• Tuesday, 30 March 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Agama dan sains sering kali dibahas bersama. Bahkan pada kenyataannya banyak upaya yang dilakukan untuk mempertemukan keduanya. Beberapa berusaha menyelaraskan satu aspek dari ajaran agama dengan perkembangan sains, yang bahkan terkadang terkesan seperti cocoklogi. Sekarang bahkan tersedia banyak jurnal-jurnal akademik yang berusaha menjelaskan fenomena alam melalui perspektif agama.

Upaya-upaya ini sah-sah saja, tapi bila dilakukan melewati batas, tentu akan berdampak buruk. Pada kenyataannya, agama-agama yang ada saat ini memang berlomba-lomba untuk menyatakan bahwa ajarannya selaras dengan sains. Berbagai penelitian dilakukan terutama terkait aspek moral dan kehidupan bermasyarakat dari perspektif ajaran agama. Pada beberapa ajaran agama, tentu ada beberapa bagian yang menyerupai atau selaras dengan sains. Namun di sisi lain, juga ada ajaran dari agama tersebut yang tidak masuk akal menurut sains.

Hal ini terjadi karena ajaran agama cenderung stagnan karena mengikuti ajaran tradisi yang berlaku dari awal terbentuknya agama tersebut. Sedangkan sains di sisi lain, terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Dengan demikian, upaya cocoklogi yang dilakukan oleh oknum agama tertentu bisa saja bermata dua karena sains terus berkembang dan menghasilkan pendapat yang bisa berbeda dari upaya cocoklogi yang sekarang dilakukan.

Oleh karena itu, meskipun agama Buddha memperoleh status sebagai agama yang secara unik selaras dengan sains oleh berbagai ahli, pada beberapa aspek ajaran (terutama terkait tradisi) yang tidak sesuai dengan sains itu sendiri. Misalnya dogma-dogma, tradisi ritual, dan kepercayaan akan kekuatan supranatural. Hal ini terjadi mengingat usia agama Buddha yang sudah tua dan perkembangannya yang lintas budaya sehingga agama Buddha saat ini mencakup beragam tradisi dan aliran.

Meskipun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa ajaran utama agama Buddha bersifat terbuka dengan penemuan-penemuan sains. Para ahli filsafat meyakini bahwa pemikiran dan ajaran buddhis memiliki kesamaan dengan filsafat modern. Para ahli psikologi berpendapat bahwa ajaran Buddha sangat mewakili konsep-konsep psikologi yang ada. Beberapa konsepsi populer yang sering dikaitkan dengan ajaran Buddha mencakup pula tentang evolusi, teori kuantum, dan kosmologi.

Oleh sebab itu bagi banyak orang agama Buddha sering dianggap sebagai agama yang rasional dan tidak bersifat dogmatis. Ini utamanya berlaku untuk ajaran Buddha yang ada di masa-masa awal perkembangannya – yang saat ini di masa modern semakin diminati karena keselarasannya dengan sains.

Secara teori, keselarasan ini muncul karena memang fokus ajaran Buddha itu sendiri ada pada manusianya. SN Goenka menjelaskan ajaran Buddha sebagai sains murni tentang pikiran dan materi. Ajaran Buddha juga menekankan prinsip ehipassiko, yaitu memahami dan menyelami sesuatu sendiri sehingga mendorong upaya pembuktian – suatu elemen penting dari prinsip sains. Buddha sendiri mendorong manusia untuk berpikir kritis dalam memahami dan menyikapi sesuatu sebagaimana terdapat dalam Sutta kepada Suku Kalama.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa meskipun pada beberapa poin ajaran Buddha masih belum atau tidak selaras dengan sains, korelasi diantara keduanya bukanlah suatu hal yang kebetulan. Prinsip-prinsip dasar ajaran Buddha sendiri selaras dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran Buddha itu sendiri setidaknya ramah sains (science-friendly).

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *