahkan ketika kamu tidak salah pun, tetap sabar dan jangan ambil hati.

Keempat, berbagilah. Ingat, kamu tidak sendirian. Ada lebih banyak orang yang juga sedang menjadi seorang ibu. Mereka juga sedang mengalami apa yang sedang kamu rasakan. Bersosialisasilah dengan mereka. Dengan berbagi cerita, setidaknya kamu tidak merasa sendirian. Bahkan berbagi cerita dengan suami dan keluarga sangat dianjurkan.

Kelima, meditasi. Meditasi atau setidaknya ambil napas panjang akan membantu meredakan stress dan ketegangan-ketegangan yang ada di badan dan pikiran kita. Ini adalah langkah sederhana yang harus dilakukan setiap saat terutama pagi dan malam hari. Amati ketika Anda sedang mengambil dan menghembuskan napas. Dengan demikian Anda akan menjadi relaks.

Upasaka Sasanasena Seng Hansen

Seorang ayah.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *